Sejarah Singkat The Wahid Institute
34
Indonesia. Gus Dur menjelaskan bahwa TAP MPRS No XXV Th 1966 tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan melanggar HAM.
9
Pada level praktis dan kebijakan, Gus Dur melakukan pembelaan terhadap kelompok etnis Tionghoa di Indonesia. Dengan demikian, salah satu keputusan
politik Gus Dur pada Januari 2000, mengeluarkan Instruksi Presiden Inpres Nomor 6 Tahun 2000, isinya mencabut Inpres No 141967 yang dibuat Suharto
tentang agama, kepercayaan, adat istiadat Cina.
10
Selain melakukan tindakan aktif, Gus Dur banyak memberikan kontribusi pemikiran, salah satunya mengenai “pribumisasi Islam”. Gagasan ini di
latarbelakangi dengan keinginan kuat Gus Dur dalam mempertemukan budaya adat dengan norma Islam syariah.
11
Ide besar gagasan Gus Dur mengenai “pribumi Islam” adalah agar umat Islam Indonesia mempunyai pandangan luas,
menjungjung tinggi toleransi, menghargai orang lain dan kebebasan beragama di Indonesia.
Munculnya gagasan “pribumisasi Islam” yang membuatnya dikenal sebagai pejuang humanis. Wawasan humanisme ini membuat Gus Dur tidak lelah
berbicara tentang bahaya ancaman kekerasan politik yang bisa saja mengatasnamakan agama. Ia juga berbicara penting sikap non-sektarian dan
toleransi antar agama di dalam sebuah bangsa yang heterogen, semisal Indonesia.
9
Ahmad Suaedy dan Raja Juli Antoni, ed., Para Pembaharu Pemikiran dan Gerakan Islam Asia Tenggara Jakarta: Southeast Asian Muslims Seamus For Freedom and
Enlightenment, 2009, 18-19.
10
M. Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, 60.
11
Ulumul Qur’an, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, no. 3, vol. IV Tahun 1995 Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat LSAF, dan ICMI, 1995, 33.
35
Maka, ide Gus Dur dapat ditelusuri melalui pada tahun 1980-an tentang tiga ukhwah; ukhwah Islamiyah, ukwah wathoniah, ukhwah basyariah.
12
Oleh karena itu, Greg Barton menempatkan Gus Dur, Ahmad Wahid, Djohan Effendi dan Nurcholis Madjid Cak Nur, sebagai kelompok
neomodernisme Islam, pemikiran yang berorientasi mengembangkan keterbukaan dan kebebasan.
13
Gus Dur yang beranggapan bahwa prinsip-prinsip humanitarian adalah jantung Islam itu sendiri. Dengan kata lain, Islam diturunkan Allah dalam rangka
kepentingan umat manusia seluruhnya. Dengan demikian, kelompok itu dengan teguh menegakan nilai-nilai egalitarianisme, humanisme, keadilan, tanpa
membedakan latar belakang agama, etnis, budaya, dan semacamnya. Pandangan kelompok neomodernisme yaitu penanaman aplikasi nilai-nilai yang merupakan
bentuk kongkrit ibadah sosial sama pentingnya dengan ibadah yang bersifat ritual.
14
Kemudian, gagasan Gus Dur dalam “Islam: Idiologi Ataukah Kultural”?.
Gus Dur menekankan pentingnya mengembangkan Islam melalui wilayah kultural. Karenannya, Islam bisa berkembang melalui jalur tersebut. Gus Dur
menolak gagasan Negara Islam NI, karena bangsa kita beranekaragam yang pantas di hormati hak pendapat dan hak hidupnya.
15
Al- Qur’an sendiri tidak
12
Ahmad Amir Azis, Neo Modernisme Islam di Indonesia Gagasan Sentral Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999, 34.
13
Ahmad Suaedy, Prespektif Pesantren: Islam Indonesia Gerakan Sosial Baru Demokratisasi Jakarta: The Wahid Institute, Seeding Plural and Peaceful Islam, 2009, 307.
14
Abd A’la, “Kemenangan Gus Dur Angin Sejuk Bagi Iklim Keagamaan di Indonesia,” dalam Irwan Suhanda, Perjalanan Politik Gus Dur Jakarta: Kompas, 2010, 22.
15
Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi Jakarta: The Wahid Institute Seeding Plural and Peaceful Islam, 2006, 50.
36
pernah menyebut- nyebut sebuah “Negara Islam” daulah Islamiyah hanya
menyebut negara yang baik, penuh pengampunan Tuhan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
16
Maka dengan spirit kemajemukan heteregonitas dalam kehidupan berbangsa dapat mendirikan negara tidak berdasarkan salah satu agama tertentu.
17
Melainkan kepada pancasila sebagai asas bangsa Indonesia, dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Atas perjuangan dan pemikirannya, Gus Dur dinobatkan sebagai “Bapak
Tionghoa”. Gus Dur bukan hanya banyak melahirkan pemikiran dan kebijakan yang menghormati masyarakat Tionghoa, tetapi mensejajarkan mereka dengan
dengan kelompok yang ada di bumi Nusantara dari berbagai agama, adat-istiadat yang berbeda.
18
Gus Dur juga disebut sebagai “Bapak Pluralisme” oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono SBY, pada 24 Agustus 2005. Begitu juga sejumlah tokoh
lintas agama, Jaringan Doa Nasional Tionghoa Indonesia, dan warga Ahmadiyah menganugrahi Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” Indonesia. Idiologi
pluralisme Gus Dur dan penghormatan terhadap pluralitas sepenuhnya berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam dan juga tradisi
keilmuan NU itu sendiri.
19
Membela kaum minoritas, kebebasan beragama, toleransi, HAM, dan nilai- nilai demokrasi yang dilakukan oleh Gus Dur tidak berhenti disitu. Pasca lengser
16
Abdurrahman Wahid, Tuhan Tidak Perlu Dibela, 16.
17
Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi, 104.
18
M. Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, 59.
19
M. Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, 63-64.
37
dari kursi kepresidenan pada tahun 2002, Gus Dur mendirikan lembaga The Wahid Institute pada 7 september 2004. The Wahid Institute adalah lembaga yang
berusaha mewujudkan prinsip dan cita-cita intelektual Gus Dur dalam membangun pemikiran Islam moderat yang mendorong terciptanya demokrasi,
multikulturalisme dan toleransi kepada kaum muslim di seluruh dunia. Lembaga ini diinisiasi oleh almarhum Gus Dur, Dr. Gregorius James Barton, Yenny
Zannuba Wahid, dan Ahmad Suaedy.
20
Gus Dur memiliki peran sangat penting dalam membangun sikap toleransi atas kemajemukan bangsa, kebebasan beragama, dan perlindungan kelompok
minoritas yang ada di Indonesia. Tentu saja perjuangan Gus Dur dalam membela kelompok minoritas, kebebasan beragama, dan toleransi didasarkan pada
pemahaman ajaran Islam dan juga tradisi keilmuan di NU. Dan untuk melestarikan pemikiran dan perjuangannya terhadap kebebasan beragama di
Indonesia, maka Gus Dur berinisiatif mendirikan lembaga The Wahid Institute tersebut.