Pluralisme dan Toleransi di Indonesia

43 demi terciptanya sebuah taman sari Indonesia yang memberikan kenyamanan bagi siapa saja yang menghirup udara di Nusantara ini. 30 Pluralisme lebih identik dengan paham masyarakat terbuka open society yang diperkenalkan oleh filsuf dan di kembangkan oleh Karl Poper. Paham masyarakat terbuka ini memungkinkan tegaknya demokrasi dan mencegah setiap bentuk otoritarianisme. Selain itu, masyarakat terbuka mengandung inovasi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang akan mendorong masyarakat kearah yang lebih baik. 31 Oleh karena itu, pluralisme merupakan keberagaman untuk menyatukan berbagai aspek budaya, etnis, agama, dan golongan. Dengan adanya pluralisme dapat mewujudkan masyarakat yang berperadaban, dan taat pada hukum. Pluralisme sebagai hal yang paling penting bagi kehidupan bernegara dan beragama untuk menanamkan nilai-nilai kebersamaan, toleransi, kebhienekaan dan nilai demokrasi. Namun, pluralisme tidak akan tewujud tanpa adanya kesadaran sosial yang tinggi dalam menghormati perbedaan agama, etnik dan golongan. Kemudian, adanya peran pemerintah dalam menjalankan konstitusi dan bersikap adil bagi semua kelompok. Dalam masyarakat plural, setiap toleransi sangat dibutuhkan. Sebab tanpa toleransi, pluralisme sangat rentan dipecah-belah. Hal ini pula yang terjadi di Indonesia saat ini. Masyarakat Indonesia yang plural baik etnis, ras maupun agama, tapi tidak di barengi dengan toleransi, sering mengakibatkan konflik 30 Ahmad Syafii Maarif, Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Indonesia, makalah Orasi Ilmiah disampaikan pada acara Nurcholis Madjid Memorial Lecture Jakarta; Paramadina, 21 Oktober 2009, 14. 31 M Dawam Rahadjo, “Meredam Konflik: Merayakan Multikulturalisme” Buletin Kebebasan, Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, Edisi No. 04V2007, 6. 44 horizontal berkepanjangan. Karena itulah sikap toleransi dalam masyarakat yang plural menjadi sangat penting.

C. 2 Toleransi

Toleransi yang dalam bahasa Arabnya disebut al-tasamuh sesungguhnya merupakan salah satu diantara sekian ajaran inti dalam Islam. Toleransi sejajar dengan ajaran fundamental yang lain seperti kasih rahman, kebijaksanaan hikmah, kemaslahatan universal maslahah ummah, dan keadilan adl. 32 Menurut pemikir Islam, seperti Al-Kindi w. 873 M, ada lima prinsip toleransi, pertama, kebenaran adalah tugas penting manusia. Kedua, seseorang tidak bisa menguasai semua kebenaran. Ketiga, semua orang bisa terpleset dalam kesalahan, keempat, menghargai orang lain dan pendahulu yang susah payah mencari kebenaran. Dan kelima, toleransi diperlukan guna meyikapi perbedaan guna membangun masa depan. 33 Oleh karena itu, toleransi dan pluralisme sebagai fondasi kekuatan untuk mewujudkan kesatuan bangsa, berkeadilan, dan kebihenekaan. Realitasnya, persoalan pluralisme dan toleransi masih sering terjadi konflik di berbagai daerah. Seperti halnya pada massa Orde Baru ORBA konflik bermuatanan etnisitas, dan kelompok keagamaan masih sering terjadi. Namun, pemerintah secara serius meminimalisir konflik melalui pendekatan keamaanan. Konflik antar-agama dalam sekala relatif sedikit, karena peran Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI yang bergerak menggunakan kekerasan kepada pihak- 32 Abd Muqsith Ghazali, “Cetak Biru Toleransi Beragama,” dalam Abd Muqsith Ghazali, ed., Ijtihad Islam Liberal Upaya Merumuskan Keberagaman yang Dinamis Jakarta; Jaringan Islam Liberal, 2005, 45. 33 Irwan Maqsudi, Berislam Secara Toleran: Teologi Kerukunan Umat Berama, 31. 45 pihak yang dicurigai memicu konflik. Seringnya, konflik yang terjadi bermuatan etnisitas, dan ada juga bermuatan simbol-simbol kegamaan. Maka, agar konflik tidak meluas antar umat agama adanya kerjasama mendukung pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah Orde Baru. 34 Pasca reformasi 1998, persoalan pluralisme dan toleransi beragama di Indonesia tidak hanya menjadi kenyataan sosial namun juga menjadi diskursus politik dan hukum. Telah banyak regulasi yang lahir terkait pengaturan toleransi beragama di Indonesia. Regulasi-regulasi tersebut mengatur berbagai aspek menyangkut penciptaan iklim toleransi di tengah masyarakat. Seperti halnya, regulasi pendirian rumah ibadah dan regulasi menyangkut aliran-aliran keagamaan. 35 Aturan pendirian rumah ibadah menjadi satu paket dalam Peraturan Menteri Bersama PMB antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Mendagri No. 9 dan No. 8 tahun 2006 tentang “Pedoman tugas Kepala DaerahWakil dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah.” 36 Faktanya, penerapan PMB tersebut sering dilanggar oleh pemerintah daerah, bahkan melakukan tindakan intimidsi, kekerasan, penyegelan rumah ibadah, dan pembekuan Izin Mendirikan Bangunan IMB Gereja Kristen Indonesia GKI Taman Yasmin Bogor, dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP Filadelfia Bekasi. 34 Yeni Zannuba Wahid, dkk, Mengelolah Toleransi dan Kebebasan Beragama: 3 Isu Penting, Jakarta: The Wahid Institute, 2012, 71-72. 35 Yeni Zannuba Wahid, dkk., Mengelolah Toleransi dan Kebebasan Beragama: 3 Isu Penting, 2-3. 36 Zainal Abidin Bagir dkk., Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2010 Yogyakarta: Center for Religious and Cross-cultural Studies Universitas Gadjah Mada, 2010, 36. 46 Persoalan GKI Taman Yasmin Bogor dan Gereja HKBP Filadelfia Bekasi sering mengalami tindakan diskriminasi, penyegelan tempat ibadah yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat tertentu, dan pembekuan IMB yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Selain itu, adanya keputusan Presiden tentang pembubaran Ahmadiyah. Melalui Surat Keputusan Bersama SKB Tiga Menteri Jaksa Agung, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri, Nomor: 3 Tahun 2008, Nomor: KEP-033AJA62008, Nomor: 199 Tahun 2008 tentang peringatan dan perintah kepada penganut, anggota, atau pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI, dan warga masyarakat. 37 Begitu juga dengan adanya peraturan daerah Perda yang mendasarkan keputusannya kepada SKB tersebut. Keputusan ini didukung Jaksa Agung Basrief Arif mendukungan penetapan perda pelarangan Ahmadiyah dengan alasan kepala daerah lebih mengetahui kondisi sosial masyarakatnya. Sependapat dengan itu, 37 Surat Keputusan Bersama SKB Tiga Menteri: Pertama, Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. Kedua, memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, danatau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI, sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. Ketiga, Penganut, anggota, danatau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya. Keempat, memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan danatau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI. Kelima, warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keenam, memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini. Ketujuh, Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2008. Lihat The Wahid Institute, Monthly Report on Religious Issues, Edisi Juni 2008 Jakarta: The Wahid Institute, 2008, 47 Menteri Dalam Negeri berpendapat bahwa perda-perda tersebut tidak bertentangan dengan SKB. Kemudian, Menteri Agama menganggap peraturan daerah sudah tepat. 38 Sebelumnya, pada tahun 1980 Majelis Ulama Indonesia MUI memfatwakan Ahmadiyah sesat. Kemudian, pada tahun 2005 MUI mengukuhkan fatwa Ahmadiyah sesat. Dengan alasan, meningkatnya penolakan terhadap Ahmadiyah di pentas dunia global, khususnya negara-negara yang berpenduduk muslim, serta menguatnya kelompok-kelompok konservatif yang mengancam kerukunan antar-umat beragama. 39 Sependapat degan MUI, Menteri Agama Suryadharma Ali beranggapan bahwa jemaat Ahmadiyah harus dibubarkan, karena kalau tidak potensi konflik akan terus meningkat dan mengganggu kerukunan umat beragama. Ahmadiyah adalah cikal bakal terjadi konflik di masyarakat. Menteri Agama juga beralasan bahwa Ahmadiyah bertentangan dengan pokok ajaran Islam, karena itu harus diberhentikan berbagai aktifitasnya. 40 Akan tetapi, fatwa MUI dan SKB Tiga Menteri sebenarnya tidak mampu menyelasaikan masalah Ahmadiyah. SKB Ahmadiyah di lapangan justru meligitimasi tuntutan massa dan konsiderasi pemerintah mengeluar kebijakan- kebijakan diskriminatif terhadap Ahmadiyah. 41 38 Zainal Abidin Bagir dkk, Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2011 Yogyakarta: Center for Religious and Cross-cultural Studies, Universitas Gadjah Mada, 2011, 38 39 Ismail Hasani-Bonar dan Tigor Naipospos, Ahmadiyah dan Keindonesiaan Kita Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2011, 26-27. 40 The Wahid Institute, Laporan Tahunan The Wahid Institute 2010 Pluralisme Kebebasan BeragamaBerkeyakinan di Indonesia Jakarta: The Wahid Institute, 2010, 45. 41 Ismail Hasani-Bonar dan Tigor Naipospos, Menjamin Kebebasan, Mengatur Kehidupan Beragama: Laporan Studi Urgensi Kebutuhan RUU Jaminan Kebebasan BeragamaBerkeyakinan Jakarta: Seatara Institute, 2011, 125.