2 Toleransi THE WAHID INSTITUTE DAN PLURALISME DI INDONESIA
47
Menteri Dalam Negeri berpendapat bahwa perda-perda tersebut tidak bertentangan dengan SKB. Kemudian, Menteri Agama menganggap peraturan
daerah sudah tepat.
38
Sebelumnya, pada tahun 1980 Majelis Ulama Indonesia MUI memfatwakan Ahmadiyah sesat. Kemudian, pada tahun 2005 MUI mengukuhkan
fatwa Ahmadiyah sesat. Dengan alasan, meningkatnya penolakan terhadap Ahmadiyah di pentas dunia global, khususnya negara-negara yang berpenduduk
muslim, serta menguatnya kelompok-kelompok konservatif yang mengancam kerukunan antar-umat beragama.
39
Sependapat degan MUI, Menteri Agama Suryadharma Ali beranggapan bahwa jemaat Ahmadiyah harus dibubarkan, karena kalau tidak potensi konflik
akan terus meningkat dan mengganggu kerukunan umat beragama. Ahmadiyah adalah cikal bakal terjadi konflik di masyarakat. Menteri Agama juga beralasan
bahwa Ahmadiyah bertentangan dengan pokok ajaran Islam, karena itu harus diberhentikan berbagai aktifitasnya.
40
Akan tetapi, fatwa MUI dan SKB Tiga Menteri sebenarnya tidak mampu menyelasaikan masalah Ahmadiyah. SKB Ahmadiyah di lapangan justru
meligitimasi tuntutan massa dan konsiderasi pemerintah mengeluar kebijakan- kebijakan diskriminatif terhadap Ahmadiyah.
41
38
Zainal Abidin Bagir dkk, Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2011 Yogyakarta: Center for Religious and Cross-cultural Studies, Universitas Gadjah Mada, 2011, 38
39
Ismail Hasani-Bonar dan Tigor Naipospos, Ahmadiyah dan Keindonesiaan Kita Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2011, 26-27.
40
The Wahid Institute, Laporan Tahunan The Wahid Institute 2010 Pluralisme Kebebasan BeragamaBerkeyakinan di Indonesia Jakarta: The Wahid Institute, 2010, 45.
41
Ismail Hasani-Bonar dan Tigor Naipospos, Menjamin Kebebasan, Mengatur Kehidupan Beragama: Laporan Studi Urgensi Kebutuhan RUU Jaminan Kebebasan BeragamaBerkeyakinan
Jakarta: Seatara Institute, 2011, 125.
48
Selain SKB Tiga Menteri, adanya regulasi penodaan agama yang tercantum KUHP 156a dan UU No. 1 PNPS tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan
atau penodaan agama selanjutnya disebut sebagai UU Penodaan Agama, yakni mengeluarkan perasaan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama
KHUP 156a.
42
Seperti halnya, kasus Lia Aminudin, aliran kepercayaan yang bernama Salamullah didakwa melakukan penodaan agama Pasal 156 a KHUP,
penyebaran rasa permusuhan Pasal 157 ayat 1 KHUP, dan perbuatan tidak menyenangkan Pasal 335 KHUP.
43
Kemudian, kasus penyerangan dan pengusiran terhadap warga Syiah di Sampang Madura, yang mengakibatkan pesantren dan rumah Tajul Muluk
dibakar massa yang tidak senang dengan keberadaan Syiah. Sehingga warga Syiah terpaksa mengungsi Gelanggang Olahraga GOR di Sampang. Atas
kejadian tersebut, pimpinan Syiah Tajul Muluk didakwa telah melakukan penodaan agama.
Terkadang aturan-aturan tersebut didukung oleh lembaga keagamaan yang banyak melakukan tindakan diskriminatif, dan melemahnya tindakan negara
dalam menyikapai persoalan kebebasan beragama. Imbasnya, adanya tindakan kekerasan struktural terhadap kaum minoritas. Contohya, gereja-gereja yang tidak
diakui dan ditekan eksistensinya, ada juga oraganisasi-organisasi keagamaan lain
42
Zainal Abidin Bagir, dkk., Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2012 Yogyakarta: Center for Religious and Cross-cultural Studies Universitas Gadjah Mada, 2012,
14.
43
Uli Parulian Sihombing, ed., Ketidakadilan dalam Beriman Hasil Monitoring Kasus- kasus Penodaan Agama dan Ujaran Kebencian Atas Dasar Agama di Indonesia, Jakarta: The
Indonesia Legal Resources Center ILRC, 2012, 36.
49
seperti Islam Jama’ah, tarekat mistik, dan aliran kepercayaan lainnya yang mendapatkan perlakuan diskriminatif dari aparatur negara, pemerintah maupun
oleh non-state actor..
44
Hal ini menggambarkan bahwa toleransi dan kebebasan beragama di Indonesia semakin buruk. Dengan maraknya tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh kelompok radikal terhadap kelompok-kelompok minoritas, Ahmadiyah, perusakan rumah ibadah, aliran kepercayaan, dan aliran Syiah.
Begitu juga dengan sikap pemerintah yang bersikap intoleran dengan melakukan pembekuan IMB rumah ibadah GKI Taman Yasmin Bogor, dan
HKBP Filadelfia Bekasi. Selain itu, pemerintah melakukan pembiaran terhadap kasus kekerasan yang bernuasa agama di Inonesia, kelompok minoritas, serta
aparat penegak hukum tidak tegas dalam menangani kasus kekerasan dan perusakan rumah ibadah.
Menurut laporan The Wahid Institute, korban tindakan intoleransi dan diskriminasi selama 2010 ini berjumlah 153 korban. Korban tertinggi adalah
peroranganindividu 35 korban, kemudian jemaat gereja di berbagai daerah 28, kelompok masyarakat 20, korban dari warga Ahmadiyah di berbagai daerah 18
dan komunitas yang diduga sesat 15.
45
Untuk lebih lengkapnya lihat tabel di bawah ini.
44
Muhamad Ali, Teologi Pluralis-Multkultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan Jakarta: KOMPAS, 2003, 48-49.
45
The Wahid Institute, Laporan Tahunan The Wahid Institute 2010 Pluralisme Kebebbasan BeragamaBerkeyakinan di Indonesia, 75-76.
50
Tabel 1. Korban Intoleransi dan Diskriminasi 2010
No Korban Jumlah
1 Individu
35 2
Jemaat gereja di berbagai daerah 29
3 Kelompok masyarakat
20 4
Warga Ahmadiyah di berbagai daerah 19
5 Komunitas ynag diduga sesat
15 6
Dunia usaha 8
7 Pemimpin dan aliran pengikut Abraham
7 8
Umat Buddha Tanjung Balai 4
9 Instasi pemeritahan
5 10 Pengikut aliran surga Eden
2 11 Umat Konghucu
2 12 Pemimpin dan pengikut aliran akmaliyah
2 13 Pengikut ahl al-bait Indonesia Jawa Timur
1 14 Pemimpin dan pengikut Brayat Agung
1 15 Jemat LDII
1 16 Pengikut tharikat Fatoriyah
1 17 Santri dan Pengasuh Pesantren Fajar
Hidayah 1
18 LSM 1
19 Komunitas LGBT 1
Total 155
Sumber; Laporan The Wahid Institute 2010. Sedangkan tahun 2011 korban intoleransi dan diskriminasi diantaranya;
Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI adalah kelompok yang paling sering menjadi korban tindak intoleransi karena keyakinan mereka dianggap berbeda dari
mainstream umat Islam dengan 65 kasus 26. Korban berikutnya adalah individu yang dianggap berbeda dari mainstream 42 kasus 17, Pemilik usaha
51
atau pedagang 24 kasus 10, umat Kristen 20 kasus 8. Berikut tabel selengkapnya.
46
Tabel 2. Korban Intoleransi 2011
Sumber: Laporan The Wahid Institute 2011. Pada tahun 2012, korban tertinggi dialami oleh umat Kristen dengan 39 kali,
berikutnya individu atau korban perorangan dengan 35 kali, diikuti pengikut Syi’ah 27 kali dan kelompok atau aliran yang terduga menyebarkan aliran sesat
dengan 26 kali, berikutnya dari pelaku usaha 21 kali dan JAI 19 kali, selekapnya bisa di lihat tabel di bawah ini.
47
46
The Wahid Institute, Lampu Merah Kebebbasan Beragama Laporan Kebebasan Beragama dan Toleransi di Indonesia 2011, 50.
47
The Wahid Institute, Ringkasan Eksekutif Laporan Akhir Tahun Kebebbasan Beragama dan Toleransi di Indonesia 2011, 34-35.
No Korban Jumlah
1 Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI
65 26
2 Individu
42 17
3 Pemilik usaha pedangang
24 10
4 Umat Kristen
21 9
5 Pejabat pengawai pemerintahan
16 7
6 Kelompok atau individu terduga sesat
16 7
7 Tempat ibadah
15 6
8 Jemaat GKI Yasmin
11 4
9 Artis pelaku seni
7 3
10 Kelompok pelajar siswa 6
2 11 Properti umum
4 2
12 Pengikut Syiah 5
2 13 Peneliti akademisi
3 1
14 LSM 3
1 15 Polisi
4 2
16 Warga NU 2
1 17 Ormas Agama
2 1
18 Media 1
52
Tabel 3. Korban Intoleransi 2012
No Korban
Jumlah
1 Umat Kristen
39 2
Individu 35
3 Pengikut Syiah
27 4
Kelompok terduga sesat 26
5 Pelaku Usaha
21 6
JAI 19
7 Kelompok warga masyarakat
17 8
Properti umum 13
9 Rumah ibadah
12 10 Anggota ormas agama
7 11 Pejabataparat negara
5 12 Kelompok pelajar
2 13 Umat Hindu
2 14 Pengacara
2 15 LSM
2 16 Pejabat lembaga Internasional
2 17 Umat Konghucu
1 18 Geraka Ahmadiyah Indonesia
1 19 Media massa
1 20 Pengikut agama lokal
1 21 Perguruan tinggi
1 22 Kelompok umat Islam
1 23 LGBT
1 24 Seniman
1 Sumber; Laporan The Wahid Institute, 2012.
Berdasarkan tabel di atas tersebut, bahwa tindakan intoleransi dan diskriminasi di Indonesia masih sering terjadi. Baik itu konflik rumah ibadah
intimidasi aliran kepercayaan, dan tindakan kekerasan terhadap kelompok minoritas.
Seharusnya, para penegak hukum mencegah aksi kekerasan tersebut, memberikan pemahaman nilai-nilai demokrasi dan toleransi kepada masyarakat.
53
Maka, dengan toleransi dapat mewujudkan masyarakat yang damai, menghargai perbedan umat beragama, aliran kepercayaan, membangun masyarakat adil,
berperadaban, dan demokratis. Kemudian, adanya peran pemerintah sebagai resolusi kasus kekerasan yang
terjadi di Indonesia. Lalu, sikap pemerintah yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, menjamin kebebasan beragama, melindungi hak asasi manusia, bersikap
adil, dan tegas dalam melaksanakan konstitusi UUD dasar 1945 sebagi fondasi negara Indonesia.
Akan tetapi, dalam penerapan toleransi di masyarakat masih banyak mengalami kendala diantaranya; SKB tiga Menteri, peraturan daerah, dan fatwa
MUI tentang penyesatan kepada aliran kepercaan. Selain itu, adanya regulasi undang-undang PNPS 1965 tentang pencegahan dan penodaan agama di
Indonesia. Kemudian, masih banyak sikap masyarakat yang intoleran terhadap kelompok agama lain.
Maka, dengan hadirnya The Wahid Institut juga diharapkan dapat mewujudkan prinsip-prinsip dan cita-cita intelektual Gus Dur dalam membangun
bangsa, mendorong terciptanya masyarakat yang demokrasitis, pluralisme, mulikulturalisme, kebebasan beragama, dan toleransi. Oleh karena itu, toleransi
sebagai kekuatan bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera baldatun thoyibatun wa rabbun ghofur. Serta, toleransi sebagai khazanah untuk
membangun integritas etnis, budaya, bahasa, dan kearifan lokal.
54