Kebebasan Beragama CIVIL SOCIETY DAN KEBEBASAN BERAGAMA

29 kebebasan reproduksi hifzh al-nasl, hak memilik properti hifzh mal, dan terakhir hak untuk beragama hifzh al-dien. 41 Dengan demikian, ajaran Islam sangat menjunjung tinggi nilai toleransi dan kebebasan beragama dalam kehidupan beragama maupun dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu, Islam sangat kompatibel dengan konstitusi dan dasar negara Bangsa Indonesia. Selama ini, persoalan keragaman dan kebebasan beragama di Indonesia masih buruk, karena banyak aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok Islam garis keras seperti Front Pembela Islam FPI kepada kelompok minoritas dan aliran kepercayaan yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah di Cikeusik Banten, pada 11 Februari 2011 dan Syiah di Sampang Madura, pada 29 Desember 2012. Oleh karena itu, untuk mewujudkan adanya jaminan kebebasan beragama di Indonesia dengan berbagai cara. Contohnya, melalui pendekatan ke pemerintah untuk melaksanakan konstitusi negara serta melindungi setiap warga negara dalam beragama dan berkeyakinan. Kemudian mengadakan seminar, dialog, pendidikan kewarganegaraan, toleransi, serta keberagaman kepada masyarakat umum dan kepada kelompok radikal yang mengancam kebebasan beragama di Indonesia. Semestinya negara menjamin warga negara dalam memeluk kepercayaan, dan beribadah berdasarkan UUD 1945. Dalam ajaran Islam, agama tidak berhak memaksa seseorang dalam memeluk kepercayaan agama tertentu. Dengan 41 Siti Musdah Mulia, “Menuju Kebebasan Beragama di Indonesia.” dalam Abdul Hakim, dan Yudi Latif, ed., Bayang-bayang Fanatisme Esai-esai untuk Mengenang Nurcholish Madjid Jakarta: Pusat Studi Islam dan Kenegaraan PSIK Paramadina, 2007, 211. 30 demikian, kebebasan beragama, toleransi dan multikulturalisme merupakan sunatullah yang harus di jaga oleh setiap warga negara Indonesia. Akhirnya, sebagai kesimpulan dari bab ini, bahwa salah satu elemen dasar dalam pembentukan civil society masyarakat politik adalah agama. Dan civil society hanya akan terwujud bilamana adanya sikap keterbukaan inklusivitas dalam masyarakat. Oleh karena itu, agar konsep masyarakat madani bisa ditegakkan, maka sikap toleransi dalam beragama menjadi hal yang diperlukan. Masyarakat beragama harus menyadari jika keberagaman merupakan salah satu bagian dari sunatullah, agar harmonisasi antar umat beragama tetap terjaga. 31

BAB III THE WAHID INSTITUTE DAN PLURALISME DI INDONESIA

A. Sejarah Singkat The Wahid Institute

Berdirinya The Wahid Institute terinspirasi dari sosok Abdurrahman Wahid Gus Dur sebagai tokoh pluralisme dan Bapak bangsa. Maka, dalam pembahasan ini akan mendeskripsikan tentang pemikiran Gus Dur, sejarah singkat berdirinya The Wahid Institute, pluralisme dan toleransi di Indonesia. Gus Dur lahir pada tanggal 4 Agustus 1940, di Denanyar Jombang Jawa Timur. Ia anak pertama dari enam bersaudara. Ayahnya bernama K.H. Wahid Hasyim, putra K.H. Hasyim Asyari, 1 pendiri pondok pesantren Tebu Ireng dan pendiri Nahdlatul Ulama NU, organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Sedangkan Ibunya bernama Hj. Solehah, juga putri tokoh besar NU, K.H. Bisri Syamsu ri pendiri pondok pesantren Jombang dan Ro’is Am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU setelah K.H. Abdul Wahab. 2 NU sebagai organisasi keagamaan mempunyai kontribusi terhadap perkembangan sosial keagamaan dan negara. Perkembangan NU ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh NU salah satunya, Gus Dur cucu dari Hadratussyaikh 1 Kiai Hasyim Asyari dilahirkan di Jombang pada bulan Februari1871 dan meninggal di Jombang pada bulan Juli 1947. Dia adalah adalah pendiri NU pada tahun 1926. Keluarga Hasyim Asy’ari adalah keturunan Raja Brawijaya VI, yang berkuasa di Jawa pada abad XVI M, dan terkenal sebagai raja terakhir kerajaan Hindu-Budha yang tersebasar di Jawa, Kerajaan Majapahit. Bahkan yang lebih penting lagi, tokoh lagendaris Jaka Tinggkir, putera Brawijaya VI, dianggap sebagai orang yang memperkenalkan agama Islam di daerah pantai timur laut pulau Jawa. Lihat Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biografi of Abdurrahman Wahid Yogyakarta; LKiS Group, 2002, 26-27. 2 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, 338 –339. 32 Ha syim Asyar’i, pendiri NU. 3 Organisasi kegamaan tersebut memiliki doktrinan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Aswaja, 4 Gus Dur adalah mantan ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU, Ia mampu mengubah wajah NU yang bersifat ekslusif, menjadi inklusif, modern, dan moderat. Semangat memperjuangkan nilai-nilai demokratis dalam kehidupan politik nasional. 5 Karenanya, suatu keharusan bersama memperjuangkan kebebasan dan menyempurnakan demokrasi di negeri ini. 6 Selain berkiprah di NU, Gus Dur membentuk juga suatu organisasi Forum Demokrasi FORDEM pada Maret 1991, dan Ia terpilih sebagai juru bicaranya. Ketenaran dan pengaruh Gus Dur membuat organisasi baru ini mendapatkan kepercayaan publik. Forum Demokrasi didirikan untuk memberikan kekuatan pengimbang terhadap lembaga-lembaga seperti Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ICMI yang mendorong tumbuhnya pemikiran sektarianisme. Organsisai Forum Demokrasi merupakan kelompok kecil yang anggotanya bukan 3 NU: Organisasi keagamaan yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 16 Radjab 1344 H. dalam sebuah rapat yang dihadiri oleh K.H. Hasyim Asya’ri, K.H. Wahab Hasbullah, K.H. Bisri Sansuri, K.H. Ridwan, K.H. Nawawi, K.H. Doromuntaha menantu K.H. Cholil Bangkalan. Lihat Nur Khalik Ridwan, NU dan Neoliberalisme dan Harapan Menjelang Satu Abad Yogyakarta: LkiS, 2008, 1. 4 Ahlusunnah Wal-Jamaah, sebuah paham keagamaan-yang dikalangan NU –bersumber pada; Al- Qur’an, As–Sunnah, Al-Ijma’ dan Qiyas. Secara Harfiah Ahlusunnah Wal-Jamaah berarti pernganut Sunnah Nabi Muhammd dan Jamaah sahabat-sahabatnya. Secara ringkas, segolongan pengikkut sunnah jejak Rasulullah Alaihi Wassalam yang di dalamnnya melaksanakan ajaran- ajaran beliau berjalan di atas garis yang telah dipraktekan oleh Jamaah sahabat Nabi. lihat Kacung Marijan, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926 Jakarta: Erlangga. 1992, 21. 5 Ahmad Syafii Maarif dan Muhhamad Najib, “Upaya Memahami Sosok Kontraversial Gus Dur,” dalam Ahmad Suaedy dan Ulil Absar Abshar Abdalah, ed., Gila Gusdur Wacana Pembaca Abdurrahman Wahid Yogyakarta: LKiS, 2000, 4. 6 Abdurrahman Wahid, Tuhan Tidak Perlu Dibela Yogyakarta: LKIS, 2000, hlm.190. 33 hanya dari NU, malah bukan muslim, kebanyakan dari mereka adalah Katolik dan Protestan. 7 Tujuan lain berdirinya Forum Demokrasi ialah untuk memperjuangkan tegaknya demokrasi pada level kelembagaan maupun kesadaran masyarakat. Namun secara khusus, berdirinya Forum Demokrasi dilatarbelakangi peristiwa kasus perusakan kantor tabloid Monitor pada bulan Oktober 1990, kantor tersebut dirusak massa yang mengatasnamakan Islam gara-gara surveinya yang menyinggung umat Islam. Menurut Gus Dur, kasus Monitor menunjukan bahwa beberapa kelompok dalam masyarakat ingin memanipulasi keagamaan dengan mengedepankan kelompok mereka. 8 Pada tahun 1999, Gus Dur diangkat menjadi Presiden Indonesia ke-4. Pengangkatan ini menunjukan penghargaan dan apresiasi terhadap sosok Gus Dur sebagai pemikir, aktivis, politisi yang pluralis dan demokratis. Maka, sebagai seorang demokrat dan pluralis, Gus Dur mengusulkan pencabutan TAP MPRS No XXV Th 1966 mengenai pelarangan terhadap PKI dan ajaran KomunismeMarxismeLeninisme. TAP ini menjadi landasan perlakuan diskriminatif terhadap anggota dan aktivis Partai Komunis Indonesia PKI. Perjuangan Gus Dur bukan membela PKI, atau ajaran Komunisme, Marxisme Leninisme, tetapi membela suatu prinsip demokrasi dan HAM, suatu prinsip yang telah ditancapkan dengan kokoh dalam UUD 1945 Republik 7 Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biografi of Abdurrahman Wahid, 224 – 225. 8 M. Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur Yogyakarta: LkiS, 2010, 49-49. 34 Indonesia. Gus Dur menjelaskan bahwa TAP MPRS No XXV Th 1966 tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan melanggar HAM. 9 Pada level praktis dan kebijakan, Gus Dur melakukan pembelaan terhadap kelompok etnis Tionghoa di Indonesia. Dengan demikian, salah satu keputusan politik Gus Dur pada Januari 2000, mengeluarkan Instruksi Presiden Inpres Nomor 6 Tahun 2000, isinya mencabut Inpres No 141967 yang dibuat Suharto tentang agama, kepercayaan, adat istiadat Cina. 10 Selain melakukan tindakan aktif, Gus Dur banyak memberikan kontribusi pemikiran, salah satunya mengenai “pribumisasi Islam”. Gagasan ini di latarbelakangi dengan keinginan kuat Gus Dur dalam mempertemukan budaya adat dengan norma Islam syariah. 11 Ide besar gagasan Gus Dur mengenai “pribumi Islam” adalah agar umat Islam Indonesia mempunyai pandangan luas, menjungjung tinggi toleransi, menghargai orang lain dan kebebasan beragama di Indonesia. Munculnya gagasan “pribumisasi Islam” yang membuatnya dikenal sebagai pejuang humanis. Wawasan humanisme ini membuat Gus Dur tidak lelah berbicara tentang bahaya ancaman kekerasan politik yang bisa saja mengatasnamakan agama. Ia juga berbicara penting sikap non-sektarian dan toleransi antar agama di dalam sebuah bangsa yang heterogen, semisal Indonesia. 9 Ahmad Suaedy dan Raja Juli Antoni, ed., Para Pembaharu Pemikiran dan Gerakan Islam Asia Tenggara Jakarta: Southeast Asian Muslims Seamus For Freedom and Enlightenment, 2009, 18-19. 10 M. Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, 60. 11 Ulumul Qur’an, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, no. 3, vol. IV Tahun 1995 Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat LSAF, dan ICMI, 1995, 33.