Pengaruh lama waktu pengomposan kiambang (Azolla Pinnata) terhadap kadar C-Organik, N, P, dan K

(1)

PENGARUH LAMA WAKTU PENGOMPOSAN KIAMBANG (Azolla Pinnata) TERHADAP KADAR C-Organik, N, P, DAN K

SKRIPSI

JUDIKA MEYLISZA SINAGA 060802028

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

PENGARUH WAKTU PENGOMPOSAN KIAMBANG (Azolla Pinnata) TERHADAP KADAR C-Organik, N, P, dan K

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JUDIKA MEYLISZA SINAGA 060802028

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH LAMA WAKTU PENGOMPOSAN KIAMBANG (Azolla Pinnata) TERHADAP KADAR C-Organik, N, P, dan K

Kategori : SKRIPSI

Nama : JUDIKA MEYLISZA SINAGA Nomor Induk Mahasiswa : 060802028

Program Studi : SARJANA ( S1 ) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di, Medan, Juni 2012

Komisi Pembimbing :

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

Drs. Chairuddin, MSc Drs. Saut Nainggolan NIP. 195912311987011001 NIP. 194701251974031001

Diketahui / Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH LAMA WAKTU PENGOMPOSAN KIAMBANG (Azolla Pinnata) TERHADAP KADAR C-Organik, N, P, dan K

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan , Juni 2012

JUDIKA MEYLISZA SINAGA 060802028


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur serta penghargaan yang setinggi – tingginya saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, kasih, dan rahmat yang telah diberikan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Saya juga mengucapkan Terima Kasih setulus hati kepada :

1. Ketua Departemen Kimia FMIPA USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc.

2. Bapak Drs. S. Nainggolan, sebagai dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc, sebagai Dosen Pembimbing II yang selalu siap sedia meluangkan waktu, membantu, dan membimbing saya dengan saran yang berguna dan kritik yang membangun hingga akhirnya skripsi ini selesai.

3. Almarhum Ibu Dra. S. Manik, M.Si, sebagai Dosen Wali saya, Bapak Prof. H. Marpaung, sebagai Kepala Laboratorium Kimia Analitik, bang Basuki, sebagai pengurus Pusat Kompos Indo-Jepang, dan seluruh Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Kimia FMIPA USU.

4. Kedua orang tua saya, St. S. Sinaga, B.A. dan M. Br. Sitio, S.Pd, yang dengan setia menemani saya selama ini, memberikan dukungan, nasehat, semangat, doa, dan mengusahakan semua bagi saya agar saya mendapatkan pendidikan yang layak. Terima kasih karena selalu mengingatkan saya agar membawa semua suka dan duka dalam doa, yang dengan atau tanpa sadar menjadi motivasi dan semangat ketika saya merasa dikecilkan oleh dunia yang besar dan yang tanpa kalian, saya pribadi tidak dapat hidup. Terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tuaku. Saya persembahkan skripsi untuk kalian orang tuaku. Maaf atas keterlambatan ini. Tuhan memberkati kalian.

5. Adik – adikku tercinta, Theresia Oktora Sinaga, Josua Jutisto Sinaga, dan Tesalonik Kwanfebro Sinaga yang senantiasa memberikan semangat dan arti hidup lewat perhatiannya.

6. Dikki Arisandi Girsang, ST, atas segala saran dan nasehat dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Sahabat – sahabat terbaikku, Maya Sahat Barita Purba AMd, Fitri Hariani, Chatrine Angelina Octavia Napitupulu, Yusa Dwita Sitio SSs, Astri Dewi Lanestia Sagala SSs, Bilson Panondang Sitorus ST, Asnanda ST, Frengki Indochan Silitonga SE, Sarlin Rumahorbo, Agus Sihombing, Sevia, Marcel, Robby, Felbo, Desi, Candra, dan juga kepada seluruh teman - teman Kimia stambuk 06.


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh lama waktu pengomposan Kiambang (Azolla Pinnata) terhadap kadar C-Organik, Nitrogen, Posfor, dan Kalium. Sampel diambil dari Desa Liberia. Sampel ditiriskan dan dirajang kecil - kecil kemudian dikomposkan dengan menambahkan bakteri EM4 dengan variasi waktu 3 hari. Penentuan kadar C-Organik dengan metode Walkey Black, penentuan kadar Nitrogen dengan metode Kjeldahl, penentuan kadar Posfor dengan Spektrofotometer UV-Visible, dan penentuan kadar Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar masing - masing unsur yang optimum diperoleh pada hari kesembilan adalah, C-Organik = 29,71%, Nitrogen = 2,70%, C/N = 11, Posfor = 0,34% dan Kalium = 2,37%. Dari hasil ini diperoleh bahwa Kiambang dapat dijadikan sebagai bahan baku pupuk organik (kompos) serta kadar C/N sesuai dengan kadar yang terdapat pada SNI.


(7)

THE EFFECT OF KIAMBANG’S DECOMPOSITION TIME (Azolla Pinnata) ON C-ORGANIC, NITROGEN, PHOSFOR, AND KALIUM LEVELS

ABSTRACT

A research about the effect of Kiambang’s decomposition time on C-Organic, Nitrogen, Phosfor, and Kalium level has been carried out. The sample was taken from Liberia village and was cut into small pieces, then start the decomposition process with adding the EM4 bacteria and varying the decomposition time with interval 3 days. The C-Organic was determined by Walkey Black method, Nitrogen with Kjeldahl method, Phosfor with UV-Visible Spectrophotometer, and Potassium with Atomic Absorption Spectrophotometer. The result showed that the level of each unsure optimum on the 9thday are C-Organic = 29,71%, Nitrogen = 2,7%, C/N = 11, Phosfor = 0,346%, and Potassium = 2,374%. It can be conclude that Kiambang can be used as organic fertilizer which fulfill the ideal level of soil C/N according to SNI.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Pembatasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Lokasi Penelitian 3

1.7 Metode Penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 4

2.1 Kiambang 4

2.1.1 Kiambang sebagai pengganti urea 4 2.1.2 Kandungan nutrisi kiambang 5

2.2 Tanah 5

2.3 Unsur hara yang diperlukan tanaman 6 2.3.1 Unsur hara Makro yang diperlukan tanaman 6 2.3.2 Unsur hara Mikro yang diperlukan tanaman 9

2.4 Pupuk 9

2.4.1 Jenis - jenis pupuk 9

2.5 Kompos 12

2.5.1 Metode pembuatan kompos 13

2.5.2 Manfaat kompos 13

2.5.3 Faktor yang mempengaruhi pengomposan 14

2.5.4 Standart kualitas kompos 16

2.5.5 Aktivator 16

2.5.6 Dedak padi 19

2.6 Penentuan kadar unsur hara makro 20

2.6.1 Penentuan Nitrogen 20

2.6.2 Penentuan C-Organik 22

2.6.3 Penentuan Fosfor 22


(9)

Bab 3 Metodologi Penelitian 28

3.1 Alat-alat 28

3.2 Bahan-bahan 29

3.3 Prosedur Penelitian 30

3.3.1 Preparasi sampel kiambang 30

3.3.2 Pembuatan starter EM4 30

3.3.3 Pembuatan kompos kiambang 30

3.3.4 Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar C-Organik 31 3.3.5 Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar Nitrogen 31 3.3.6 Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar Posfor 33 3.3.7 Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar Kalium 34

3.3.8 Penentuan kadar C-Organik 35

3.3.9 Penentuan kadar Nitrogen 35

3.3.10Penentuan kadar Fosfor 36

3.3.11Penentuan kadar Kalium 36

3.4 Bagan penelitian 38

3.4.1 Pembuatan starter EM4 38

3.4.2 Pembuatan kompos kiambang 38

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 39

4.1 Pengolahan data untuk kadar C-Organik 39 4.2 Pengolahan data untuk kadar Nitrogen 41

4.3 Penentuan rasio C/N 42

4.4 Pengolahan data untuk kadar Fosfor 43 4.5 Pengolahan data untuk kadar Kiambang 46

4.6 Pembahasan 49

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 52

5.1 Kesimpulan 52

5.2 Saran 52

Daftar Pustaka 53


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Susunan unsur hara kiambang (%) berdasarkan berat kering 5 Tabel 2.5.1 Sifat kimia kompos yang diproses menggunakan bioaktivator 18

OrgaDec

Tabel 2.5.6 Komposisi kimia dari dedak padi 19

Tabel 4.1 Data volume FeSO4 0,98N 39 Tabel 4.2 Data pengukuran kadar C-Organik 40

Tabel 4.3 Data volume HCl 0,0111N 41

Tabel 4.4 Data pengukuran kadar Nitrogen 42

Tabel 4.5 Data pengukuran kadar C/N 43

Tabel 4.6 Persamaan garis regresi pada penentuan Fosfor 43 Tabel 4.7 Data pengukuran kadar Fosfor 46 Tabel 4.8 Persamaan garis regresi pada penentuan Kalium 46 Tabel 4.9 Data pengukuran kadar Kalium 49


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Data volume FeSO4 0,98N yang terpakai pada penentuan 54 kadar C-Organik

Lampiran B Data pengukuran kadar C-Organik kompos dengan Metode 54 Walkey Black

Lampiran C Data volume HCl 0,0111N yang terpakai pada penentuan 54 Kadar Nitrogen

Lampiran D Data pengukuran kadar Nitrogen kompos dengan Metode 55 Kjeldahl

Lampiran E Data pengukuran kadar C/N 55

Lampiran F Penurunan persamaan garis regresi dengan Metode Least 55 Square

Lampiran G Data pengukuran kadar Phosfor kompos 55 Lampiran H Penurunan persamaan garis regresi dengan Metode Least 55

Square

Lampiran I Data pengukuran kadar Kalium kompos 56 Lampiran J Kurva kalibrasi larutan standar P 56 Lampiran K Kurva kalibrasi larutan standar K 56 Lampiran L Effective Microrganism 4 (EM4) 57

Lampiran M Starter EM4 57

Lampiran N Tumbuhan kiambang 58

Lampiran O Campuran kiambang rajang + dedak padi + starter EM4 58

Lampiran P Proses pengomposan 59

Lampiran Q Kompos kiambang 59


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kiambang (Azolla pinnata) adalah tumbuhan paku air yang termasuk ordo salviniales, famili azollaceae. Tumbuhan ini sangat mudah berkembang hingga terkadang dianggap petani sebagai gulma. Pemanfaatan Kiambang sebagai pupuk telah banyak dilaporkan oleh karena dapat mengikat nitrogen yang cukup besar. Pupuk organik tidak diragukan lagi menjadi sumber yang paling baik bagi agronomi sebagai penutrisi bagi tanaman (Lumpkin dan Plucknett. 1982).

Di persawahan di daerah kabupaten Tanggamus misalnya, tidak sedikit Kiambang terbuang dengan cuma-cuma karena dianggap gulma. Padahal bila dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman padi di sawah, Kiambang ini bisa menekan penggunaan pupuk urea sampai 65 Kg/ha.

Pemanfaatan Kiambang sebagai pupuk ini memang memungkinkan. Karena bila dihitung dari berat keringnya dalam bentuk kompos Kiambang kering mengandung unsur Nitrogen (N) 3 - 5 persen, Phosphor (P) 0,5 - 0,9 persen dan Kalium (K) 2 - 4,5 persen

Meski sudah diperkenalkan dan dipopulerkan sejak awal tahun 1990-an, ternyata belum banyak petani yang memanfaatkan Kiambang untuk usaha taninya. Padahal manfaat tanaman air yang satu ini cukup banyak. Selain biasa untuk pupuk dan media tanaman biasa, Kiambang juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak dan ikan.


(14)

Berdasarkan keterangan diatas, peneliti berniat untuk membuat kompos dengan bahan dasar Kiambang yaitu dengan cara mencampurkannya dengan dedak dan starter EM4, kemudian mengukur kandungan persen C-Organik, N, P, dan K dengan interval 3 hari untuk kemudian ditentukan kadar C/N pada hari keberapa yang sesuai dengan Standart Nasional Indonesia (SNI).

1.2. Permasalahan

Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaruh lama waktu pengomposan Kiambang terhadap kadar C-Organik, N, P, dan K dengan interval 3 hari sehingga didapat waktu pengomposan yang optimum dan kadar dari C/N yang sesuai dengan SNI.

1.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya pada pengomposan Kiambang dengan bakteri EM4 dan penentuan kadar C-Organik, N, P, dan K dengan interval 3 hari sehingga dapat diketahui pada hari keberapa kadar C/N sesuai dengan SNI.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu pengomposan Kiambang terhadap kadar C-Organik, N, P, K, dan kadar C/N sesuai dengan SNI.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang berguna bagi masyarakat luas yang belum mengetahui pemanfaatan dari Kiambang untuk mengurangi biaya para petani dalam pembelian pupuk anorganik.


(15)

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pusat Laboratorium Pertanian, dan Pusat Kompos Indonesia - Jepang FP USU.

1.7. Metodologi Percobaan

1. Penelitian ini merupakan eksperiment laboratorium

2. Sampel Kiambang diambil secara acak dari Kab. Serdang Bedagai, Kec. Teluk Mengkudu, Desa Liberia

3. Pengomposan dilakukan dengan menambahkan bakteri EM4 dan dedak padi, untuk kemudian diukur kadar C-Organik, N, P, dan K dengan interval 3 hari 4. Penentuan C – Organik dilakukan dengan metode Walkey Black

5. Penentuan Nitrogen dilakukan dengan metode Kjehldahl

6. Penentuan Posfor sebagai P2O5 dengan Spektrofotometer UV - Visible 7. Penentuan Kalium sebagai K2O dengan Spektrofotometer Serapan Atom


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kiambang (Azolla pinnata)

Kiambang berasal dari Bahasa Latin yaitu dari kata Azollaceae, yang merupakan tumbuhan paku air yang termasuk ordo Salviniales, family Azollaceae, dan mempunyai 6 spesies. Sangat mudah berkembang terkadang dianggap petani sebagai gulma, penduduk Indonesia menyebutnya Kiambang. Kiambang pada daerah persawahan akan mengambang diatas permukaan air dan bila air surut akan menempel pada tanah yang lembab. Pemanfaatan Kiambang sebagai pupuk pengganti urea telah banyak dilaporkan karena dapat mengikat nitrogen yang cukup besar. Spesies yang banyak terdapat di Indonesia terutama di Pulau Jawa adalah Kiambang, dan biasa tumbuh bersama – sama padi di sawah ( Lumpkin dan Plucknet, 1982 ).

2.1.1 Kiambang sebagai pengganti Urea

Meski sudah diperkenalkan dan dipopulerkan sejak awal tahun 1990-an, ternyata belum banyak petani yang memanfaatkan tanaman Kiambang untuk usaha taninya. Padahal manfaat tanaman air yang satu ini cukup banyak. Selain biasa untuk pupuk dan media tanaman biasa, Kiambang juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak dan ikan.

Di Bali, Kiambang biasa dan sering dijumpai terapung diperairan sawah dan kolam ikan, karena dianggap gulma, para petani lantas menyingkirkannya. Ditumpuk dan dibuang begitu saja. Padahal bila dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman padi di sawah, Kiambang ini bisa menekan penggunaan pupuk urea sampai 65 kg / Ha.


(17)

Bila melihat kandungan unsur hara yang tertera pada tabel 2.1, maka Kiambang sudah dapat dijadikan pupuk. Bila Kiambang diberikan secara rutin setiap musim tanam, maka suatu saat tanah itu tidak memerlukan pupuk lagi. Dibanding pupuk buatan, Kiambang memang lebih ramah lingkungan. Cara kerjanya juga mudah karena Kiambang mampu mengikat Nitrogen langsung dari udara.

2.1.2 Kandungan nutrisi Kiambang

Berikut susunan unsur hara dan asam amino yang terkandung didalam Kiambang.

Tabel 2.1 Susunan unsur hara kiambang ( % ) berdasarkan berat kering.

Unsur Kandungan

Abu Lemak kasar Protein kasar

Nitrogen Fospor Kalium Pati Magnesium

Mangan Zat besi Gula terlarut

Kalsium Serat kasar

Klorofil

10,50 3,0 – 3,30

24 – 30 4,5 0,5 – 0,9 2,0 – 4,5

6,54 0,5 – 0,6 0,11 – 0,16 0,06 – 0,26

3,5 0,4 – 1,0

9,1 0,34 – 0,55

2.2 Tanah

Penghancuran batuan pada kerak bumi terjadi secara fisik maupun kimia. Energi sinar matahari yang mengenai bumi berpengaruh besar terhadap penghancuran batuan bumi


(18)

ditambah dengan adanya air yang mempercepat lapuknya batuan menjadi bagian yang lebih kecil dan halus, inilah awal terjadinya tanah.

Tanah, sebenarnya tersusun atas mineral primer dan mineral sekunder serta bahan organik, tetapi kemudian diklasifikasikan berdasarkan komponen – komponen penyusun tanah, yaitu :

1. Partikel mineral yang merupakan hasil perombakan batuan dipermukaan bumi dan ini merupakan bagian terbesar tanah

2. Bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran binatang serta bangkainya

3. Air 4. Udara

5. Kehidupan mikroorganisme

Secara umum tanah mempunyai fungsi : 1. Memberi unsur hara dan sebagai media perakaran

2. Menyediakan air sekaligus sebagai tempat penampungan air 3. Menyediakan udara untuk respirasi akar

4. Sebagai tempat bertumpunya akar untuk menahan berdirinya tanaman.

2.3. Unsur Hara yang Diperlukan Tanaman

Unsur hara yang diperlukan tanaman terbagi dua yaitu unsur hara makro dan mikro.

2.3.1. Unsur Hara Makro yang Diperlukan Tanaman

1. Unsur Karbon ( C ), Oksigen ( O ), dan Hidrogen ( H )

Ketiga unsur ini didapat dari udara dan air. Karbon diambil dari udara dalam bentuk CO2, oksigen selain berasal dari CO2 juga berasal dari udara dan bahan organik. Hidrogen banyak terdapat dalam air juga pada bahan organik. Unsur tersebut dapat langsung diserap oleh tanaman.


(19)

2. Unsur Nitrogen ( N )

Unsur ini diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif ( pertumbuhan daun dan batang ), dan untuk berkembangnya mikroorganisme dalam tanah. Nitrogen diserap akar tanaman dalam bentuk nitrat atau ammonium, yang berpengaruh mempercepat sintesis karbohidrat diubah menjadi protein. Nitrogen memang banyak terdapat diudara yaitu sekitar 78%, tetapi untuk dapat diserap tanaman harus dalam bentuk nitrat dan amoniak ( Isnaini, M., 2006 ).

Fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah sebagai berikut : 1. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman

2. Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan klorosis ( pada daun muda menjadi berwarna kuning pucat ).

3. Meningkatkan kadar protein dalam tanaman

4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun – daunan

5. Meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme didalam tanah (Mulyadi, M., 2002).

3. Unsur Fosfor ( P )

Unsur ini penting untuk mempercepat pertumbuhan akar, mempercepat pendewasaan tanaman, dan mempercepat pembentukan buah dan biji serta meningkatkan produksi. Sumber fosfat yang terdapat didalam tanah berasal dari batu kapur fosfat mineral misalnya, sisa – sisa tanaman dan bahan organik lainnya, dan juga pupuk buatan yang masih tersisa dalam tanah. Pada pemupukan fosfor yang dilakukan bersamaan dengan ammonium NH4+ dalam larikan tanaman akan menyebabkan tanaman tumbuh pesat. Kekurangan fosfor mengakibatkan pertumbuhan akar terhambat, pematangan buah terhambat, dan biji menjadi tidak normal.


(20)

4. Unsur Kalium ( K )

Meskipun bukan elemen pembentuk bahan organik tetapi peran kalium penting untuk pembentukan karbohidrat protein, mengeraskan batang tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman dari penyakit, dan meningkatkan kualitas biji. Ion kalium sangat penting bagi berlangsungnya fotosintesis, tanpa kalium fotosintesis berhenti. Sumber – sumber kalium adalah beberapa jenis mineral, sisa tanaman, air irigasi, abu tanaman, dan pupuk buatan.

5. Unsur Kalsium ( Ca )

Unsur ini penting untuk pertumbuhan ujung tanaman bulu – bulu akar. Kalsium berhubungan langsung dengan pembentukan dinding sel sehingga sangat mempengaruhi kesegaran tanaman. Kalsium juga dapat menetralkan asam dalam tanah. Sumber kalsium yang paling umum adalah batu kapur.

6. Unsur Magnesium ( Mg )

Merupakan bagian dari klorofil yang sangat berpengaruh pada proses fotosintesis. Unsur ini banyak terdapat dalam buah atau bagian generatif tanaman. Sumber magnesium antara lain adalah hasil dekomposisi batuan yang mengandung mineral misalnya batu kapur dolomite.

7. Unsur Belerang ( S )

Unsur ini diperlukan oleh tanaman yang masih muda, dan penting untuk pembentukan klorofil, dan meningkatkan daya tahan pada penyakit. Sumber – sumber belerang adalah sisa tanaman atau hewan yang banyak mengandung protein yang telah mengalami dekomposisi, juga dari pupuk ( ammonium sulfat, superfosfat ).


(21)

2.3.2. Unsur Hara Mikro yang Diperlukan Tanaman

Selain unsur hara makro yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah banyak, ada unsur hara yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit, biasa disebut unsur hara mikro, unsur hara minor atau trace element. Dalam satu hektar lahan misalnya hanya memerlukan beberapa gram sampai satu kilogram unsur hara mikro saja. Sumber utama unsur hara mikro ini antara lain batu – batuan mineral, sisa – sisa bahan organik, dan air irigasi. Unsur – unsur hara mikro ini yaitu Besi ( Fe ), Boron ( B ), Mangan ( Mn ), Tembaga ( Cu ), Seng ( Zn ), Molybdenum ( Mo ), dan yang terakhir adalah Khlor ( Cl ) (Isnaini, M., 2006).

2.4. Pupuk

Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah, karena berisi satu atau lebih unsur yang akan habis dihisap tanaman. Jadi, memupuk berarti menambah unsur hara kedalam tanah dan tanaman ( Lingga, P., 2004 ).

Bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan pada manusia. Oleh tanaman, pupuk digunakan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang. Jika dalam makanan manusia dikenal ada istilah gizi, maka dalam pupuk dikenal dengan nama zat atau unsur hara. Pupuk yang beredar saat ini terdiri dari bermacam – macam jenis, bentuk, warna, dan merk. Namun, berdasarkan cara aplikasinya hanya ada dua jenis pupuk, yaitu pupuk akar dan pupuk daun ( Sigit, P., 2001 ).

Pupuk didefenisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara (Novizan, 2005).

2.4.1. Jenis – jenis Pupuk

Berdasarkan cara pemberiannya, pupuk digolongkan menjadi pupuk akar dan pupuk daun.


(22)

1. Pupuk Akar

Disebut pupuk akar karena lebih tepat sasaran bila diberikan lewat akar atau tanah. Pupuk akar merupakan pupuk yang pertama dikenal manusia. Pemberian pupuk lewat akar sebenarnya relatif aman tetapi efisiensinya relatif rendah. Pada pemberian pupuk akar, sebagian unsur hara didalamnya akan hilang tercuci lewat air penyiraman atau air hujan. Dengan demikian, sebagian unsur yang dibutuhkann tanaman menjadi berkurang ( Sigit, P., 2001 ).

Menurut cara melepaskan unsur hara, pupuk akar dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Pupuk Fast Release

Jika pupuk ini ditebarkan ke tanah, dalam waktu singkat, unsur hara yang dikandungnya dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kelemahan pupuk ini adalah cepat habis, bukan hanya diserap oleh tanaman, tetapi juga menguap atau tercuci oleh air. Contohnya, urea.

b. Pupuk Slow Release

Sering disebut dengan pupuk lepas terkendali ( controlled release ) akan melepaskan unsur hara yang dikandungnya sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, manfaat yang dirasakan dari satu kali aplikasi lebih lama dibandingkan dengan pupuk diatas. Mekanisme ini dapat terjadi karena unsur hara yang dikandung pupuk slow release dilindungi secara kimiawi dan mekanis ( Novizan, 2005 ).

2. Pupuk Daun

Jenis pupuk ini baru dikembangkan setelah manusia mengenal penyerapan unsur hara lewat mulut daun ( stomata ). Pemberian pupuk ini juga lebih efisien diserap oleh tanaman bila dibandingkan dengan pupuk akar. Namun, pemberiannya harus dilakukan dalam jumlah yang tepat karena pupuk daun yang diberikan secara berlebihan dapat menyebabkan daun seperti terbakar dan dapat merusak daun.


(23)

Berdasarkan bentuknya, pupuk dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Pupuk Padat

Bila diperinci pupuk padat dapat terdiri dari bermacam – macam bentuk, seperti serbuk, butiran, tablet, dan kapsul.

2. Pupuk Cair

Dibedakan atas kekentalan atau konsentrasinya yang berkaitan dengan kadar unsur yang dikandungnya ( Sigit, P., 2001 ).

Berdasarkan komponen utama penyusunnya, pupuk dibagi menjadi : 1. Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa – sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan ( dekomposisi ) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kandang dan pupuk kompos. Pupuk kompos berasal dari sisa – sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah.

2. Pupuk Buatan ( Anorganik )

Adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki presentase kandungan hara yang tinggi. Contoh pupuk anorganik adalah urea, TSP, dan gandasil. Jenis pupuk buatan sangat banyak ( Novizan, 2005 ).

Menurut unsur hara yang dikandungnya, pupuk buatan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Pupuk Tunggal

Ialah pupuk yang hanya mengandung satu jenis unsur, misalnya urea b. Pupuk Majemuk

Ialah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur, misalnya NPK, beberapa jenis pupuk daun, dan kompos

c. Pupuk Lengkap

Ialah pupuk yang mengandung unsur secara lengkap ( keseluruhan ), baik unsur mikro maupun makro ( Lingga, P., 2004 ).


(24)

2.5. Kompos

Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik alami yang banyak dikenal oleh petani. Istilah kompos lazim digunakan untuk pupuk organik yang berasal dari daun atau bagian tanaman lainnya. Setelah dilapukkan, daun atau bagian tanaman lain akan menjadi bahan yang berbeda dengan asalnya dan sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Selain sisa tanaman, untuk membuat kompos dapat juga digunakan sampah kota atau sampah rumah tangga. Secara alamiah, bagian atas tanah yang disebut serasah merupakan kompos hasil pelapukan sisa tanaman.

Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan yang cukup dengan dicirikan warna sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah, dan mempunyai suhu sesuai dengan suhu ruangan.

Cara membuat kompos sangat bervariasi. Namun, pada dasarnya cara pembuatannya sama, yaitu mengubah bahan – bahan yang bersifat organik menjadi bahan anorganik atau siap diserap tanaman. Terjadinya perubahan pada bahan kompos tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme atau bakteri pembusuk. Oleh karena itu, salah satu kunci agar didapat kompos yang berkualitas baik adalah dengan cara merangsang dan mengembangkan bakteri – bakteri pembusuk.

Pengomposan juga dimaksudkan untuk menurunkan kadar karbon terhadap nitrogen atau sering disebut C/N ratio. Kompos yang bahan dasarnya masih mentah atau kadar C/N – nya masih tinggi tidak baik bagi tanaman dan tanah. Sisa tanaman dan sisa rumah tangga yang belum dikomposkan bila diberikan langsung kedalam tanah akan terjadi proses pengomposan dalam tanah. Oleh karena didalam tanah kandungan air dan udara cukup tersedia maka proses pengomposan berlangsung cepat dan mengakibatkan kadar CO2 tanah juga meningkat cepat. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi tanah dan tanaman diatasnya. Kalau proses ini terjadi pada tanah – tanah yang ringan maka dapat menyebabkan daya ikat tanah terhadap air menurun, struktur tanah berubah kasar, dan seperti berserat. Secara uji kimiawi ukuran yang digunakan untuk kadar C/N ratio kompos yang sudah matang berkisar antara 10 – 30 (Sigit, P., 2001).


(25)

2.5.1. Metode Pembuatan Kompos

Metode pembuatan kompos terbagi atas dua ( 2 ) yaitu : 1. Metode aerob

Pada pengomposan secara aerob, proses dekomposisi bahan baku menjadi kompos akan berlangsung optimal jika ada oksigen.

2. Metode anaerob

Pada pengomposan anaerob, tidak memerlukan oksigen. Pengomposan secara anaerob akan lebih efektif jika diterapkan dalam skala besar, seperti untuk mengolah tandan kosong kelapa sawit . Proses pengomposan anaerob lebih efisien karena tidak perlu proses pembalikan seperti yang dilakukan pada pengomposan secara aerob ( Sofian, 2008 ).

2.5.2. Manfaat Kompos Bagi Tanaman

Kompos sangat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman. Kompos tidak hanya menambah unsur hara, tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Manfaat kompos yaitu :

1. Memberikan nutrisi bagi tanaman

Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsur hara terbagi atas unsur hara makro dan unsur hara mikro, yang keduanya dapat dilengkapi apabila menggunakan kompos sebagai pupuk.

2. Memperbaiki struktur tanah

Kompos merupakan perekat pada butir – butir tanah dan mampu menjadi penyeimbang tingkat kerekahan tanah. Kehadiran kompos pada tanah juga menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakkukan aktivitas pada tanah. Dengan demikian, tanah yang semula keras dan sulit ditembus air dan udara, kini dapat menjadi gembur akibat dari adanya mikroorganisme tersebut. 3. Meningkatkan kapasitas tukar kation

Kapasitas tukar kation ( KTK ) adalah sifat kimia yang berkaitan erat dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi akan lebih mampu menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dari pada tanah yang memiliki KTK yang rendah.


(26)

4. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air

Tanah mempunyai pori – pori ( suatu bagian yang tidak terisi bahan padat ). Bagian ini biasanya diisi oleh air dan udara. Tanah yang dicampur dengan kompos akan mempunyai pori – pori yang mempunyai daya rekat dengan tanah yang baik sehingga mampu mengikat dan mempertahankan ketersediaan air didalam tanah. Secara tidak langsung penambahan kompos membantu untuk menahan terjadinya erosi.

5. Membantu meningkatkan aktivitas biologi

Kompos yang diberikan kepada tanah berisi mikroorganisme yang menguntungkan tanaman. Jika berada didalam tanah, mikroorganisme tersebut akan membantu kehidupan mikroorganisme didalam tanah. Selain berisi jamur dekomposer dan bakteri, keberadaan kompos akan membuat tanah menjadi sejuk, kondisi inilah yang disenangi oleh banyak mikroorganisme.

6. Meningkatkan pH pada jenis tanah asam

Unsur – unsur hara didalam tanah, akan lebih mudah diserap oleh tanaman apabila tanah tersebut memiliki pH netral.

7. Meningkatkan unsur hara mikro

Kompos membantu mencukupkan kebutuhan tanaman akan unsur hara mikro yang jumlahnya sangat sedikit didalam tanah.

8. Kompos tidak menimbulkan masalah lingkungan

Berbeda dengan jenis pupuk kimia yang akhir dari penggunaannya hanya menambah kerusakan lingkungan karena zat kimia yang dipakai tidak dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme yang terdapat didalam tanah (Yuwono, D., 2007).

2.5.3. Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pengomposan adalah yaitu : 1. Rasio C/N

Kecepatan dekomposisi bahan organik ditunjukkan oleh perubahan rasio C/N selama proses demineralisasi, akan berkurang sedemikian rupa menurut waktu. Apabila ratio C/N sudah mencapai angka 10 - 20, maka dapat dikatakan


(27)

bahwa proses dekomposisi sudah mencapai tingkat akhir atau kompos sudah matang.

2. Suhu

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap pengomposan. Suhu optimum bagi pengomposan adalah 40 – 60oC. Jika suhu pengomposan mencapai angka 60oC, bakteri akan berhenti bekerja.

3. Tingkat Keasaman ( pH )

Pengaturan pH selama proses pengomposan sangat penting untuk selalu dilakukan. Pada awal pengomposan, reaksi cenderung agak asam karena masih terjadi perombakan asam – asam organik sederhana. Namun pH akan beralih naik sejalan dengan proses pengomposan yang mulai berhenti dan akhirnya akan stabil pada pH netral.

4. Jenis mikroorganisme yang terlibat

Proses pengomposan cenderung menghabiskan banyak waktu. Untuk itu sering digunakan bakteri atau starter atau aktivator yang berfungsi untuk mempercepat berlangsungnya proses pengomposan. Biasanya aktivator ini mengandung mikroorganisme ( kultur bakteri ), enzim, dan asam humat. Mikroorganisme yang ada didalam aktivator ini akan merangsang aktivitas mikroorganisme yang ada dalam bahan – bahan yang akan dikomposkan tadi agar cepat berkembang. Akibatnya, mikroorganisme yang ada dalam bahan kompos akan semakin banyak dan proses dekomposisi pun akan semakin cepat.

5. Aerasi

Dalam proses pengomposan, aerasi yang baik sangat diperlukan agar proses pengomposan dapat berjalan dengan lancar. Pada umumnya pengaturan aerasi dilakukan dengan cara membolak – balikkan tumpukan bahan kompos secara berkala.

6. Kelembapan

Kelembapan optimum yang diperlukan dalam proses pengomposan ini adalah sekitar 50 – 60% setelah dilakukan pencampuran bahan organik.

7. Ukuran bahan baku

Semakin kecil ukuran bahan baku maka proses pengomposan akan berlangsung dengan lebih cepat.


(28)

2.5.4. Standart Kualitas Kompos

Kompos dikatakan bagus dan siap digunakan jika sudah memiliki tingkat kematangan yang sempurna. Kompos yang baik dapat dikenali dengan memperhatikan bentuk fisiknya, yaitu sebagai berikut :

a. Jika diraba, suhu tumpukan bahan yang dikomposkan sudah dingin, mendekati suhu normal ruangan.

b. Tidak berbau busuk

c. Bentuk fisiknya sudah menyerupai tanah yang berwarna kehitaman d. Jika dilarutkan kedalam air, kompos yang sudah matang tidak akan larut e. Strukturnya remah dan tidak menggumpal

Jika dianalisis dilaboratorium, kompos yang sudah matang akan mempunyai ciri sebagai berikut :

a. Tingkat keasaman ( pH ) kompos antara 6,5 – 7,5 b. Memiliki C/N sebesar 10 – 20

c. Kapasitas tukar kation ( KTK ) tinggi, mencapai 110 me/100gram d. Daya absorbsi tinggi ( Simamora, S., 2006 ).

2.5.5. Aktivator

Membuat kompos sebenarnya sangat mudah, bahkan tanpa tempat dan peralatan / mesin khusus sekalipun, secara alami sampah organik akan terurai menjadi kompos. Namun, dengan membiarkannya begitu saja, proses pengomposan tersebut akan memakan waktu lama. Saat ini, banyak aktivator yang beredar dipasaran.

Aktivator merupakan bahan yang terdiri dari enzim, asam humat, dan mikroorganisme ( kultur bakteri ) yang berfungsi untuk mempercepat proses pengomposan.


(29)

Beberapa aktivator yang sering digunakan yaitu : 1. Dectro ( cair )

Dectro berisi mikroorganisme menguntungkan yang diambil dari tanah dan tanaman melalui kultur jaringan dalam biakan cair. Hasil kerja mikroorganisme ini mampu mempercepat proses dekomposisi limbah dan sampah organik, mempercepat pelepasan unsur hara, meningkatkan tersedianya unsur hara bagi tanaman, dan mampu menekan aktivitas mikroorganisme yang merugikan ( pathogen ).

Dectro terdiri dari Lactobacillussp., Actynomycetes sp., Streptomycetes sp., Rhizobium sp., Acetybacter sp., mould, dan yeast. Activator Dectro memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut :

a. Melapukkan bahan organik

b. Menguraikan bahan organik menjadi senyawa dasar ( hara ) yang diserap tanaman

c. Mempercepat proses pengomposan bahan organik

d. Menekan dan menghilangkan bakteri merugikan ( pathogen ) e. Menetralkan pH tanah

f. Media pengantar dalam proses fermentasi bahan organik

g. Menetralisir kadar racun dalam tanah yang merupakan akumulasi sisa penggunaan pupuk kimia

2. Organic Decomposer (Orgadec)

OrgaDec atau Organic Decomposer merupakan bioaktivator yang bahannya berupa mikroorganisme asli Indonesia yang memiliki kemampuan menurunkan C/N ratio dalam waktu relatif singkat dan bersifat antagonis terhadap beberapa penyakit akar. Mikroba yang terkandung dalam OrgaDec terdiri dari Trichoderma pseudokoningii dan Cythophaaga sp.

Formula bioaktivator OrgaDec ditemukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor. Bioaktivator OrgaDec tidak bersifat sebagai penghancur bahan lognoselulosa, melainkan sebagai biang untuk mempercepat pelapukan ( menguraikan komponen menjadi lebih sederhana sehingga mudah diserap oleh tanaman ). Karena itu, secara visual kompos yang dihasilkan masih menyerupai bahan asalnya dan tidak hancur.


(30)

Berikut ini sifat kimia kompos dari berbagai limbah padat organik yang diproses menggunakan bioaktivator OrgaDec. Data ini merupakan hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Tanah dan Daun, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia ( BPBPI ), Bogor.

Tabel 2.5.5 Sifat kimia kompos yang diproses menggunkan bioaktivator OrgaDec

Sifat Kimia

Jenis Kompos

1 2 3 4 5

pH Ntotal ( % ) Corganik (%)

C/N rasio P2O5 (%) K2O ( % ) CaO ( % ) MgO (%) 0,0 1,5 35,1 23,0 0,8 2,5 1,0 0,9 4,2 2,1 34,6 16,0 0,4 0,7 1,5 0,4 5,4 1,3 33,7 26,0 0,2 5,5 0,2 0,6 - 1,76 35,25 20,0 0,8 4,21 0,67 0,53 - 1,41 35,25 18,0 0,11 1,74 0,11 0,13

Keuntungan menggunakan bioaktivator OrgaDec sebagai berikut : a. Sesuai dengan kondisi tropis

b. Menurunkan C/N secara cepat

c. Tidak membutuhkan tambahan bahan lain d. Tidak perlu dilakukan pembalikan

e. Antagonis terhadap penyakit jamur ( Sofian, 2008 ).

3. Effective Microorganism4( EM4 )

EM4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan, berasal dari alam Indonesia asli, bermanfaat bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi tanaman, serta ramah lingkungan. Mikroorganisme yang ditambahkan akan membantu penyerapan unsur hara. EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam laktat


(31)

(Lactobacillus sp.), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp. ), Actinomycetes sp., dan ragi ( yeast ).

Satu hal yang menjadi pembatas dalam aplikasi EM4 adalah jangka hidup dari mikroorganisme yang terkandung didalamnya. Dalam kondisi dorman dikemasan, EM4 dapat disimpan selama satu tahun ( Sigit, P., 2001 ).

2.5.6. Dedak padi

Dedak padi adalah hasil samping dari pabrik penggilingan padi dalam memproduksi beras, yaitu bagian luar (kulit ari) beras yang dibuang pada waktu dilakukan (pemutihan) beras. Definisi dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Sementara bekatul (polish) adalah lapisan tipis dari butiran padi yang melindungi butiran beras termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Namun, karena alat penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya dedak dan bekatul bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak atau bekatul saja.

Dedak padi per 100 gramnya mengandung 600 – 700 mg Mg, Kalsium sebanyak 500 – 700 mg, Zink 1,7 mg dan Phosfor sebesar 1000 – 2000 mg (Kurniati dan Nugrahaeni, 2009). Dedak padi kaya akan thiamin dan sangat tinggi dalam niasin (Bidura, 1998).

Tabel 2.5.6 Komposisi kimia dari Dedak Padi

Keterangan Dedak padi

Protein ( % ) (Nx6,25) Lemak ( % )

Serat kasar ( % ) Karbohidrat ( % ) Abu (%)

Kalsium (mg/g) Magnesium (mg/g) Fosfor (mg/g)

12,0 - 15,6 15,0 – 19,7 7,0 - 11,4 34,1 – 52,3

6,6 – 6,9 0,3 – 1,2 5 – 13 11 – 25


(32)

Fitin fosfor (mg/g) Silika (mg/g) Seng (mg/g)

Tiamin (μg/g) Riboflavin (μg/g) Niasin (μg/g)

9 – 22 6 – 11 43 – 528

12 – 24 1,8 – 4,3 267 - 499

2.6. Penentuan Kadar Unsur Hara Makro

2.6.1. Penentuan Nitrogen

Cara ini terutama penting dalam penentuan kadar protein. Pada dasarnya, bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat panas hingga hancur. Disini nitrogen diubah menjadi ion amonium. Pada tahap berikutnya, larutan ditambah basa kuat sehingga bereaksi basa lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dengan HCl baku yang tertentu jumlahnya untuk mengikat NH3. Destilat dititrasi dengan NaOH baku untuk menentukan kelebihan asam.

Reaksi – reaksi :

X + oksidator NH4+ + CO2 + H2O + lain – lain (destruksi) NH4+ + OH- NH3 + H2O (destilasi)

NH3 + HCl NH4Cl (penampungan) NH4Cl + NaOH NaCl + NH4OH (titrasi)

Atau :

NH3 + H3BO3 NH4BO2 (penampungan)


(33)

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut – turut sebagai berikut : 5,95; 5,71; dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.

Tabel 2.6.1. Faktor yang Digunakan untuk Konversi Nitrogen menjadi Protein

Komoditi Faktor konversi untuk protein dalam tabel komposisi bahan

Faktor koreksi dari harga protein menjadi

“protein kasar“ Beras ( semua jenis )

Gandum biji Tepung Produk Kacang tanah Kacang kedelai Kelapa

Susu ( semua jenis ) / keju

Makanan lain (umum)

5,95 5,83 5,70 5,70 5,46 5,71 5,30 6,38 6,25

1,05 1,07 1,10 1,10 1,14 1,09 1,18 0,98 1,0

Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula – mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Ammonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro ( Sudarmadji, 1992 ).


(34)

2.6.2. Penentuan C – Organik

Material organik tanah merupakan sisa tumbuhan, hewan, dan organisme tanah, baik yang telah mengalami dekomposisi maupun yang sedang mengalami dekomposisi. Material organik tanah yang tidak terdekomposisi menjadi humus yang berwarna coklat sampai hitam dan bersifat koloidal. Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik yang mudah teroksidasi akan mereduksi Cr2O7 2-yang diberikan secara berlebihan. Reaksi ini terjadi karena adanya energi 2-yang dihasilkan oleh reaksi H2SO4 pekat dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr6+ direduksi oleh C – Organik menjadi warna hijau dari Cr3+ (Nurdin, M. S., 2002 ).

Teknik penetapan C – Organik yang paling standart adalah oksidasi bahan organik oleh dikromat yang mana metode ini sering disebut Metode Walkey Black. Dalam prosedurnya kalium dikromat ( K2Cr2O7 ) dan asam sulfat pekat (H2SO4) ditambahkan kedalam bahan organik, dimana larutan tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air. Penambahan asam posfat ( H3PO4 ) kedalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi interferensi dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi.

Persamaan reaksi :

2 Cr2O72- + 3 C + 16 H+ 4Cr3+ + 3 CO2 + 8H2O

Prosedur Walkey Black ini sangat luas digunakan, sederhana, cepat, dan tidak memerlukan peralatan yang yang mahal ( Zimmerman, 1997 ).

2.6.3. Penentuan Posfor

Ada beberapa metode analisis kuantitatif fosfor, yaitu : 1. Metode asam askorbat

Asam askorbat merupakan salah satu pereduksi yang dapat menghasilkan senyawa kompleks berwarna. Dalam metode asam askorbat, ammonium molibdat bereaksi dalam medium asam dengan fosfor membentuk kompleks fosfomolibdat berwarna kuning yang akan direduksi menjadi kompleks biru-molibdem (molybdenum blue) oleh asam askorbat yang mempunyai panjang gelombang absorbansi maksimum


(35)

itu, metode ini lebih sederhana, cepat dan akurat. Akan tetapi reagen yang digunakan kurang stabil (Bernhart, 1954).

2. Metode SnCl2 (Deniges methods)

SnCl2 merupakan salah satu pereduksi yang mempunyai kesensitifan besar, tetapi pereaksi ini kurang stabil dan harus digunakan dalam keadaan baru. Dalam metode ini, SnCl2 bereaksi dengan ammonium molibdat membentuk kompleks berwarna biru yang mengabsorpsi maksimum cahaya pada panjang gelombang 690 nm. Kepekatan warna yang dihasilkan tergantung pada proporsi reagen yang ditambahkan, temperatur dan waktu reaksi. Metode ini terganggu oleh silikat dan arsenit (positif) sedangkan arsenat, fluorida, thorium, bismut, sulfida, tiosianat (negatif). Warna yang terbentuk lebih stabil dibandingkan dengan metode asam askorbat (Abbott, 1963).

3. Metode Vanadat

Fosfor bereaksi dengan vanadat membentuk senyawa kompleks berwarna kuning. Pencampuran pereaksi vanadat dan molibdat harus dilakukan beberapa hari sebelum digunakan karena sangat cenderung untuk mengendap. Bahan-bahan organik yang turut tercampur harus terlebih dahulu dihilangkan agar tidak mengganggu warna yang dihasilkan menggunakan pereaksi pengoksidasi (The Tintometer, 1967) .

4. Metode Hidroquinon-molibdat

Salah satu pereduksi yang paling klasik adalah hidrouinon yang pada saat sekarang ini kurang dianggap penting, namun masih digunakan dalam Association of Official Analytical chemistry (AOAC). Pada metode ini ammonium molibdat direaksikan dengan larutan fosfor membentuk ammonium fosfomolibdat berwarna kuning, kemudian direduksi dengan hidroquinon menjadi senyawa kompleks berwarna biru (molydenum blue). Waktu tunggu untuk pembentukan warna maksimum adalah selama 5 menit.

5. Metode molibdat-metol (Tschopp ,s method)

Metol (β-methylamino phenol sulphate) salah satu pereduksi yang cukup stabil dengan harga yang murah. Dalam metode ini, bila sampel mengandung NO3- lebih


(36)

dari 1 mg boleh digunakan Comparator, dan jika lebih dari 3 mg harus menggunakan pereaksi Neshler. Metode ini 500 kali kurang sensitif terhadap silika dibanding fosfat. Selain itu reaksi arsenit dan fosfor akan memberi warna yang hampir sama sehingga arsenit perlu dihilangkan dengan penambahan H2S, diikuti penyaringan dan penguapan. Komponen lain seperti gula, laktat, citrat, tartarat, oksalat dan garam-garam organik lainnya akan menekan intensitas warna yang dihasilkan sehingga semua komponen tersebut juga harus dihilangkan terlebih dahulu.

6. Metode amino-naftol-asam sulfonat

Metode ini didasarkan atas modifikasidari fisk dan prosedur Subbarow. Fosfor anorganik direaksikan dengan ammonium molibdat, selanjutnya direduksi dengan amino-naftol-asam sulfonat sehingga dihasilkan kompleks berwarna biru.Metode ini pada umumnya kurang sensitif. Waktu reaksi yang diperlukan untuk pengembangan warna adalah 15 menit (Snell, 1984).

7. Metode Valin Vanadomolibdat Tablet

Metode ini telah disederhanakan dengan menggunakan pereaksi dalam bentuk tablet. Sama halnya seperti vanadat, kompleks yang dihasilkan berwarna kuning (The Tintometer, 1967).

2.6.4. Penentuan Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrofotometer serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom dimana atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti lebih banyak memperoleh energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2002).

Berdasarkan proses atomisasi, maka metode spektrofotometri serapan atom dibagi menjadi 2 bagian yaitu :


(37)

1. Spektrofotometri Serapan Atom dengan Atomisasi Nyala

Gambar berikut menunjukkan dalam bentuk skema komponen-komponen dasar dari suatu spektrofotometer serapan atom.

Gambar 1. Komponen-komponen dari suatu SSA Keterangan :

1. Lampu katoda berongga 2. Nyala

a. Bahan bakar b. Contoh c. Oksigen 3. Monokromator 4. Detektor

5. Penguat arus searah 6. Pencatat

Sumber umum pada absorpsi atomik adalah tabung katoda berongga.Tabung ini mengandung katoda dan anoda yang cekung dan silindrik dalam suatu atmosfir gas inert (seringkali argon) pada tekanan rendah. Tabungnya dijalankan dengan sumber tenaga yang memberikan beberapa ratus volt. Atom-atom gas terionisasikan didalam lucutan listrik dan benturan ion-ion berenergi dengan permukaan katoda. Mengusir atom-atom logam yang telah tereksitasikan. Hal ini mengakibatkan terjadinya spektrum garis dari logam yang menampakkan diri sebagai suatu basa didalam ruangan pada katoda cekung (Underwood, 1994).

6 a

b c


(38)

2. Spektrofotometri Serapan Atom dengan Atomisasi tanpa nyala

Metode tanpa nyala lebih disukai daripada metode nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, haruslah bersifat sumber yang kontiniu. Disamping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorbsi yang semonokromatis mungkin. Perangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu dikenal sebagai lampu pijar hollow cathode. Lampu ini memiliki 2 elektroda, 1 diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Lampu ini di isi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu. Suatu garis yang diinginkan dapat diisolasi dengan suatu monokromator (Khopkar, 2002).

Cara kerja Spektrofotometer Serapan Atom :

1. Sumber sinar yang berupa tabung katoda berongga (Hollow Chatode Lamp) menghasilkan sinar monokromatis yang mempunyai beberapa garis resonansi 2. Sampel diubah fasenya dari larutan menjadi uap atom bebas di dalam atomizer

dengan nyala api yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dengan oksigen

3. Monokromator akan mengisolasi salah satu garis resonansi yang sesuai dengan sampel dari beberapa garis resonansi yang berasal dari sumber sinar

4. Energi sinar dari monokromator akan diubah menjadi energi listrik dalam detektor

5. Energi listrik dari detektor inilah yang akan menggerakkan jarum dan mengeluarkan grafik

6. Sistem pembacaan akan menampilkan data yang dapat dibaca dari grafik


(39)

Beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan dalam SSA di antaranya:

1. Laju aspirasi cuplikan ke dalam nyala. Ini tergantung pada tekanan udara, ukuran kapiler dan viskositas larutan.

2. Derajat dispersi atau atomisasi larutan; hanya tetesan lebih halus tersedot dalam nyala, sedangkan tetesan lebih besar turun dan keluar lewat pembuangan. Bagian tetesan halus tergantung dari tekanan udara, suhu ‘nozzle’ tempat terjadinya atomisasi, dan tegangan permukaan larutan.

3. Suhu nyala. Faktor ini mempengaruhi derajat penguraian senyawa menjadi atom-atom dan berpengaruh terhadap garis serapan.

4. Kedudukan berkas sinar dalam nyala. Populasi atom berubah terhadap tinggi nyala dengan cara yang rumit. Jika penguraian menjadi atom-atom lambat, populasi atom naik di bagian makin tinggi dalam nyala sampai dekat ujung nyala dan populasi atom berkurang ditempat nyala yang dingin. Jika penguraian berlangsung cepat, populasi atom sesuai dengan tinggi suhu nyala. 5. Pengaruh antar unsur, yang paling nyata disebabkan oleh reaksi kimia dalam

nyala. Unsur yang dapat menyebabkan gangguan itu berasal dari larutan itu sendiri.

6. Gangguan pada pengerjaan sampel, yaitu terjadinya pencampuran bahan-bahan

kimia lain pada sampel


(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengolahan data untuk kadar C-Organik kompos Kiambang

a. Penentuan normalitas FeSO4 standar

Penentuan Normalitas FeSO4 standar menggunakan rumus seperti dibawah ini:

4 7 2 2 7 2 2 4 FeSO FeSO V O Cr K V x O Cr K N N = Dimana :

N FeSO4 = Normalitas FeSO4 standar

V FeSO4 = mL FeSO4 yang terpakai untuk blangko

N K2Cr2O7 = Normalitas K2Cr2O7 yang digunakan sebagai larutan standar primer V K2Cr2O7 = mL K2Cr2O7 yang digunakan untuk menstandarisasi

Maka normalitas FeSO4 standar adalah : N FeSO4 = 0,98 N

Tabel 4.1 Data Volume FeSO4 0,98 N yang terpakai pada Penentuan C – Organik

No Sampel Berat kering (g) V FeSO4

0,98N (mL)

1 Blanko -

10,20 10,19 10,20

2 Sebelum pengomposan 0,1

0,90 1,00 1,00

3 Pengomposan 3 hari 0,1

2,30 2,50 2,50

4 Pengomposan 6 hari 0,1

3,00 2,90 3,10

5 Pengomposan 9 hari 0,1

3,20 3,10 3,10


(41)

b. Penentuan % C-Organik dalam kompos Kiambang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

C – Organik (%) =

[

(

)

]

77 , 0 ) ( ker 33 , 0

10 4 4

x g sampel ing berat x FeSO V x FeSO N − Dimana :

N FeSO4 = Normalitas FeSO4 standar

V FeSO4 = mL FeSO4 standar yang digunakan untuk titrasi sampel

Catatan : Nilai 0,33 menyatakan bahwa 1 grek K2Cr2O7 dapat mengoksidasi 3 grek FeSO4 dan nilai 0,77 menyatakan bahwa hanya sebanyak 77% senyawa organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.

Berdasarkan data volume FeSO4 0,98N (tabel 4.1) yang terpakai dalam penentuan C-Organik dengan metode Walkey Black maka dapat ditentukan % C-Organik pada sampel yaitu :

Untuk Kiambang sebelum pengomposan :

C – Organik (%) =

[

]

77 , 0 1 , 0 33 , 0 ) 966 , 0 98 , 0 ( 10 x g x x

= 38,7987%

Untuk data berikutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2 Data Pengukuran C-Organik dari Kompos dengan Metode Walkey Black

No Sampel % C-Organik

1 Tanpa pengomposan 38,80

2 Pengomposan 3 hari 32,65

3 Pengomposan 6 hari 30,26


(42)

4.2 Pengolahan data untuk kadar Nitrogen kompos Kiambang a. Penentuan Normalitas HCl standar

N HCl =

HCl NaOH NaOH V V x N Dimana :

N NaOH = Normalitas NaOH standar

V NaOH = mL NaOH yang terpakai dalam standarisasi N HCl = Normalitas HCl

V HCl = mL HCl titrasi

Maka Normalitas HCl Standar adalah :

N HCl =

mL mL x N 9 10 01 , 0

= 0,0111N

Dibawah ini adalah tabel volume HCl yang terpakai :

Tabel 4.3 Data Volume HCl 0,0111N yang terpakai pada Penentuan % Nitrogen No Sampel Berat kering (g) V HCl 0,0111N (mL)

1 Blanko -

0,30 0,20 0,30

2 Sebelum pengomposan 0,1

16,80 16,80 16,90

3 Pengomposan 3 hari 0,1

17,00 17,20 17,30

4 Pengomposan 6 hari 0,1

17,70 17,50 17,50

5 Pengomposan 9 hari 0,1

17,60 17,80 17,60


(43)

b. Penentuan Nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% Nitrogen =

1000 ) ( ker % 100 14 ) ( x g ing berat x x HCl N x Vb V− Dimana :

V = mL larutan HCl standar yang terpakai mentitrasi sampel Vb = mL larutan HCl standar yang terpakai mentitrasi blangko N HCl = Normalitas HCl

Berdasarkan data Volume HCl 0,0111 N yang terpakai dalam penentuan nitrogen dengan metode Kjeldahl ( tabel 4.3 ) maka dapat ditentukan % Nitrogen pada sampel yaitu :

Untuk Kiambang sebelum dikomposkan :

% Nitrogen =

1000 1 , 0 % 100 14 0111 , 0 ) 2666 , 0 8333 , 16 ( x g x x x

= 2,57 %

Untuk data berikutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.4 Data Pengukuran Nitrogen dari Kompos dengan Metode Kjeldahl

No Sampel % Nitrogen

1 Tanpa pengomposan 2,57

2 Pengomposan 3 hari 2,62

3 Pengomposan 6 hari 2,68

4 Pengomposan 9 hari 2,70

4.3 Penentuan Rasio C/N

Setelah % C-Organik dan % Nitrogen ditentukan , maka C/ N dari kompos kiambang dapat ditentukan dengan membandingkan nilai % C-Organik rata-rata ( tabel 4.2 ) dengan % Nitrogen rata-rata ( tabel 4.4 ).


(44)

C/ N =

Nitrogen Organik C

%

% −

Maka nilai C/N dari Kiambang sebelum pengomposan yaitu :

C/ N =

% 57 , 2

% 8 , 38

= 15,09

Dan untuk data C/N pada Kiambang sebelum dan setelah pengomposan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.5 Data Pengukuran C/N

No Sampel C/N

1 Tanpa pengomposan 15,09

2 Pengomposan 3 hari 12,46

3 Pengomposan 6 hari 11,29

4 Pengomposan 9 hari 11,00

4.4 Pengolahan data untuk kadar Posfor kompos Kiambang

a. Penurunan Persamaan Garis Regresi

Setelah diperoleh hasil pengukuran absorbansi dari larutan standar Posfor maka absorbansi dialurkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linier. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi diturunkan dengan menggunakan metode Least square sebagai berikut :

Tabel 4.6 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square No Xi Yi Xi – X Yi – Y (Xi – X)2 (Yi – Y)2 (Xi – X)(Yi – Y)

1 0,20 0,019 -0,40 -0,0164 0,16 0,0003 0,0066 2 0,40 0,028 -0,20 -0,0074 0,04 0,0001 0,0015 3 0,60 0,036 0,00 0,0006 0,00 0,0000 0,0000 4 0,80 0,044 0,20 0,0086 0,04 0,0001 0,0017 5 1,00 0,050 0,40 0,0146 0,16 0,0002 0,0058


(45)

Dimana = Xi = Konsentrasi Yi = Absorbansi

Dimana X rata – rata = 0,6 5 3,00= = Χ ∑ = Χ n

Harga Y rata – rata = 0,0354 5 1770 , 0 = = Υ ∑ = n Y

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis : Y = aX + b

Dengan a = slope b = intersep

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

Sehingga diperoleh harga slope (a) = 0,039

Harga intersep (b) diperoleh melalui substitusi harga (a) ke persamaan berikut :

Sehingga diperoleh harga intersep (b) = 0,012

Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah : Y = 0,039 X + 0,012

b. Perhitungan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut :

{

}

0,039 0,40 0,0156 ) ( ) ( ) ( 2 = = − − − =

X Xi Y Yi X Xi a 0,012 0,0234 -0354 , 0 0,600) x 0,039 ( 0,0354 = = − = − = + = aX Y b b aX Y

{

}

{

}{

}

0,015600 0,0002444 0,015600 0611) 0,40)(0,00 ( 0,015600 ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 = = = − − − − =

Y Yi X Xi Y Yi X Xi r


(46)

Sehingga diperoleh harga koefisien korelasi (r) : 0,9978

Setelah diperoleh persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) pada pengukuran larutan standar maka absorbansi dari larutan standar diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh grafik seperti yang terlampir pada lampiran.

c. Penentuan % P -Total pada Sampel

Kadar posfor (P) dapat ditentukan dalam sampel dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusi nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari pengukuran terhadap persamaan garis regresi.

Untuk sampel kiambang tanpa pengomposan yang didapat dengan mengukur nilai absorbansi akan diperoleh data sebagai berikut :

Y1 = 0,055 Y2 = 0,06 Y3 = 0,058

Y = 0,057

Dengan mensubsitusikan Y terhadap persamaan garis regresi dari Y = 0,039 X + 0,012, maka diperoleh :

Sehingga % P Kiambang dapat ditentukan dengan cara mensubsitusikan nilai X pada persamaan berikut: %P 1,1709mg/L 0,039 012 , 0 057 , 0 = − = X X % 0,167 mg 400 % 100 25 , 0 2903 , 2 / 1,1709 mg 1000 x 0,4 % 100 1 25 , 0 / ) 31 ( 2 / 142 mg 1000 x (g) contoh berat % 100 1 2 5 2 = = = = Lx x Lx mg x L L x mol g mol g Xx x L Lekstrak x ArP O MrP Xx


(47)

Tabel 4.7 Data Pengukuran Posfor dari Kompos dengan Metode Spektrofotometer UV - Visible

No Sampel %P

1 Tanpa pengomposan 0,16

2 Pengomposan 3 hari 0,31

3 Pengomposan 6 hari 0,33

4 Pengomposan 9 hari 0,35

4.5 Pengolahan data untuk kadar Kalium kompos Kiambang

a. Penurunan Persamaan Garis Regresi

Setelah diperoleh hasil pengukuran absorbansi dari larutan standar Kalium maka absorbansi dialurkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linier . Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi diturunkan dengan menggunakan metode Least square sebagai berikut :

Tabel 4.8 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square No Xi Yi Xi – X Yi – Y

(Xi –

X)2 (Yi – Y) 2

(Xi – X)(Yi – Y) 1 0,0 0,0042 -1,0 -0,0857 1,00 0,0073 0,0857 2 0,5 0,0514 -0,5 -0,0385 0,25 0,0015 0,0192 3 1,0 0,0872 0,0 -0,0027 0,00 0,0000 0,0000 4 1,5 0,1316 0,5 0,0417 0,25 0,0017 0,0209 5 2,0 0,1750 1,0 0,0851 1,00 0,0072 0,0851

5,0 0,4494 0,0000 0,0000 2,50 0,0178 0,2109

Dimana = Xi = Konsentrasi Yi = Absorbansi

Dimana X rata – rata : 1,0 5 5,0

= = Χ ∑ = Χ


(48)

Harga Y rata – rata : 0,08988 5 4494 , 0 = = Υ ∑ = n Y

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis : Y = aX + b

Dengan a = slope b = intersep

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

Sehingga diperoleh harga slope (a) = 0,08436

Harga intersep (b) diperoleh melalui substitusi harga (a) ke persamaan berikut :

Sehingga diperoleh harga intersep (b) = 0,0009 Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah: Y = 0,08436 X + 0,00552

b. Perhitungan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut

{

}

0,08436 2,50 0,2109 ) ( ) ( ) ( 2 = = − − − =

a X Xi Y Yi X Xi a 0,00552 1,0) x 0,08436 ( 0,08988 = − = − = + = aX Y b b aX Y

{

}

{

}{

}

0,9997 21095 , 0 0,2109 78) 2,50)(0,01 ( 0,2109 ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 = = = − − − − =

Y Yi X Xi Y Yi X Xi r


(49)

Sehingga diperoleh harga koefisien korelasi (r) : 0,9997

Setelah diperoleh persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) pada pengukuran larutan standar maka absorbansi dari larutan standar diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar seperti grafik yang terlampir pada lampiran.

c. Penentuan % K pada sampel

Kadar Kalium (K) dapat ditentukan dalam sampel dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusi nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari pengukuran terhadap persamaan garis regresi.

Untuk sampel Kiambang tanpa pengomposan yang didapat dengan mengukur nilai absorbandi akan diperoleh data sebagai berikut :

Y1 = 0,07991 Y2 = 0,07999 Y3 = 0,07979

Y = 0,07989

Dengan mensubsitusikan Y terhadap persamaan garis regresi dari Y = 0,08436 X + 0,00552, maka akan diperoleh :

Sehingga % K Kiambang dapat ditentukan dengan cara mensubstitusikan nilai X pada persamaan berikut :

% K = xvol.filtratx fpx100% sampel

berat X

= 0,1 1000 100%

10 . 4

/ 0,8816

3 x Lx x

mg L mg

= 2,20 %

L mg X X / 8816 , 0 0,08436 00552 , 0 07989 , 0 = − =


(50)

Tabel 4.9 Data pengukuran Kalium dari Kompos dengan Spektrofotometer Serapan Atom

No Sampel %K

1 Tanpa pengomposan 2,20

2 Pengomposan 3 hari 2,30

3 Pengomposan 6 hari 2,32

4 Pengomposan 9 hari 2,37

4.6 Pembahasan

Pada proses pembuatan kompos Kiambang, diusahakan agar kadar air mencapai 30-40%. Hal ini dikarenakan, jika kadar air dibawah 30%, hal yang akan terjadi adalah reaksi biologis dalam tumpukan kompos akan menjadi lambat, sedangkan jika kandungan air diatas 40% maka ruang antara partikel dari bahan menjadi penuh air sehingga mencegah gerakan udara dalam tumpukan dan proses penaikan suhu tidak akan berlangsun

Di dalam penelitian ini, diperoleh kadar C – organik pada Kiambang berbeda sebelum dan setelah dikomposkan. Kadar C-Organik sebelum dikomposkan yaitu 38,8%, sedangkan kadar C-Organik setelah pengomposan pada hari ke-3 yaitu 32,65%, pada hari ke-6 yaitu 30,26%, dan pada hari ke-9 yaitu 29,71%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kadar C-Organik yang cukup signifikan pada sampel Kiambang sebelum dan sesudah dikomposkan. Disamping itu, kita juga dapat melihat bahwa dengan bertambahnya waktu pengomposan maka kadar C-Organik akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena selama pengomposan senyawa karbon organik digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi dalam proses metabolisme dan perbanyakan sel (Dipo Yuwono, 2006).

Dari hasil penelitian juga diperoleh kadar Nitrogen yang semakin besar. Kadar Nitrogen sebelum pengomposan yaitu 2,57% sedangkan kadar Nitrogen setelah pengomposan pada hari ke-3 yaitu 2,62%, pada hari ke-6 yaitu 2,68%, dan pada hari ke-9 yaitu 2,7%. Naiknya kadar Nitrogen disebabkan oleh semakin banyaknya bakteri


(51)

yang hidup pada kompos kiambang. Bakteri tersebut berasal dari aktivator EM4 yang digunakan pada awal pengomposan. Bakteri tersebut baru bisa digunakan setelah sebelumnya diaktifkan dengan cara menambahkan gula merah. Bakteri tersebut kemudian berkembang biak bertambah banyak dengan cara mengkonsumsi karbon organik yaitu Kiambang. Bakteri ini menguraikan protein, karbohidrat, dan senyawa organik lain, dan mengubahnya menjadi karbondioksida, gas amoniak, dan senyawa - senyawa lain yang lebih sederhana. Bakteri tersebut membentuk senyawa NH3 dari proses dekomposisi biomolekul protei

Setelah memperhatikan kadar C-Organik dan kadar Nitrogen yang telah didapat maka kadar C/N kompos Kiambang pada hari ke-9 sudah mendekati kadar C/N tanah yaitu 10-12. Kadar C/N yang didapat yaitu 11. Hal ini menandakan bahwa kompos Kiambang telah dapat digunakan sebagai pupuk.

Kadar Posfor dan Kalium yang didapat pada penelitian ini yaitu semakin lama waktu pengomposan maka kadar Posfor dan Kalium akan semakin besar pula. Kadar Posfor sebelum pengomposan yaitu 0,167%, dan setelah pengomposan pada hari ke-3 yaitu 0,308%, pada hari ke-6 yaitu 0,325%, dan pada hari ke-9 yaitu 0,346%. Hal ini terjadi karena semakin banyaknya bahan organik yang terdekomposisi oleh bakteri Pseudomonas sp, dimana bakteri ini berfungsi dapat menguraikan posfor dari posfor terikat menjadi posfor yang bebas (N.S, Subba Rao, 1994). Sedangkan kadar Kalium sebelum pengomposan yaitu 2,204% dan setelah pengomposan pada hari ke-3 yaitu 2,309%, pada hari ke-6 yaitu 2,328%, dan pada hari ke-9 yaitu 2,374%. Hal ini terjadi karena kalium digunakan oleh mikroba untuk pembentukan bahan-bahan seluler dan sebagai kofaktor enzim, lama kelamaan mikroba tersebut akan mati dan akhirnya meninggalkan sisa- sisa berupa mineral kalium, sehingga pada akhirnya kompos akan terdekomposisi dengan penumpukan mineral kalium ( Nurwantoro, 1997 ).

Pemanfaatan Kiambang menjadi pupuk organik (kompos) akan memberikan manfaat yang cukup besar apabila dikerjakan dengan baik. Apabila pembuatan pupuk organik ini diperkenalkan kepada petani, maka petani pun bukan tidak mungkin mengganti penggunaan pupuk anorganik (urea) menjadi pupuk organik (kompos), karena selain tidak memberikan efek buruk bagi tanah, pupuk organik (kompos) juga


(52)

mudah dibuat sehingga dapat menghemat biaya. Dengan dibantu oleh pemerintah, sosialisasi mengenai penggunaan pupuk kompos akan semakin maksimal. Petani - petani didaerah terpencil pun dapat belajar bagaimana menggunakan sampah - sampah organik disekitar mereka hingga dapat dijadikan pupuk organik.


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh waktu pengomposan yang optimum adalah 9 hari dan kadar masing - masing unsur C-Organik, N, P, K, dan kadar C/N telah sesuai dengan SNI sehingga tumbuhan Kiambang ini dapat dijadikan sebagai pupuk organik.

5.2 Saran

Diharapkan penggunaan kompos Kiambang mulai diperkenalkan terhadap petani Indonesia, mulai dari manfaat hingga cara pembuatan kompos Kiambang, agar petani tidak terlalu tergantung terhadap penggunaan pupuk kimia.


(54)

Daftar Pustaka

Abbott, D.C., Emsden, G.E., Harris, J.R., 1963. Short Paper A Method for Determining Ortophospahate in Water. London : Departement of Scientific and Industrial Research

Bernhart, D.N., Wreath, A.R.,1954, Analytical Chemistry. Volume 27. Chicago : Research Laboratories

Day, R.A., Underwood, A.L., 1994. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga

Isnaini, M., 2006, Pertanian Organik, Yogyakarta : Kreasi Wacana

Khopkar, S.M., 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press

Lingga, S., 2004, Petunjuk Penggunaan Pupuk, Jakarta : Swadaya

Lumpkin, T.A., dan Pucknet, D.I., 1982, Azolla as Green Manure : Use and Management in Crop Production Westview Press Inc. Colorado

Mulyadi, M., 2002, Pupuk dan Cara Pemupukan, Jakarta : Rineka Cipta

Novizan, 2005, Petunjuk Pemupukan yang Efektif, Jakarta : AgroMedia Pustaka

Sigit, P., 2001, Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasi, Jakarta : Swadaya

Simamora, S., 2006, Meningkatkan Kualitas Kompos, Jakarta : AgroMedia Pustaka

Sofian, 2008, Sukses Membuat Kompos Dari Sampah, Jakarta : AgroMedia Pustaka

Sudarmadji, 1992, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Jakarta : Erlangga

Snell, F.D., Snell, C.T., 1984. Colorimetric Methods of Analysis. New Jersey : D.V.Nostrand Company Inc

The Tintometer Ltd. 1967. Colorimetric Chemical Analytical Methods. England : Salisbury

Yuwono, D., 2007, Kompos, Jakarta : Swadaya


(55)

(56)

Lampiran A. Data Volume FeSO4 0,98 N yang terpakai pada Penentuan C – Organik

No Sampel Berat kering (g) V FeSO4 0,98N (mL)

1 Blanko -

10,20 10,19 10,20

2 Sebelum pengomposan 0,1

0,90 1,00 1,00

3 Pengomposan 3 hari 0,1

2,30 2,50 2,50

4 Pengomposan 6 hari 0,1

3,00 2,90 3,10

5 Pengomposan 9 hari 0,1

3,20 3,10 3,10

Lampiran B. Data Pengukuran C-Organik Kompos dengan Metode Walkey Black

No Sampel % C-Organik

1 Tanpa pengomposan 38,80

2 Pengomposan 3 hari 32,65

3 Pengomposan 6 hari 30,26

4 Pengomposan 9 hari 29,71

Lampiran C. Data Volume HCl 0,0111N yang terpakai pada Penentuan kadar Nitrogen

No Sampel Berat kering (g) V HCl 0,0111N (mL)

1 Blanko -

0,3 0,2 0,3

2 Sebelum pengomposan 0,1

16,8 16,8 16,9

3 Pengomposan 3 hari 0,1

17,0 17,2 17,3

4 Pengomposan 6 hari 0,1

17,7 17,5 17,5

5 Pengomposan 9 hari 0,1

17,6 17,8 17,6


(57)

Lampiran D. Data Pengukuran Nitrogen Kompos dengan Metode Kjeldahl

No Sampel % Nitrogen

1 Tanpa pengomposan 2,57

2 Pengomposan 3 hari 2,62

3 Pengomposan 6 hari 2,68

4 Pengomposan 9 hari 2,70

Lampiran E. Data Pengukuran C/N

No Sampel C/N

1 Tanpa pengomposan 15,09

2 Pengomposan 3 hari 12,46

3 Pengomposan 6 hari 11,29

4 Pengomposan 9 hari 11,00

Lampiran F. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

No Xi Yi Xi – X Yi – Y (Xi – X) 2

(Yi – Y)2 (Xi – X)(Yi – Y) 1 0,20 0,019 -0,40 -0,0164 0,16 0,0003 0,0066 2 0,40 0,028 -0,20 -0,0074 0,04 0,0001 0,0015 3 0,60 0,036 0,00 0,0006 0,00 0,0000 0,0000 4 0,80 0,044 0,20 0,0086 0,04 0,0001 0,0017 5 1,00 0,050 0,40 0,0146 0,16 0,0002 0,0058

3,00 0,177 0,00 0,00 0,40 0,000611 0,015600 Lampiran G. Data Pengukuran Posfor Kompos

No Sampel %P

1 Tanpa pengomposan 0,17

2 Pengomposan 3 hari 0,31

3 Pengomposan 6 hari 0,33

4 Pengomposan 9 hari 0,35

Lampiran H. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

N

o Xi Yi Xi – X Yi – Y (Xi – X)

2

(Yi – Y)2 (Xi – X)(Yi – Y)

1 0,0 0,0042 -1,0 -0,0857 1,00 0,0073 0,0857

2 0,5 0,0514 -0,5 -0,0385 0,25 0,0015 0,0192

3 1,0 0,0872 0,0 -0,0027 0,00 0,0000 0,0000

4 1,5 0,1316 0,5 0,0417 0,25 0,0017 0,0209

5 2,0 0,1750 1,0 0,0851 1,00 0,0072 0,0851


(58)

Lampiran I. Data pengukuran Kalium Kompos

No Sampel %K

1 Tanpa pengomposan 2,21

2 Pengomposan 3 hari 2,31

3 Pengomposan 6 hari 2,33

4 Pengomposan 9 hari 2,37

Lampiran J. Kurva kalibrasi larutan standar Posfor ( P )

0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2

Konsentrasi P (mg/L)

A

b

s

o

rb

a

n

s

i

Lampiran K. Kurva kalibrasi larutan standar Kalium ( K )

y = 0,088x R2 = 0,9958

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18 0,20

0 0,5 1 1,5 2 2,5

konsentrasi K (mg/L)

ab

so

rb

an


(59)

Lampiran L. Effective Microrganism 4 (EM4)

Lampiran M. Starter EM4


(60)

Lampiran O. Campuran kiambang rajang + dedak + starter EM4

Lampiran P. Proses pengomposan


(1)

(2)

Lampiran A. Data Volume FeSO4 0,98 N yang terpakai pada Penentuan

C – Organik

No Sampel Berat kering (g) V FeSO4 0,98N (mL)

1 Blanko -

10,20 10,19 10,20 2 Sebelum pengomposan 0,1

0,90 1,00 1,00 3 Pengomposan 3 hari 0,1

2,30 2,50 2,50 4 Pengomposan 6 hari 0,1

3,00 2,90 3,10 5 Pengomposan 9 hari 0,1

3,20 3,10 3,10

Lampiran B. Data Pengukuran C-Organik Kompos dengan Metode Walkey Black

No Sampel % C-Organik

1 Tanpa pengomposan 38,80

2 Pengomposan 3 hari 32,65

3 Pengomposan 6 hari 30,26

4 Pengomposan 9 hari 29,71

Lampiran C. Data Volume HCl 0,0111N yang terpakai pada Penentuan kadar Nitrogen

No Sampel Berat kering (g) V HCl 0,0111N (mL)

1 Blanko -

0,3 0,2 0,3 2 Sebelum pengomposan 0,1

16,8 16,8 16,9 3 Pengomposan 3 hari 0,1

17,0 17,2 17,3 4 Pengomposan 6 hari 0,1

17,7 17,5 17,5 5 Pengomposan 9 hari 0,1

17,6 17,8 17,6


(3)

Lampiran D. Data Pengukuran Nitrogen Kompos dengan Metode Kjeldahl

No Sampel % Nitrogen

1 Tanpa pengomposan 2,57

2 Pengomposan 3 hari 2,62

3 Pengomposan 6 hari 2,68

4 Pengomposan 9 hari 2,70

Lampiran E. Data Pengukuran C/N

No Sampel C/N

1 Tanpa pengomposan 15,09

2 Pengomposan 3 hari 12,46

3 Pengomposan 6 hari 11,29

4 Pengomposan 9 hari 11,00

Lampiran F. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

No Xi Yi Xi – X Yi – Y (Xi – X) 2

(Yi – Y)2 (Xi – X)(Yi – Y)

1 0,20 0,019 -0,40 -0,0164 0,16 0,0003 0,0066 2 0,40 0,028 -0,20 -0,0074 0,04 0,0001 0,0015 3 0,60 0,036 0,00 0,0006 0,00 0,0000 0,0000 4 0,80 0,044 0,20 0,0086 0,04 0,0001 0,0017 5 1,00 0,050 0,40 0,0146 0,16 0,0002 0,0058

3,00 0,177 0,00 0,00 0,40 0,000611 0,015600 Lampiran G. Data Pengukuran Posfor Kompos

No Sampel %P

1 Tanpa pengomposan 0,17

2 Pengomposan 3 hari 0,31

3 Pengomposan 6 hari 0,33

4 Pengomposan 9 hari 0,35

Lampiran H. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

N

o Xi Yi Xi – X Yi – Y (Xi – X)

2

(Yi – Y)2 (Xi – X)(Yi – Y)

1 0,0 0,0042 -1,0 -0,0857 1,00 0,0073 0,0857

2 0,5 0,0514 -0,5 -0,0385 0,25 0,0015 0,0192

3 1,0 0,0872 0,0 -0,0027 0,00 0,0000 0,0000

4 1,5 0,1316 0,5 0,0417 0,25 0,0017 0,0209

5 2,0 0,1750 1,0 0,0851 1,00 0,0072 0,0851


(4)

Lampiran I. Data pengukuran Kalium Kompos

No Sampel %K

1 Tanpa pengomposan 2,21

2 Pengomposan 3 hari 2,31

3 Pengomposan 6 hari 2,33

4 Pengomposan 9 hari 2,37

Lampiran J. Kurva kalibrasi larutan standar Posfor ( P )

0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2

Konsentrasi P (mg/L)

A b s o rb a n s i

Lampiran K. Kurva kalibrasi larutan standar Kalium ( K )

y = 0,088x R2 = 0,9958

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18 0,20

0 0,5 1 1,5 2 2,5

konsentrasi K (mg/L)

ab

so

rb

an


(5)

Lampiran L. Effective Microrganism 4 (EM4)

Lampiran M. Starter EM4


(6)

Lampiran O. Campuran kiambang rajang + dedak + starter EM4

Lampiran P. Proses pengomposan