Aliran Syiah di Sampang Madura

67 yang ikut terlibat kasus Syiah, The Wahid Institute mengingatkan agar jangan sampai di tranformasikan kepada tindakan kekerasan. 25 Kemudian, alasan The Wahid Institute melakukan pembelaan terhadap korban kasus Syiah di Sampang, Madura. Bahwa, setiap warga negara berhak untuk berkeyakinan sesuai dengan kepercayaanya. Seharusnya, negara menjamin kebebasan beragama, berkeyakianan sesuai dengan UUD 1945 Pasal 18 dan 19 ayat 1 dan 2. Dalam perjuangannya, The Wahid Institute mengalami kendala pada level masyarakat dan level pemerintah. Contohnya, adanya penegakan hukum yang tidak adil. 26 Lalu, kelompok Islam tertentu yang tidak suka dengan aliran Syiah, peran Pemerintah Sampang yang tidak tegas dalam menangani persoalan kekerasan Syiah, dan fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI Jawa Timur yang menyatakan bahwa aliran Syiah sesat. 27 Selama ini, apa yang dilakukan oleh The Wahid Institute dengan melakukan pembelaan terhadap aliran Syiah, ternyata berdampak cukup lebih baik. Faktanya, setidaknya aksi kekersanintimidasi terhadap kelompok Syiah semakin berkurang. Dengan demikian, kiprah The Wahid Institute dengan memosisikan diri dalam advokasi golongan marginal sangat efektif. Bagi The Wahid Institute, semua golongan berhak mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dari pemerintah. Sebab demikian, jika terjadi tindakan marginalitaspengucilan terhadap sekelompok kaum, atas nama apapun maka 25 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Suaedy, pada 24 Desember 2013. Dan Wawancara Pribadi dengan Subhi Azhari pada 23 Desember 2013. 26 Wawancara Pribadi dengan Alamsyah M. Dja’far, pada 10 Januari 2014. 27 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Suaedy, pada 24 Desember 2013 68 harus tetap dibela. Selama ini, kiprah The Wahid Institute pun bukan hanya dalam kasus Syiah, beberapa kasusu lain juga, terutama yang menyangkut kebebasan umat beragama, selalu diperhatikan. Meskipun perjuangan The Wahid Institute telah dilakukan, tetap saja dalam beberapa hal The Wahid Institute selalu mendapatkan tantangan yang cukup berat. Misalnya, sikap pemerintah yang intoleran terhadap kelompok minoritas. Selain itu, penegak hukum yang bersifat tidak adil dan masifnya oknum yang beridiologi garis keras.

D. Ahmadiyah di Cikeusik Banten

Ahmadiyah secara organisasi disebut sebagi Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI. 28 Dalam kiprahnya, jemaat Ahmadiyah ikut terlibat sebagai lembaga pendidik dan mengembangkan masyarakat. Namun, sedikit orang yang mengenal dan mengetahui Ahmadiyah. Keberadaan Ahmadiyah mulai dikenal ketika terjadi kasus pelarangan Ahmadiyah oleh sebagian ormas Islam tertentu. Di Indonesia, jemaat Ahmadiyah memiliki banyak pengikut. Sebagai organisasi resmi, organisasi ini sudah terdaftar di lembaga negara dan mendapatkan surat izin dari berbagai lembaga. 29 Berdirinya organisasi ini berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. JA.513 tertanggal 13 Maret 1953. Begitu juga dengan 28 Ahmadiyah dikenal juga dengan nama Qadiyaniyyah atau Mirzaiyyah adalah sekelompok orang yang beranggapan bahwa ajarannya berdasar kepada ajaran Islam yang benar. Ajaran ini didirikan oleh seorang Qadiyan yang mengaku sendirinya sebagai Nabi, bernama Mirza Gulam-pada tanggal 23 Maret 1889, di sebuah kota yang bernama Ludhiana di Punjab India. Negeri ini oleh orang-orang ahmadi disebut “Darul Bai’at”. Lihat Hasan bin Mahmud Audah, Ahmadiyah Kepercayaan-kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam LPPI, 2006, 11. 29 Ahmad Suaedy, dkk., Politisasi Agama dan Konflik Komunal: Beberapa Isu Penting di Indonesia Jakarta: The Wahid Institute, 2007, 49. 69 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ADART yang sudah tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 26 tanggal 31 Maret 1953. Kelengkapan administrasi jemaat Ahmadiyah Indonesia tersebut dapat dilihat di Departemen Agama RI Nomor 046J1970 tanggal 2 Maret 1970, Departemen Sosial RI No; D.V70 tanggal 15 Mei 1970. Sebagai organisasi masyarakat, jemaat Ahmadiyah juga telah terdaftar di Departemen Dalam Negeri Nomor 75DIVI2003 5 Juni 2003. 30 Dalam hal ini, merebaknya isu kekerasan atas nama agama, konflik antar- sekte atau aliran kepercayaan sering terjadi di berbagai daerah. Konflik jenis ini disebut sebagai konflik sektarian. 31 Salah satunya, kekerasan dan pembantaian anggota jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, pada 6 Februari 2011. Kekerasan ini merupakan peristiwa paling keji yang menimpa jemaat Ahmadiyah Indonesia, setidaknya selama lima tahun terakhir. Akibat peristiwa tersebut, tiga orang tewas dan lima orang luka-luka. Peristiwa ini seharusnya disikapi oleh penegak hukum secara adil dengan menghukum para pelaku dan aktor intelektual. 32 Lalu, adanya ketegasan pemerintah dalam menangani kasus Ahmadiyah di Cikeusik, Banten. Ironisnya, 12 terdakwa kasus kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah ternyata hanya divonis ringan. Sepuluh orang divonis enam bulan penjara, dan dua orang lainnya divonis kurang dari enam bulan. Vonis ringan ini ditanggapi 30 Ahmad Suaedy, dkk., Politisasi Agama dan Konflik Komunal: Beberapa Isu Penting di Indonesia, 50. 31 Rizal Panggabean dan Ihsan Ali-Fauzi, Merawat Kebersamaan Polisi, Kebebasan Beragama dan Perdamaian Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2011, 61. 32 Ismail Hasani-Bonar dan Tigor Naipospos, Ahmadiyah dan Keindonesiaan Kita Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2011, 147. 70 oleh banyak pihak dengan nada kecewa. Virdaus Ahmadiyah, Humas Ahmadiyah DKI Jakarta yang tekun mengikuti persidangan ini mengatakan bahwa vonis ini semacam persetujuan negara terhadap kekerasan yang ditunjukan kepada Ahmadiyah. 33 Pasca kerusuhan Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, banyak bermunculan peraturan daerah yang melarang aktifitas jemaat Ahmadiyah. Sebut saja, Surat Keputusan Bersama SKB Tiga Menteri, Peraturan Gubernur Banten No. 5 Tahun 2011, 11 Maret 2011. Larangan penggunaan atribut, pemasangan identitas, penyebarluasan Ahmadiyah; dan menyebarkan ajaran-ajaran yang menyimpang dari pokok Islam. Begitu juga dengan Peraturan Bupati Pandeglang Banten No. 5 Tahun 2011, tertanggal 12 Pebruari 2011 yang berisi larangan penggunaan atribut, pemasangan identitas, dan penyebarluasan ajaran Ahmadiyah. 34 Ditambah lagi dengan pendapat Menteri Agama Suryadharma Ali bahwa Ahmadiyah di Indonesia harus dibubarkan. Karena, kalau tidak, potensi konflik akan terus meningkat dan mengganggu kerukunan umat beragama. Ahmadiyah adalah cikal bakal terjadi konflik di masyarakat. Menteri juga beralasan bahwa Ahmadiyah bertentangan dengan pokok ajaran Islam. Oleh karena itu, Ahmadiyah harus diberhentikan kegiatan aktivitasnya. 35 Menurut Setara Institute, kekeliruan utama dalam penanganan kasus penyerangan anggota jemaat Ahmadiyah di Cikeusik Banten terletak pada sikap 33 The Wahid Institute, Monthly Report on Religius Issue MRORI, Edisi XXXV, Agustus 2011, 2. 34 Zainal Abidin Bagir dkk., Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2011, 33. 35 The Wahid Institute, Laporan Tahunan The Wahid Institute 2010 Pluralisme Kebebasan BeragamaBerkeyakinan di Indonesia Jakarta: The Wahid Institute, 2010, 45. 71 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono SBY yang gagal menegakkan hukum secara adil dalam kasus yang mengatasnamakan agama. Perlu dicatat, bahwa Kepolisian RI dan Kejaksaan RI merupakan institusi negara di bawah koordinasi Presiden. Jika SBY benar-benar ingin melakukan penegakan hukum, maka Presiden seharusnya lebih menegaskan kepada institusi dua lembaga negara tersebut. 36 Menyikapi kasus Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, The Wahid Institute melakukan investigasi di lapangan dan menjalin kerjasama dengan lembaga