Studi Perbandingan Kandungan C, N, C/N, P, Dan K Di Dalam Kompos Kembang Bulan (Tithoni diversifolia Dan Daun Nippon (Euphatorium odoratum L.) Dengan Variasi Waktu Pengomposan

(1)

STUDI PERBANDINGAN KANDUNGAN C, N, C/N, P, DAN K DI DALAM KOMPOS KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia) DAN DAUN NIPPON (Euphatorium odoratum L.) DENGAN VARIASI

WAKTU PENGOMPOSAN

SKRIPSI

AMOS P. SIANTURI 050802010

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERSETUJUAN

Kategori : SKRIPSI

Judul : STUDI PERBANDINGAN KANDUNGAN C, N, C/N, P, DAN K DI DALAM KOMPOS KEMBANG BULAN (Tithoni diversifolia DAN DAUN NIPPON (Euphatorium odoratum L.) DENGAN VARIASI WAKTU PENGOMPOSAN.

Nama : AMOS PETRUS SIANTURI

NIM : 050802010

Program Studi : SARJANA ( S1 ) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui, Medan, Juli 2011

Komisi Pembimbing :

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

Drs. Firman Sebayang, MS Jamahir Gultom, PhD

NIP. 195607261985031001 NIP. 195209251977031001

Diketahui / Disetujui oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

STUDI PERBANDINGAN KANDUNGAN C, N, C/N, P, DAN K DI DALAM KOMPOS KEMBANG BULAN ( Tithoni diversifolia) DAN DAUN NIPPON (Euphatoriumodoratum L.) DENGAN VARIASI WAKTU PENGOMPOSAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya.

Medan , juli 2011

AMOS P. SIANTURI 050802010


(4)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat kasih karunia-Nya dalam bimbingannya setiap saat. Dalam masa-masa tersulit maupun masa-masa gembira Tuhan tetap teguhkan hati ini hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Jamahir Gultom, Ph.D selaku dosen pembimbing I sekaligus dosen wali dan Bapak Drs. Firman Sebayang, M.S selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan perhatian, bimbingan, dan saran kepada penulis selama penelitian dan penyusunan penelitian ini, serta kepada Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku Kepala Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Kimia FMIPA USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan dan Bapak Drs. Albert Pasaribu M.Sc. Kepada seluruh rekan-rekan stambuk 2005, terkhusus kepada sahabat-sahabatku, Frans Simanjuntak, Jubel Nainggolan, Danny Simanjuntak, Ovensen Saragih, Albinur Saragih, Donal Situmorang, dan tak lupa juga kepada B’Lintong Sitorus. Adik-adik stambuk 06(Marcell, Robijanto Bangun, Saulina), 07 dan 08, terima kasih atas dukungan dan pehatiannya. Terima kasih yang sebesar - besarnya juga penulis sampaikan kepada keluargaku, terutama Ayah tercinta S. Sianturi, Ibu tersayang E. Pangaribuan, Rita Siregar, Grace, Rina Sianturi, Abang Esra Situmorang, serta Abang Fransiskus Sianturi. Terima kasih atas doa nasehat - nasehatnya. Semoga Tuhan selalu menyertai kita semua.


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang studi perband ingan kandungan C, N, C/N, P, dan K di dalam kompos Kembang Bulan (tithoni diversifolia) dan Daun Nippon (euphatorium odoratum L.) dengan variasi waktu pengomposan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, dan, Kabupaten Humbang Hasudungan, dirajang lalu dicampur dengan perbandingan berat yang sama. Sampel terlebih dahulu dikeringkan sebelum proses pengomposan dengan penambahan kotoran babi dan dedak serta menggunakan EM4 sebagai starter dengan interval waktu pengomposan 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 hari. Penentuan C - organik dilakukan dengan metode Walkey Black, N itrogen (N) Total dengan metode Kjehldahl, Posfor (P) sebagai P-Total dengan menggunakan metode Spektrofotometri, dan Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Prosedur yang sama dilakukan terhadap kedua sampel Kembang Bulan dan Daun N ippon sebelum dan sesudah pengomposan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengomposan yang optimum yaitu hari ke-15 diperoleh C/N Kembang Bulan 10,08 dan Daun Nippon sebesar 10,48 yang telah mendekati C/N yang baik yaitu 10 – 20. Untuk Kembang Bulan C – organik diperoleh sebesar 25,50 %, nitrogen - total 2,53 %, C/N sebesar 10,08, posfor-total sebagai P2O5 sebesar 0,7688 % dan K sebagai K2O sebesar 4,169 %. Sedangkan untuk Daun Nippon kadar C – organik diperoleh sebesar 25,01 %, nitrogen-total 2,39 %, posfor-total sebagai P2O5 sebesar 0,7377 % dan K sebagai K2O sebesar 3,372 %. Dapat disimpulkan bahwa Kembang Bulan (tithoni

diversifolia) dan Daun N ippon (euphator ium odoratum L.) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik, karena kedua kompos yang dihasilkan dapat memenuhi standar kualitas kompos menurut SNI 19 – 7030 – 2004.


(6)

ABSTRACT

It has been carriet out a comparative study on C, N, C / N, P, and K content in Kembang Bulan (tithoni diversifolia) and Daun N ippon (euphator ium odoratum L.) manure in which manuring times were variated. Sample were taken randomly from Kabupaten Karo, Kabupaten Da iri and Kabupaten Humbang Hasudungan. They were cut into small species, dried and mixed in equal weight proportion. Manuring process was carried out by adding the bran and pig’s manure and using EM4 as starter for the manuring duration of 0, 3, 6, 9, 12, and 15 days. C-organic content was by Walkey Black method, total-N by Kjehldahl method, total-P by spectrofotometric method and K content by tomic Asbsorption Spectrofotometre. The similar procedure of determination is used for both types of sample either before or after manuring process. Results on this study show that on the optimum manuring process, that is in 15 days, the C/N ratio for Kembang Bulan manue is 10.08 and for Daun Nippon manure is 10.48. These values show that both product have good quality. For Kembang Bulan manure, it was found that C-organic content is 25.50 %, total-N is 2.53 %, total-P as P2O5 is 0.7668 % and K as K2O 4.169 %. For Daun Nippon manure, it was found that C-organic content is 25.01 %, total-N is 2.39 %, total-P as P2O5 is 0.7377 % and K as K2O 3.372 %. It can be concluded that Kembang Bulan and daun Nippon plants can be used as raw material for organic fertilizer because the manure obtained by using both plants fulfilling the standart quality of compost according to SNI 19-7030-2004.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrac v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Lokasi Penelitian 3

1.7. Metode Penelitian 4

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Tumbuhan Kembang Bulan 5

2.2. Tumbuhan Daun Nippon 5

2.3. Kompos 6

2.3.1. Syarat Pembuatan Kompos 7

2.3.2. Parameter yang Dapat Diamati Sebagai Petunjuk

Sempurnanya Proses Pengomposan 7

2.3.3. Proses Pengomposan 7

2.4. EM4 Sebagai Bakteri 8

2.5. Meningkatkan Kesuburan Tanah 10

2.6. Pupuk Kandang 12

2.7. Humus 12

2.8. Kandungan Nutrisi 13

2.9. Nitrogen 14

2.10. Posfor (P) 14

2.11. Kalium (K) 15

2.11.1. Peranan Kalium didalam Pertumbuhan Tanaman 16

2.11.2. Defisiensi Unsur Hara Kalium 16

2.11.3. Kelebihan Unsur Hara Kalium Bagi Tanaman 16 2.12. Keunggulan Penggunaan Pupuk Organik Dibanding dengan

Pupuk Anorganik 17

2.13. Penentuan Kadar C – Organik 17

2.14. Penentuan Nitrogen dengan Metode Kjehdahl 18 2.15. Penentuan Posfat19


(8)

Serapan Atom (SSA) 19 2.16.1. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom 20 2.16.2. Keuntungan Spektrofotometer Serapan Atom 21

Bab 3. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN 22

3.1. Alat – alat 22

3.2. Bahan 23

3.3. Prosedur Penelitian 24

3.3.1. Penyediaan Sampel Kembang Bulan 24

3.3.2. Penyediaan Sampel Daun Nippon 24

3.3.3. Penyediaan Kotoran Babi 24

3.3.4. Penyediaan Dedak 24

3.3.5. Pembuatan Larutan Gula 24

3.3.6. Pembuatan Larutan Starter EM4 24

3.3.7. Pembuatan Kompos 24

3.3.7.1. Kompos Kembang Bulan 24

3.3.7.2. Kompos Daun Nippon 25

3.3.8. Pembuatan Pereaksi dan Larutan Standar 25 3.3.8.1. Pembuatan Pereaksi dan Larutan Standar untuk 25 Penentuan Posfor Sebagai P – Total dengan Metode Spektrofotometer 25

3.3.8.2. Pembuatan pereaksi untuk Penentuan C – Organik 27 3.3.8.3. Pembuatan Pereaksi untuk penentuan Nitrogen Total (Metode Kjehldahl) 27

3.3.8.4. Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan Kalium

dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 29 3.3.9. Penentuan P dengan Metode spektrofometri 30

3.3.9.1. Preparasi Sampel 30

3.3.9.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi untuk P 30 3.3.9.3. Penentuan Kadar Posfor pada Sampel 30 3.3.10. Penentuan kadar C –Organik dengan metode Walkey Black 30 3.3.11. Penentuan Nitrogen Total Metode Kjehldahl 31 3.3.12. Pembuatan Kurva Kalibrasi untuk K 31 3.3.13. Penentuan Kalium Dengan Spektrofotometer Serapan

Atom (SSA) 32

3.4. Bagan Penelitian 33

3.4.1. Pembuatan Kompos 33

3.4.1.1. Kompos Tumbuhan kembang Bulan 33

3.4.2. Pembuatan C – Organik 34

3.4.3. Penentuan Posfor dengan Metode Spektrofotometri 35

3.4.3.1. Pengekstrakan Kembang Bulan 35

3.4.3.2. Pengukuran absorbansi dari Larutan Standar P untuk Kurva Kalibrasi Untuk Larutan standar P 2 ppm 35 3.4.3.3. Pengukuran Absorbansi P didalam Ekstrak

Kembang Bulan 36

3.4.4. Penentuan Nitrogen – Total didalam Serbuk/Kompos

Kembang Bulan ( Metode Kjehldahl ) 37


(9)

untuk K urva Kalibrasi untuk Larutan standar K 0,5 ppm 38 3.4.6. Penentuan Kalium dengan Metode Spektrofotometer

Serapan Atom ( SSA ) 39

Bab 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 40

4.1. Hasil dan Pengolahan Data 40

4.1.1. Hasil Penenlitian40

4.1.2. Penentuan C – Organik (%) 47

4.1.3. Penentuan Nitrogen – Total (%) 49

4.1.4. Penentuan Rasio C/N50

4.1.5. Penentuan Posfor sebagai P- Total 51

4.1.5.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 51 4.1.5.2. Perhitungan Koefisien Korelasi 52

4.1.5.3. Perhitungan Standar Deviasi 53

4.1.5.4. Penentuan Batas Deteksi 53

4.1.5.5. Penentuan P – Total (%) sampel 54

4.1.6. Penentuan Kalium (K) Sampel 56

4.1.6.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 56 4.1.6.2. Perhitungan koefisien Korelasi 57

4.1.6.3. Penentuan Batas Deteksi 57

4.1.6.4. Penentuan Kandungan K pada Sampel 58

4.2. Pembahasan 59

Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN 66

5.1. Kesimpulan 66

5.2. Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 67


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi kimia kompos 11

Tabel 4.1. Data Titrasi pada penentuan C- Organik didalam Bahan dan Kompos

Kembang Bulan dengan Metode Walkey Black 40

Tabel 4.2. Data Titrasi pada penentuan C- Organik didalam Bahan dan Kompos

Daun Nippon dengan Metode Walkey Black 41

Table 4.3. Data Titrasi pada Penentuan Nitrogen didalam Bahan dan kompos

Kembang Bulan dengan Metode Kjehldahl 42

Tabel 4.4. Data Titrasi pada Penentuan Nitrogen didalam Bahan dan kompos

Daun Nippon dengan Metode Kjehldahl 43

Tabel 4.5. Data Absorbansi pada Penentuan Posfor didalam Bahan dan Kompos Kembang Bulan dengan Metode Spektrofotometri (maks = 710 nm) 44 Tabel 4.6. Data Absorbansi pada Penentuan Posfor didalam Bahan dan Kompos

Daun Nippon dengan Metode Spektrofotometri ( maks = 710 nm) 45 Tabel 4.7. Data Absorbansi pada Penentuan Kalium didalam Bahan dan Kompos

Kembang Bulan dengan Spektrofotometer Serapan Atom

(= 766,5 nm) 46

Tabel 4.8. Data Absorbansi pada Penentuan Kalium didalam Bahan dan Kompos Daun Nippon dengan Spektrofotometer Serapan Atom

( = 766,5 nm) 47

Tabel 4.9. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

pada Penentuan posfor 51

Tabel 4.10. Nilai Y baru dari nilai kosentrasi larutan standar (Xi) 53 Tabel 4.11. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.7. Sistematis alat ringkas dari SSA 20

Gambar 4.2.1. Kurva Perubahan C-Organik terhadap waktu pengomposan Kembang Bulan 60 Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan C-Organik terhadap waktu pengomposan Daun

Nippon 61

Gambar 4.2.3. Kurva Perubahan Nitrogen terhadap Waktu Pengomposan

Kembang Bulan 62

Gambar 4.2.4. Kurva Perubahan Nitrogen terhadap Waktu Pengomposan

Daun Nippon 62

Gambar 4.2.5. Kurva Perubahan P terhadap waktu pengomposan Kembang

Bulan 63 Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan P terhadap waktu pengomposan Daun Nippon 63 Gambar 4.2.3. Kurva Perubahan K terhadap Waktu Pengomposan Kembang

Bulan 64

Gambar 4.2.4. Kurva Perubahan K terhadap Waktu Pengomposan Daun Nippon 64 Gambar 4.2.3. Kurva Perubahan C/N terhadap Waktu Pengomposan Kembang

Bulan 64

Gambar 4.2.4. Kurva Perubahan C/N terhadap Waktu Pengomposan Daun


(12)

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

Halaman

Lampiran 1. Tabel Data Penentuan C – Organik didalam Bahan dan Kompos

Kembang Bulan dan Daun Nippon dengan Metode Walkey Black 70 Lampiran 2. Tabel Data Penentuan Kandungan Nitrogen didalam Bahan dan

Kompos Kembang Bulan dan Daun Nippon dengan Metode

Kjehldahl 71

Lampiran 3. Tabel Data Rasio C/N didalam Bahan pada Kompos Kembang Bulan

Dan Daun Nippon 72

Lampiran 4. Tabel Data Penentuan Posfor (P) didalam Bahan pada Kompos

Kembang dan Daun Nippon dengan Metode Spektrofotometri 73 Lampiran 5. Data Penentuan Kalium (K) didalam Bahan pada Kompos Kembang

Bulan dan Daun Nippon dengan Spektrofotometer Serapan Atom 74 Lampiran 6. Tabel 11. Data Kandungan C, N, P sebagai P2O5, K sebagai K2O dan

C/N kompos Kembang Bulan dan Daun Nippon setelah

Pengomposan 15 Hari 75

Lampiran 7. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dari Larutan

Standar P 0,2 mg/L 75

Lampiran 8. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Standar P 75 Lampiran 9. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Standar K 76 Lampiran 10.Standar Kualitas Kompos SNI : 19-7030-2004 77


(13)

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

Halaman

Lampiran 11. Gambar Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan

Standar P 0,2 mg/L 78

Lampiran 12. Gambar Kurva Kalibrasi Larutan Standar Posfor (P) 78 Lampiran 13. Gambar Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalium (K) 79 Lampiran 14. Gambar Kompos Kembang Bulan Pada hari ke-15 dalam Tahap

Pengeringan 79

Lampiran 15. Gambar Kompos Daun Nippon Pada hari ke-15 dalam Tahap

Pengeringan 80

Lampiran 16. Gambar Tumbuhan Kembang Bulan 80


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang studi perband ingan kandungan C, N, C/N, P, dan K di dalam kompos Kembang Bulan (tithoni diversifolia) dan Daun Nippon (euphatorium odoratum L.) dengan variasi waktu pengomposan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, dan, Kabupaten Humbang Hasudungan, dirajang lalu dicampur dengan perbandingan berat yang sama. Sampel terlebih dahulu dikeringkan sebelum proses pengomposan dengan penambahan kotoran babi dan dedak serta menggunakan EM4 sebagai starter dengan interval waktu pengomposan 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 hari. Penentuan C - organik dilakukan dengan metode Walkey Black, N itrogen (N) Total dengan metode Kjehldahl, Posfor (P) sebagai P-Total dengan menggunakan metode Spektrofotometri, dan Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Prosedur yang sama dilakukan terhadap kedua sampel Kembang Bulan dan Daun N ippon sebelum dan sesudah pengomposan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengomposan yang optimum yaitu hari ke-15 diperoleh C/N Kembang Bulan 10,08 dan Daun Nippon sebesar 10,48 yang telah mendekati C/N yang baik yaitu 10 – 20. Untuk Kembang Bulan C – organik diperoleh sebesar 25,50 %, nitrogen - total 2,53 %, C/N sebesar 10,08, posfor-total sebagai P2O5 sebesar 0,7688 % dan K sebagai K2O sebesar 4,169 %. Sedangkan untuk Daun Nippon kadar C – organik diperoleh sebesar 25,01 %, nitrogen-total 2,39 %, posfor-total sebagai P2O5 sebesar 0,7377 % dan K sebagai K2O sebesar 3,372 %. Dapat disimpulkan bahwa Kembang Bulan (tithoni

diversifolia) dan Daun N ippon (euphator ium odoratum L.) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik, karena kedua kompos yang dihasilkan dapat memenuhi standar kualitas kompos menurut SNI 19 – 7030 – 2004.


(15)

ABSTRACT

It has been carriet out a comparative study on C, N, C / N, P, and K content in Kembang Bulan (tithoni diversifolia) and Daun N ippon (euphator ium odoratum L.) manure in which manuring times were variated. Sample were taken randomly from Kabupaten Karo, Kabupaten Da iri and Kabupaten Humbang Hasudungan. They were cut into small species, dried and mixed in equal weight proportion. Manuring process was carried out by adding the bran and pig’s manure and using EM4 as starter for the manuring duration of 0, 3, 6, 9, 12, and 15 days. C-organic content was by Walkey Black method, total-N by Kjehldahl method, total-P by spectrofotometric method and K content by tomic Asbsorption Spectrofotometre. The similar procedure of determination is used for both types of sample either before or after manuring process. Results on this study show that on the optimum manuring process, that is in 15 days, the C/N ratio for Kembang Bulan manue is 10.08 and for Daun Nippon manure is 10.48. These values show that both product have good quality. For Kembang Bulan manure, it was found that C-organic content is 25.50 %, total-N is 2.53 %, total-P as P2O5 is 0.7668 % and K as K2O 4.169 %. For Daun Nippon manure, it was found that C-organic content is 25.01 %, total-N is 2.39 %, total-P as P2O5 is 0.7377 % and K as K2O 3.372 %. It can be concluded that Kembang Bulan and daun Nippon plants can be used as raw material for organic fertilizer because the manure obtained by using both plants fulfilling the standart quality of compost according to SNI 19-7030-2004.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan populasi manusia menyebabkan permintaan pangan selalu bertambah. Disamping itu, kompleksnya kebutuhan dan peningkatan pola hidup masyarakat memacu perkembangan berbagai industri, termasuk pertanian. Salah satu perkembangan industri bidang pertanian adalah pabrik pembuatan pupuk, dimana pupuk digunakan untuk kebutuhan nutrisi pada tanaman untuk meningkatkan hasil panen bagi masyarakat (Willyan Djaja, 2008).

Dahulu para petani menggunakan pupuk kandang/organik untuk mengatasi kondisi tanah yang tidak subur. Namun, setelah diperkenalkan pupuk kimia, para petani berubah haluan meninggalkan pupuk organiknya, berganti menggunakan pupuk kimia. Dalam kurun waktu tertentu, hasil panen yang lebih banyak memang dapat dirasakan dan meningkat cukup tajam. Pemberian pupuk kimia secara berlebihan jelas kurang bijaksana karena justru akan memperburuk kondisi fisik tanah. Tanpa diimbangi dengan pemberian humus ataupun kompos, efisiensi dan efektivitas penyerapan unsur hara oleh tanaman juga tidak akan optimal. Oleh karena itu, ketersediaan kompos sangat membantu upaya pemulihan kesuburan tanah (Dipo Yuwono, 2006).

Dewasa ini sebagian besar petani Indonesia ternyata masih cenderung mengandalkan pupuk anorganik, (Urea, TSP, dan KCl) untuk budidaya tanaman. Alasan mereka didasarkan pada penggunaannya yang praktis dan hasil panen yang memuaskan. Dalam kenyataannya, tanah yang sering diberi pupuk anorganik, lama – kelamaan akan menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan beberapa kesulitan, diantaranya tanah jadi sukar diolah (mengeras) dan pertumbuhan tanaman terganggu. Permasalahan tersebut sebenarnya tidak akan terjadi, jika kita memperlakukan tanah dengan baik. Kesuburan tanah dan kegemburan tanah akan terjaga jika kita selalu menambahkan bahan organik,


(17)

sebagai pendamping pupuk anorganik, salah satunya kompos. Pemakaian kompos sangat dianjurkan karena dapat memperbaiki produktivitas tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi tanah. Secara fisik, kompos bisa menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi dan drainasi, meningkatkan pengikatan antar partikel dan kapasitas mengikat air. Secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapsitas tukar kation (KTK), ketersediaan unsur hara, dan ketersediaan asam humat. Secara biologi, kompos merupakan bahan organik yang menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme tanah. Dengan adanya kompos, fungi, bakteri, serta mikroorganisme yang menguntungkan akan berkembang secara cepat. Banyaknya mikroorganisme tanah yang menguntungkan dapat menambah kesuburan tanah. (Suhut Simamora, 2006).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sondang Sitorus (Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA USU, 2001) bahwa kadar unsur kalium dari bobot kering tumbuhan daun Nippon adalah 4,62%, di dalam batang Nippon 3,86% dan untuk daun kembang bulan adalah 5,43%, dan didalam batang kembang bulan adalah 4,06%. Jadi tumbuhan Daun Nippon dan Kembang Bulan dapat digunakan sebagai sumber unsur kalium di dalam pemupukan.

Kedua tumbuhan tersebut diatas di daerah Sumatera Utara khususnya sekitar daerah Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun, Samosir, Humbahas dan beberapa Kabupaten di Tapanuli, tumbuh sangat berlimpah di sepanjang pinggir jalan bahkan ada yang tumbuh membentuk semak di lahan tidur terutama dilereng bukit dan gunung. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kedua tumbuhan di atas untuk melakukan penelitian dengan menggunakan kedua jenis tumbuhan diatas sebagai bahan baku kompos dengan harapan memperoleh pupuk kompos yang kaya akan kandungan Kalium, disamping komponen – komponen yang lain seperti C – Organik Nitrogen, dan Posfor.


(18)

1.2 Permasalahan

- Apakah kandungan C - Organik, Nitrogen, C/N, Posfor, dan Kalium pada tumbuhan kembang bulan (Thitonia diversifolia) dan tumbuhan Daun Nippon (Euphatorium odoratum L.) sebelum dan sesudah pengomposan dengan penambahan kotoran babi dan dedak mempunyai perbedaan yang signifikan ? - Berapa lama waktu optimum yang dibutuhkan untuk pengomposan tumbuhan kembang bulan dan daun Nippon dengan penambahan kotoran babi dan dedak dengan menggunakan EM4.

- Apakah tumbuhan kembang bulan dan daun Nippon dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik berdasarkan kandungan C – Organik, N, C/N, P, dan K ?

1.3 Pembatasan Pe rmasalahan

Penelitian ini dibatasi pada penentuan C- Organik, Nitrogen, C/N, Posfor, dan Kalium pada tumbuhan kembang bulan (Thitonia diversifolia) dan daun Nippon (Euphatorium odoratum L.) sebelum pengomposan dan sesudah pengomposan dengan penambahan kotoran babi dan dedak dengan menggunakan EM4 sebagai starter.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kadar C- Organik, Nitrogen, C/N, Posfor, dan Kalium yang ada pada tumbuhan Kembang Bulan dan Daun Nippon sebelum pengomposan dan sesudah pengomposan sehingga kemungkinan penggunaannya sebagai bahan baku pupuk organik dapat diperhitungkan.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitan ini diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat petani yang bermukim di daerah Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun, Humbahas, Samosir, dan beberapa Kabupaten di Wilayah Tapanuli untuk memanfaatkan tumbuhan kembang Bulan dan Daun Nippon sebagai bahan baku pupuk kompos sehingga


(19)

Kembang Bulan dan Daun Nippon tidak lagi sebagai tumbuhan yang tak berguna dan mengganggu terutama di pinggir jalan.

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian (PUSLIT) dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

1.7Metode Penelitian

- Penelitian ini bersifat purposif.

- Sampel Kembang Bulan (Tithonia diversifolia) dan Daun Nippon (Euphatorium odoratum L.) diambil secara acak di daerah Kabupaten Karo, Dairi, dan Kabupaten Humbahas kemudian dirajang, dikeringkan, selanjutnya dicampur dengan perbandingan berat yang sama.

- Pengomposan sampel dilakukan dengan penambahan kotoran babi dan dedak dengan menggunakan EM4 sebagai starter didalam kontainer PVC tertutup (masing – masing untuk Kembang Bulan dan Daun Nippon secara terpisah)

- Penentuan C – Organik, N – total, P – total, dan K ditentukan sebelum dan sesudah pengomposan (interval waktu penentuan parameter – parameter diatas selama pengomposan adalah 3, 6, 9, 12, dan 15 hari).

- Penentuan C - Organik dilakukan dengan menggunakan metode Walkey Black.

- Penentuan kandungan Nitrogen Total dilakukan dengan metode Kjehldahl. - Penentuan kandungan Posfor (P) sebagai P-total dilakukan dengan

menggunakan

metode Spektrofotometri.

- Penentuan kandungan Kalium (K) dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan kembang bulan

Secara umum tumbuhan kembang bulan mempunyai ketinggian sekitar 1 – 3m, perdu yang tegak, tunas menjalar dalam tanah. Batangnya bulat dengan empelur putih. Daunnnya bertangkai, berangsur runcing hingga pangkal, bergerigi taju runcing tajam. Bongkol berdiri sendiri, bertangkai panjang, tangkai mendukung beberapa daun pelindung. Pembalut bentuk lonceng, dasar bunga bersama bentuk kerucut lebar, tabung berambut panjang, rapat pendek helaian bentuk lenset, bergigi 2 – 3, kuning keemasan. Bunga cakram sangat banyak berwarna kuning. Tabung kepala sari coklat tua, cabang tangkai putih dua, melengkung kembali, kuning dimahkotai dengan alat tambahan kuning, berambut. (Steenis Van, 1988)

Seiring merebaknya gaya hidup kembali ke alam, pupuk organik jadi populer kembali. Pupuk jenis ini memang memiliki berbagai keunggulan dibanding dengan kimia, diantaranya dapat mengatur sifat tanah dan dapat berperan sebagai penyangga persediaan unsur hara bagi tanaman sehingga pupuk ini dapat mengembalikan kesuburan tanah. Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai bahan organik yang ada di alam, misalnya sampahba tanaman (serasah) ataupun sisa – sisa tanaman yang telah mati. Sumber bahan organik lainnya adalah hewan ternak, unggas, dan lain sebagainya. Limbah atau kotoran hewan merupakan bahan organik yang bermanfaat bagi tanah pertanian. Bahan tersebut diproses dengan cara yang rumit oleh jasad renik dalam tanah dan dirombak menjadi bahan organik yang diperlukan untuk kehidupan tanaman.


(21)

2.2. Tumbuhan Daun Nippon

Tumbuhan Daun Nippon atau disebut Bandotan adalah sejenis gulma anggota suku Asteraceae yang berasal dari Amerika tropis, khususnya Brazil. Dengan masuknya ke Indonesia begitu lama yang dinamakan dengan Babadotan, dengan klasifikasinya yaitu terna berbau keras, berbatang tegak atau berbaring, berakar pada bagian yang menyentuh tanah. Batang giling dan berambut panjang, sering bercabang – cabang dengan satu atau banyak kuntum bunga majemuk yang terletak diujung hingga 120 cm, daun bertangkai 0,5 – 5 cm, terletak berseling atau berhadapan yang berada dibagian bawah. Bunganya berwarna putih , diujung tangkai yang berambut dengan 2-3 lingkaran daun pembalut yang lonjong seperti sudip yang meruncing.

Tumbuhan ini menyebar diseluruh wilayah tropika, bahkan hingga subtropika yang menyebar luas di Indonesia. Babadotan ditemukan sebagai tumbuhan pengganggu disawah – sawah yang kering, ladang, pekarangan, tepi jalan, dan wilayah bersemak belukar.

Tumbuhan ini merupakan herba menahun, tegak dengan ketinggian 30 – 80 cm dan mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga mudah tumbuh dimana – mana dan sering menjadi gulma yang merugikan para petani. Namun dibalik itu tumbuhan Daun Nippon ini dapat digunakan sebagai obat, pestisida, dan herbisida, bahkan untuk pupuk yang dapat meningkatkan hasil produksi tanaman seperti padi. Hal tersebut diduga bahwa daunnya dapat meningkatkan kandungan nitrogen dalam tanah yang sangat diperlukan bagi tanaman. Melimpahnya tanaman ini dapat menjadi sumber pupuk kompos yang baik bagi tanaman, apalagi semakin mahalnya harga pupuk bagi petani. (Http:// Fharmacy. Blogspot.com babadotan-conyzoides.html.

2.3. Kompos

Kompos merupakan hasil akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah, serasah tanaman ataupun bangkai binatang. Ciri – ciri kompos yang baik adalah berwarna coklat, berstruktur remah, berkonsistensi gembur dan berbau daun lapuk. Tumpukan bahan mentah (serasah, sisa tanaman, sampah dapur dan lain sebagainya) bisa menjadi kompos akibat proses pelapukan dan penguraian.


(22)

Dengan kata lain terjadi perubahan dari sifat fisik yang baru. Perubahan itu sebagian besar muncul oleh karena adanya kegiatan jasad renik sehubungan dengan kebutuhan hidup organisme itu. Apa yang diikat oleh jasad renik demi mencukupi kebutuhan hidupnya, kelak akan dikembalikan lagi apabila jasad renik itu mati. Terjadi proses penguraian, pengikatan dan pembebasan berbagai zat atau unsur hara selama berlangsungnya proses pembentukan kompos. Penjelasan lengkap mengenai proses yang terjadi adalah sebagai berikut :

a. Hidrat arang (selulosa, hemiselulosa, dan lain - lain) diurai menjadi CO2 dan air atau CH4 dan H2.

b. Zat putih telur diurai menjadi amida, asam amino, amoniak, CO2 dan air. c. Berbagai jenis unsur hara, terutama N, disamping P, K dan yang lain sebagai hasil penguraian, akan terikat dalam tubuh jasad renik. Sebagain yang tidak terikat akan menjadi persediaan di dalam tanah. Yang terikat dalam tubuh jasad renik tersebut kelak akan dikembalikan dalam tanah setelah jasad renik itu mati.

d. Ada juga unsur hara dari senyawa organik yang akan terbebas menjadi senyawa an- organik sehingga menjadi persediaan di dalam tanah bagi keperluan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

e. Lemak dan lilin akan terurai menjadi CO2 dan air.

Selama berlangsungnya proses tersebut akan terjadi perubahan berat dan isi dari bahan – bahan pembuatanya. Terjadi pengurangan berat karena adanya penguapan dan pencucian. Sebagian besar senyawa hidrat arang akan hilang ke udara selama penguapan.

2.3.1. Syarat Pe mbuatan Kompos

a. Campuran kompos harus homogen agar kadar N dan kecepatan fermentasi dapat merata dan tetap. Oleh karena itu bahan mentah perlu dipotong – potong hingga menjadi bagian – bagian kecil.

b. Temperatur awal harus tinggi untuk membunuh bakteri pathogen, biji rumput – rumputan, lalat dan telurnya, serta larva hama lain beserta penyakit (cendawan) yang terbawa ke dalam tumpukan. ( Nurheti Yuliarti, 2009 )


(23)

2.3.2. Parameter yang dapat diamati sebagai petunjuk sempurnanya proses pengomposan sebagai berikut :

1. Selama proses pengomposan, dari hari pertama temperatur akan meningkat secara bertahap. Proses pengomposan dianggap selesai apabila temperatur kompos turun mendekati temperatur awal. Pengamatan ini dapat dilakukan setiap hari menggunakan termometer kaca.

2. Pengamatan terhadap penyusutan tumpukan kompos dilakukan pada akhir pengomposan (untuk bahan lunak) dan setiap minggu (untuk bahan keras).

2.3.3 Proses pengomposan

Campuran bahan bahan yang sudah ditambah bioaktivator difermentasi dengan cara menutupnya menggunakan terval dan membiarkannya selama 5 – 7 hari. Pada hari kedua atau ketiga, temperatur bahan kompos akan meningkat menjadi 40 – 60oC. Jika temperatur meningkat, tumpukan bahan tersebut harus dibalik, kemudian ditutup lagi. Tiga hari kemudian temperatur akan turun kembali dan berangsur – angsur stabil. Jika temperatur sudah stabil, bahan tersebut sudah menjadi kompos dan siap dikemas atau digunakan. (Sofian, 2006)

2.4. EM4 Sebagai Mikroorganisme yang Efektif

Effective Microorganisme 4 (EM4) merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan, berasal dari alam Indonesia asli, bermanfaat bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi tanaman, serta ramah lingkungan. Mikroorganisme yang ditambahkan akan membantu memperbaiki kondisi biologis tanah dan dapat membantu penyerapan unsur hara. EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp), Actinomycetes sp. Streptomuces sp, dan ragi (yeast).

Efek EM4 bagi tanaman tidak terjadi secara langsung. Hal ini yang terkadang tidak disadari oleh para pemakai. Penggunaan EM4 akan lebih efisien bila telah lebih dulu ditambahkan bahan organik yang berupa pupuk organik (bokkashi) ke dalam tanah. EM4 akan mempercepat fermentasi bahan organik


(24)

sehingga unsur hara yang terkandung akan cepat terserap dan tersedia bagi tanaman.

Satu hal yang menjadi pembatas dalam aplikasi EM4 adalah jangka hidup dan mikroorganisme yang terkandung di dalamnya. Dalam kondisi Norman di kemasan EM4 dapat disimpan selama 1 tahun.

Dosis semprot EM4 ke tanaman biasanya 3-10 ml/liter air. Selang pemberian yang baik adalah satu minggu sekali dan bila tanah cukup kaya bahan organik dapat diberikan dua minggu sekali. Larutan EM4 disiramkan ke daerah perakaran dan permukaan areal tanam. Penggunaan pupuk organik sangat dianjurkan guna memperkaya bahan makanan bagi tanaman.

Kandungan komposisi pupuk organik yang terdapat dalam kompos dan pupuk kandang membentuk orgasol yang mengandung bahan kimia tambahan untuk meningkatkan konsentrasi unsur kimia dalam pupuk. Komposisinya terdiri dari N 8%, P 9%, K5,8%, zat organik 31%, dan air 45%. (Marsono Paulus Sigit, 2001)

Sumber bahan organik tanah adalah jaringan tana man baik yang berupa serasah atau sisa tanaman yang berupa batang, akar daun yang kemudian dirombak oleh mikroorganisme tanah, atau sisa hewan yang berupa kotoran maupun bangkai hewan. Secara kimiawi bahan organik tanah tersususn atas karbohidrat, protein lignin dan sejumlah senyawa kecil seperti lemak, lilin dan sebagainya, salah satu hasil perombakan bahan organik adalah humus, yang mempunyai kapasitas pengikatan unsur hara dan air yang sangat tinggi, memiliki kekhususan koloidal dan mampu mengikat air 80-90% dari berat keringnya, bandingkan dengan tanah liat yang hanya mampu mengikat air 15-20% saja. Humus memberi warna tanah menjadi agak kehitaman dan sangat bermanfaat bagi pertanian karena mempengaruhi struktur tanah.

Bahan organik dalam tanah sangat berhubungan dengan kecepatan pelapukan tanah. Bahan organik yang mempunyai C/N rasio yang rendah akan lebih cepat melapuk dibanding bahan organik yang mempunyai C/N rasio yang tinggi. Untuk cepat lapuk maka perlu penambahan nitrogen tanah yaitu dengan menambahkan bahan organik yang cepat lapuk. Walaupun demikian peran oksigen yang terkandung dalam tanah sangat penting, karena berkurangnya kadar


(25)

oksigen juga berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme dalam penguraian. Ini berkaitan dengan ketersediaan unsur hara dari bahan organik yang bisa diserap tanaman. (M, Isnaini, 2006)

Reaksi - reaksi yang terjadi pada proses pengomposan yaitu : Reduksi sulfat :

CH3CHOHCOOH + SO42- 2CH3COOH + H2S + 2OH - 4H2 + SO42- 2H2O + H2S + 2OH-

Reduksi karbon organik secara anaerobik :

CH3COOH CH4 + CO2

4CH3OH 3CH4 + CO2 + 2H2O C6H12O6 ba kteri 3CH3COOH

C6H12O6 ka pang 2CH3CH2OH + 2CO2

Reduksi karbon dioksida :

2CH3CH2OH + 2CO2 2CH3COOH + CH4 4H2 + CO2 CH4 + 2H2O 4H2 + 2CO2 CH3COOH + 2H2O

Reduksi oksidasi sempurna :

CH3COOH + 2O2 CO2 + 2H2O 2H2 + O2 2H2O

CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O

( M. Judoamidjojo, A.A. Darwis dan E.G. Said ).

Reaksi aminasi :

P rotein proses enzima tik senyawa asam amino komplek + O2 + amina

R NH2 + H2O hidrolisa enzim R OH + NH3 + energi

Reaksi amonifikasi :

2NH3 + H2CO3 (NH4)2CO3 2NH4+ + CO3

2-Reaksi nitrifikasi :


(26)

2NO2- + O2 2NO3- + Energi

( Mul Yulyani Sutedjo, 2002 )

2.5. Meningkatkan Kesuburan Tanah

Produksi tanaman akan terhalang jika unsur hara yang terkandung di dalam tanah kurang atau tidak seimbang, terutama di daerah yang kadar unsur haranya buruk atau tanahnya terlalu asam atau basa. Meningkatkan jumlah produksi komoditas pertanian di Indonesia dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas tanah yang sudah mulai menurun kesuburannya.

Upaya yang dapat dilakukan untuk membatasi hilangnya unsur hara dan mengembalikan kesuburan tanah dilakukan dengan cara mendaur ulang limbah organik, seperti limbah dari kandang peternakan, kotoran manusia, sisa tanaman atau sisa pengolahan tanaman. Hasil daur ulang limbah organik tersebut dikembalikan ke lahan baik secara langsung ataupun setelah diolah menjadi kompos atau difermentasikan. dengan memanfaatkan pupuk organik tersebut, unsur hara dalam tanah akan bisa diperbaiki. Sehingga kehilangan unsur hara akibat terbawa air hujan/leaching dapat diatasi.

Pemupukan menggunakan kompos mengakibatkan tanah yang strukturnya ringan (berpasir atau ringan) menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih tinggi. Sementara itu, tanah yang berat (tanah liat) menjadi lebih optimal dalam mengikat air. Kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan dapat meningkatkan penyerapan unsur hara. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman tersedia di dalam tanah dan pupuk, serta akan diserap dengan rambut akar dalam bentuk ion. Tanah yang memiliki kapasitas tukar kation (KTK) rendah hanya memiliki sedikit unsur hara di dalamnya yang dapat diserap tanaman. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dibagi menjadi dua yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro antara lain Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Sedangkan unsur hara mikro antara lain Zat besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), dan seng (Zn).


(27)

Komponen kompos yang semakin berpengaruh terhadap sifat kimia tanah adalah kandungan humusnya. Humus dalam kompos mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Humus yang menjadi asam humat dapat melarutkan zat besi dan aluminium sehingga fosfat yang terikat besi dan alminium akan lepas dan dapat diserap oleh tanaman. Selain itu humus merupakan penyangga kation yang dapat mempertahankan unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman. Kandungan kimia kompos terlihat pada table di bawah ini :

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Kompos (. Sumber : (http:// www.kompos.go.id/

htmt.)

Komponen Kadar (%)

Nitrogen 1,33

P2O5 0,83

K2O 0,36

Humus 53,70

Kalsium 5,61

Zat besi 2,1

Seng (ppm) 285

Timah (ppm) 575

Tembaga (ppm) 65

Kadmium (ppm) 5

pH 7,2

Kompos juga berfungsi sebagai pemasok makanan bagi organisme di dalam tanah seperti kapang, bakteri, actinomycetes, dan protozoa sehingga dapat meningkatkan dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik.

2.6. Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari kotoran dan urin ternak. Umumnya, hampir semua kotoran hewan dapat digunaka n sebagai pupuk kandang. Namun, kotoran hewan seperti kambing, domba, sapi, dan ayam merupakan kotoran yang paling sering digunakan untuk dijadikan pupuk kandang.


(28)

Pupuk kandang tidak hanya membantu pertumbuhan, tetapi juga dapat membantu menetralkan racun logam berat di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah, membantu penyerapan hara, dan mempertahankan suhu tanah.

Ciri pupuk kandang yang telah siap digunakan adalah dingin, remah, wujud aslinya sudah tidak tampak, dan baunya telah jauh berkurang. Jika belum memiliki ciri – ciri tersebut, pupuk kandang belum bisa digunakan. Para petani biasanya menggunakan pupuk kandang dengan cara disebar dan dibenamkan. Namun, penggunaan yang paling baik adalah dengan cara dibenamkan. Dengan cara ini penguapan unsur hara akibat proses kimia dalam tanah dapat dikurangi.

(Sukamto Hadisuwito, 2007)

2.7. Humus

Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar cabang, dan batang yang sudah membusuk secara alami lewat bantuan mikroorganisme (di dalam tanah) dan cuaca (di atas tanah). Lapisan tanah dihutan banyak terbentuk humus.

a. Ciri khas Humus

Ciri khas humus adalah berwarna hitam sampai cokelat tua. Sifatnya tidak berbeda dari kompos, yaitu mudah mengikat dan merembeskan air, dan gembur. Itulah sebabnya humus sangat berguna untuk memperbaik i keadaan tanah yang sudah rusak tekstur tanahnya. Sayangnya humus sangat susah dicari. Satu – satunya cara yang biasa dilakukan untuk menambahkan humus dalam tanah ialah menanam pupuk hijau dilahan. Dengan membenamkan pupuk hijau di dalam tanah maka akan terjadi pembusukan sehingga membentuk humus.

Kalau diamati memang sulit membedakan antara kompos dengan humus. Perbedan hanya bahan dan cara terjadinya. Kalau kompos dibuat dari berbagai bahan dan dilapukkan dengan bantuan manusia maka humus terjdi dari bagaian tanaman yang membusuk atau melapuk sendirinya.

b. Menggunakan Humus

Dewasa ini, humus sudah menjadi barang dagangan, banyak diperjualbelikan dalam kantong plastik berbagai uk uran dengan harga cukup mahal. Oleh karena


(29)

itu, dapat dimaklukmi kalau orang hanya mempergunakannya untuk tanaman – tanaman tertentu saja. Di kota humus biasanya dipakai untuk mengisi media tanaman dalam pot dan untuk keperluan mencangkok. (Pinus Lingga, Marsono, 2005)

2.8. Kandungan Nutrisi Tanaman

Fungsi utama nutrisi adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk sel, dan aseptor elektron di dalam aksi yang menghasilkan energi. Nutrisi yang diperlukan oleh mikroba meliputi air, sumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen, sumber aseptor nitrogen, sumber mineral dan faktor tumbuh.

a. Air

Air sangat penting (esensial) untuk pertumbuhan dan kehidupan semua mikroba, karena air merupakan bagain terbesar dari sel mikroba yaitu sebesar 70 – 80%. Air berfungsi sebagai pelarut, alat pengangkut dan biokimia di dalam sel.

b. Sumber Energi

Mikroba memperoleh energi dari dua jenis sumber yaitu mikroba yang mendapat energi dari reaksi oksidasi bahan kimia (organik atau anorganik) disebut mikroba khemotrof, sedangkan mikroba fototrof mendapatkan energi dari sinar matahari melalui proses potosintesis.

c. Sumber Karbon

Karbon merupakan bagaian dari sitoplasma, enzim, dinding sel, dan termasuk bahan cadangan di dalam sel makhluk hidup. Hasil oksidasi dari senyawa karbon juga digunakan sebagai sumber energi. Yang menjadi sumber karbon adalah karbohidrat, yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa), trisakarida (rafinosa), dan polisakarida (pati, dekstrin, pectin, selulosa). Sumber karbon lain berasal dari asam – asam organik (asam sitrat, asam malat, asam suksianat), garam – garam organik, dan polialkohol. d. Sumber Nitrogen

Untuk aktivitas mikroba membutuhkan nitrogen yang umumnya diperoleh dari bahan anorganik, misalnya amonium (NH4+), nitrat (NO3) atau bahan organik, berupa asam amino, peptida, dan protein. Beberapa jenis bakteri (misalnya


(30)

Rhizobium sp) dapat secara langsung menggunakan gas N2 sebagai suumber nitrogen. Peristiwa ini disebut fiksasi N2 udara. (Nurwantoro, 1997)

2.9.Nitrogen ( N )

Nitrogen dibutuhkan untuk menyusun 1- 4% bahan kering ( bagian keras ) tanaman, seperti batang, kulit , dan biji. Nitrogen diambil dari tanah dalam bentuk nitrat (NO3-) atau amonium (NH4+), atau kombinasi dengan senyawa metabolisme karbohidrat di dalam tanaman dalam bentuk asam amino dan protein. Nitrogen juga tersedia pada kompos dan pupuk kandang dalam jumlah sedikit.

Pupuk non - organik (buatan) yang banyak digunakan petani adalah urea. Urea mengandung nitrogen 46%. Apabila urea ditebarkan di permukaan tanah tanpa dimasukkan ke dalam tanah, kandungan nitrogennya akan me nguap 20 – 30%, sehingga penggunaannya harus dilakukan dengan cara pencampuran dengan tanah. Apabila bercampur dengan tanah, urea akan berubah menjadi bentuk amonium karbohidrat, kemudian akan berubah menjadi NH3 dan karbondioksida. Kekurangan nitrogen pada tanaman menunjukkan gejala sebagai berikut :

- kondisi tanaman buruk dan menjadi sangat kerdil.

- daun tanaman kecil, berwarna pucat, dan berwarna hijau kekuningan.

- daun pada bagian paling bawah seperti terbakar dan mati sebelum masanya, sementara daun pada tajuk atas tanaman masih hijau.

- produksi tanaman rendah. (Redaksi Agromedia, 2007)

2.10. Posfor (P)

Posfor diserap tanaman lebih banyak dalam bentuk anion H2PO4- daripada bentuk anion HPO4-. Posfor dalam tanah terikat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Sedangkan dalam bahan anorganik, posfor berasal dari batuan induk dalam bentuk kalsium, besi aluminium posfat.

Posfor sangat vital bagi tanaman karena merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman. Posfor berbentuk adenosin triposfat (ATP) merupakan senyawa posfor yang mengandung energi tinggi. Selain itu posfor merupakan bagian dari asam nukleat, posfolipid dan koenzim NAD dan NADP.


(31)

Kekurangan posfor pada tanaman akan dapat mempengaruhi terhambatnya proses metabolisme pada tubuh tanaman. Gejala – gejala kekurangan posfor pada tanaman dapat dilihat dengan ciri – ciri yaitu pertumbuhan tanaman akan terhambat, daun tua akan cepat rontok, daun berwarna hijau gelap dan kadang – kadang bergelombang. Di samping itu juga akan terjadi pengendapan karbohidrat yang dapat mendorong terbentuknya antosianin sehingga daun dan batang berwarna kemerahan atau ungu.

Tidak seperti halnya nitrogen yang terdapat dalam jumlah banyak, kadar posfor sangat terbatas. Dengan demikian sangat tergantung jenis tanah serta penambahan pupuk Posfat dari luar. Posfor anorganik di dalam tanah terdapat dalam dua bentuk, yaitu terikat dengan kalsium (Ca) dan dengan besi atau aluminum.

2.11. Kalium (K)

Kadar Kalium (K) di dalam tanah cukup tinggi, dan merupakan salah satu unsur yang esensial bagi tanaman. Namun demikian, fungsi unsur K ini di dalam tanaman masih belum jelas. Fungsi unsur ini yang telah diketahui adalah sebagi pembantu penyelenggara fotosintesis tanaman, translokasi gula, dan mengaktifkan kerja enzim. Pada akhir – akhir ini terdapat dugaan bahwa kalium berperan mengatur tekanan potensi air dalam sel penjaga (guasd cell), sehingga menentukan membuka dan menutupnya stomata.

Seperti halnya pada nitrogen dan posfor, kalium adalah bersifat mobil di dalam tanaman, oleh karena itu gejala pertama dari kekurangan K ini terlihat pada daun tua. Daun tua menjadi klorosis kemudian nekrosis pada ujung dan tepi helai daun. Reaksi yang berpengaruh adalah terjadinya pengendapan karbohidrat dan nitrogen terlarut, sehingga menghambat sintesis protein.

Penggunaan pupuk K dalam jumlah banyak tidak menimbulkan bahaya, tidak sebagaimana dengan nitrogen, karena unsur K mudah tercuci. Tanaman menyerap K dalam proporsinya dan sesuai dengan ketersediannya. Apabila penggunaan K berlebih pada musim tanam, maka untuk musim tanam berikutnya pemberian K tidak perlu. Kelebihan K didalam tanah dapat menyebabkan kekurangan Mg pada tanaman tersebut. (Sumeru Ashari, 1995)


(32)

2.11.1. Peranan Kalium Didalam Pertumbuhan Tanaman

Peranan kalium didalam tanaman adalah sebagai pengatur berbagai proses fisiologi tanaman seperti merawat kondisi air di dalam sel dan jaringan, mengatur turgor atau tegangan sel, membuka dan menutup stomata, serta mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru terbentuk. Dengan baiknya pengaturan ini maka pertumbuhan tanaman menjadi merata dan pesat serta ketahanan penyakit meningkat.

2.11.2. Defisiensi Unsur Hara Kalium

Defisiensi unsur K menyebabkan tanaman tampak kerdil, jarak antar – ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam dan seperti hangus (Scorch), tepi daun melekuk kebawah yang dimulai dari daun terbawah, tanaman mudah rebah dan rentan terhadap serangan penyakit, serta produksi buah menurun yang diikuti dengan penurunan kualitas. Selain itu, tanaman menjadi rentan terhadap kelebihan amonium dengan gejala klorosis atau berbintik hitam yang tersebar di permukaan daun, khususnya pada tanaman dikotil, sedangkan pada tanaman monokotil, ujung dan tepi daun mengering.

2.11.3. Kelebihan Unsur Hara Kalium Bagi Tanaman

Bila unsur K berkelebihan maka akan tampak gejala yang bertentangan (antagonis) dengan Mg atau terjadi defisiensi Mg. Sering juga terjadi anta gonis dengan Ca sehingga menunjukkan gejala defisisnesi Ca. Selain itu, ada kemungkinan terjadi antagonis dengan unsur Fe, Mn dan Zn. Sebenarnya tanaman tidak akan menyerap unsur K secara berlebihan. Namun, kelebihan terjadi akibat unsur K yang berlebih di larutan air dalam tanah. Oleh karena itu dianjurkan digunakan kadar K yang cukup, tetapi sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga tidak menyebabkan antagonis.


(33)

2.12. Keunggulan Penggunaaan Pupuk Organik Dibanding dengan Pupuk Anorganik

Pada dasarnya, tanaman yang diberikan pupuk organik adalah lebih berkualitas. Tanaman sayuran yang diberi pupuk organik akan lebih segar dan rasanya enak, serta dapat disimpan lebih lama. Misalnya, wortel organik bisa disimpan selama 3 sampai

4 minggu, sedangkan wortel non – organik hanya tahan disimpan 1 sampai 2 minggu. Kelebihan pupuk organik dibandingkan dengan pupuk anorganik dapat dilihat sebagai berikut :

- mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, tetapi jumlahnya sedikit. - dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah menjadi gembur.

- memiliki daya simpan air (water holding capacity) yang tinggi.

- beberapa tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik lebih tahan terhadap serangan penyakit.

- meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang menguntungkan.

- memiliki residual effect yang positif, sehingga tanaman yang ditanaman pada musim berikutnya tetap bagus pertumbuhan dan produktivitasnya.

Sedangkan pupuk anorganik dapat dilihat sebagai berikut :

- hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak. - tidak dapat memperbaiki struktur tanah, justru penggunaannya dalam jangka

waktu

lama menyebabkan fisik tanah menjadi keras. - dapat membuat tanaman rentan terhadap penyakit.

- pupuk anorganik mudah menguap dan tercuci terkecuali jenis pupuk seperti TSP, SP36 dan pupuk posfat lainnya. Oleh karena itu, penggunaan yang tidak tepat akan tidak berarti karena unsur hara yang ada hilang akibat menguap atau tercuci air. (Sukamto, 2007)

2.13. Penentuan Kadar C - Organik

Bahan – bahan/material organik tanah merupakan sisa tumbuhan, hewan dan organisme tanah, baik yang telah maupun yang sedang mengalami dekomposisi. Material/bahan organik tanah tidak terdekomposisi menjadi humus yang berwarna


(34)

menjadi hitam dan bersifat koloidal.pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik yang mudah teroksidasi akan mereduksi Cr2O72- yang diberikan secara berlebihan. Terjadinya reaksi ini karena adanya energi yang dihasilkam oleh reaksi H2SO4 pekat dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr6+ (Nurdin Muhammad Suin,2002).

Teknik penetapan C-organik yang paling standar adalah oksidasi bahan orgaik oleh dikromat yang mana metode ini lebih sering disebut metode Walkley dan Black. Dalam prosedurnya kalium dikromat dan asam sulfat pekat ditambahkan ke dalam bahan organik, dimana larutan tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air. Penambahan asam posfat ke dalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi interferensi dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi.

Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :

2 Cr2O72- + 3 C + 16 H+ 4 Cr3+ + 3 CO2 + 8 H2O

Prosedur dari Walkley dan Black ini sangat luas digunakan karena sederhana, cepat dan tidak memerlukan peralatan yang mahal, akan tetapi prosedur ini hasil oksidasi tidak dapat mencapai hasil yang optimal, yang mana prosedur tersebut hanya mampu mengoksidasi bahan organik antara 60 % - 75 %. (Zimmerman, 1997).

2.14. Penentuan Nitrogen dengan Metode Kjehdahl

Metode ini sangat penting dalam penentuan kadar protein. Pada dasarnya, bahan dioksidasi dengan asam sulfat pekat panas hingga hancur. Tahap ini disebut tahap digestion atau pencernaan. Disini nitrogen diubah menjadi ion amonium. Pada tahap berikutnya, larutan ditambah ba sa kuat sehingga bereaksi basa lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dengan HCl baku yang tertentu jumlahnya untuk mengikat NH3. Destilat kemudian dititrasi dengan NaOH baku untuk menentukan kelebihan asam.

Selisih HCl yang ditambahkan dengan yang d ititrasi merupakan jumlah HCl yang terikat oleh NH3 sehingga kandungan N didalam analit dapat dihitung.


(35)

Reaksi – reaksi yang terjadi sebagai berikut :

Protein + oksidator NH4+ + CO2 + H2O + lain – lain (digestion) NH4+ + OH- NH3 + H2O (destilasi)

NH3 + HCl berlebih NH4Cl (penampungan)

HCl sisa + NaOH NaCl + H2O (titrasi)

(W. Harjadi, 1993)

2.15. Penentuan Posfat

Kelarutan posfor dalam zat pembawanya berbeda – beda. Pupuk posfat yang larut dalam air tak selalu merupakan kategori yang paling baik untuk mengartikan ketersediaan unsurnya bagi tanaman, meskipun posfat yang larut dalam air salah satu pengertian yang baik.

Metode kimia telah dikembangkan diman pertimbangan yang diperhatikan yaitu larut dalam,ketersediaan,dan kandungan tota l posfat.

Istilah yang paling sering digunakan dalam menggambarkan kandungan posfor dengan menentukan kelarutannya dalam air, kelarutannya dalam sitrat, tidak larut dalam sitrat, ketersediaannya, dan total posfornya(sebagai P2O5).

Sejumlah kecil sampel diambil dari bahan untuk dianalisa, pertama – tama diekstraksi dengan air. Endapan disaring dan jumlah posfat yang dikandung didalam filtrat ditentukan. Hasilnya dinyatakan dalam persen per berat sampel, fraksi ini mewakili fraksi yang larut dalam air.

Posfor yang larut dalam asam sitrat, residu diekstraksi dengan ammonium sitrat 1N. Posfor yang tersedia adalah jumlah posfor yang larut dalam air dan larut dalam sitrat mewakili taksiran yang tersedia untuk tanaman.

(Samuel L.Trigdale,1975)

Prosedur penentuan posfat didasarkan pada reaksi :

H3PO4 + 12H2MoO4 H3P(Mo12O40) + 12 H2O

Mo (IV) Mo (V)

Posfat dengan molibdat membentuk suatu poliheteroasam dimana molibdat dapat direduksi dari keadaan oksidasi 6 menjadi keadaan oksidasi


(36)

dengan asam askorbat sehingga membentuk kompleks biru yang dapat diukur secara metode scpektrofotometri pada panjang gelombang 660 nm. (J.Ruzieka, E.H.Hansen, 1981)

2.16. Penentuan Kalium Secara Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Kalium adalah salah satu unsur logam alkali yang mempunyai rumus atom K berat atom 39.102, nomor atom 19, titik lebur 63,38o C, dan titik didihnya 759o C. Kadar kalium ditetapkan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

Spektofotometri serapan atom yang disingkat dengan SSA adalah suatu tekn ik atau metode analisa kimia bagi penentuan kadar unsur-unsur logam dan semi logam yang terdapat didalam sampel (terutama pada kadar yang rendah yaitu ppm dan ppb), dengan dasar analisis absorbsi energi radiasi elektromagnetik oleh atom.

Di dalam suatu nyala, atom yang terbanyak lebih berada dalam keadaan elektronik dasar daripada dalam keadaan tereksitasi. Jumlah atom yang tereksitasi berkisar secara eksponensial dengan suhu sedangkan dengan demikian banyak atom yang tereksitasi. Atom-atom gas terionisasikan dan benturan ion-ion berenergi dengan permukaan katoda mengusir atom-atom logam yang telah tereksitasikan. Hal ini mengakibatkan terjadinya spek trum garis logam yang menampakkan diri sebagai suatu bara di dalam ruangan pada katoda cekung. Suatu garis yang cocok di dalam spektrum emisi dari sumbernya dipilih untuk dianalisa. Garis ini yang disebut garis resonansi, menunjukkan suatu perpindahan dari suatu keadaan bereksitasi suatu atom ke keadaan dasar dan dengan demikian menunjukkan frekuensi yang tepat bagi absorbsi oleh atom-atom di dalam nyala yang ada pada keadaan dasar.

2.16.1. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom :

A B C D E F


(37)

A. Lampu katoda berongga

Lampu katoda berongga merupakan sumber sinar yang memancarkan spektrum dari unsur logam yang akan dianalisa (setiap logam yang memiliki lampu khusus untuk logam tersebut).

B. Chopper

Mengatur sinar yang dipancarkan.

C. Tungku

Tempat pembakaran (untuk memecahkan larutan sampel pada tetesan halus dan meleburkannya ke dalam nyala untuk diatomkan).

D. Monokromator

Mendispersi sinar yang ditransmisikan oleh atom.

E. Detektor

Mengukur sinar yang ditransmisikan dan memberikan signal sebagai respon terhadap sinar yang diterima.

F. Rekorder

Untuk membaca nilai absorbansi. (Khopkar, S.M. 2002)

2.16.2. Keuntungan Spektrofotometer Serapan Atom :

1. Karena absorpsi bergantung pada populasi keadaan dasar, maka kepekaan

mungkin lebih tinggi khususnya untuk unsur-unsur yang sukar dieksitasikan (misalnya seng yang dapat ditentukan kurang dari 0,5 ppm, sedang batas terendah pada emisi mungkin sama dengan 500 ppm).

2. Populasi keadaan dasar jauh kurang peka terhadap suhu nyala daripada populasi yang tereksitasi.


(38)

3. Interferensi dari garis-garis spektrum dari unsur-unsur lain dan emisi latar belakang nyala dapat diperkecil. (Day, R.A, 1994)


(39)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1Alat – alat

- Labu Kjehldahl Pyrex

- Hot Plate Stirer PMC

- Gelas Beaker Pyrex

- Buret Pyrex

- Gelas Ukur Pyrex

- Corong Pyrex

- Gelas Piala Pyrex

- Labu Takar Pyrex

- Pipet Volume Pyrex

- Tabung Reaksi Pyrex

- Spatula

- Gelas Timbangan Pyrex

- Termometer Pyson

- Oven Galamerican

- Container PVC 10 Liter

- Mikro Pipet Pyrex

- Klemp - Statif

- Timbangan Elektrik Mettler PM 400

- Spektrofotometer Sinar Tampak ST 300 - Kertas saring Whatman no. 40

- Kuvet - pH meter


(40)

3.2. Bahan – bahan

- Tumbuhan Kembang Bulan - Tumbuhan Daun Nippon - Kotoran babi

- Dedak - EM4

- Gula Merah - Akuades

- H2SO4 (P) p.a. E. Merck

- HCl (p) p.a. E. Merck

- H3PO4 (P) p.a. E. Merck

- FeSO4 . 7H2O p.a. E. Merck

- KCl p.a. E. Merck

- K2CrO7 p.a. E. Merck

- H2C2O4 p.a. E. Merck

- NaOH p.a. E. Merck

- H3BO3 p.a. E. Merck

- Asam Askorbat p.a. E. Merck

- Kalium Antimonil Tartarat p.a. E. Merck

- Amonium Molibdat p.a. E. Merck

- Fenolftalein p.a. E. Merck

- Metil Merah p.a. E. Merck

- Metil Biru p.a. E. Merck

- Bromtimol Biru p.a. E. Merck

- Alkohol 96% Teknis

- KH2PO4 p.a. E. Merck


(41)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Sampel Ke mbang Bulan

Tumbuhan kembang bulan segar dirajang menjadi potonga n- potongan kecil, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari.

3.3.2. Penyediaan Sampel Daun Nippon

Tumbuhan daun Nippon segar dirajang menjadi potongan – potongan kecil, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari.

3.3.3. Penyediaan kotoran babi

Kotoran babi segar dikeringkan sebanyak 1,5 kg dibawah sinar matahari selama 3 hari.

3.3.4. Penyediaan Dedak

Dedak dikeringkan sebanyak 3 kg dibawah sinar matahari selama 3 hari.

3.3.5. Pembuatan Larutan Gula

Ditimbang sebanyak 500 g gula merah atau sesuai dengan yang dibutuhkan dan dilarutkan dengan air sebanyak 1 L

3.3.6. Pembuatan Larutan Starter EM4

Dimasukkan EM4 sebanyak 10 ml ke dalam labu takar 1000 ml, ditambahkan larutan gula merah 10 ml, kemudian ditambahkan akuades hingga garis tanda. Larutan dihomogenkan kemudian didiamkan selama 18 jam.

3.3.7. Pembuatan Kompos

3.3.7.1. Kompos Kembang Bulan

Ditimbang sebanyak 2 kg sampel Kembang Bulan dimasukkan kedalam container PVC tertutup ukuran 10 liter, ditambahkan sebanyak 400 g kotoran babi dan dedak 1421 g yang telah dikeringkan, kemudian ditambahkan starter EM4 yang


(42)

telah diencerkan. Pencampuran dilakukan perlahan – lahan dan merata hingga kandungan air 30 – 40%, kandungan air yang diinginkan diuji dengan tidak menetesnya air bila bahan digenggam dan dapat dikepal - kepal. Campuran dihomogenkan, ditutup dan disimpan pada tempat yang aman, dibiarkan hingga pengomposan berlangsung selama 15 hari (penentuan kandungan C – Organik, N – total, P – total, dan K dilakukan sekali dalam 3 hari).

3.3.7.2. Kompos Daun Nippon

Ditimbang sebanyak 2 kg sampel Daun Nippon dimasukkan kedalam Container PVC tertutup ukuran 10 liter, ditambahkan sebanyak 400 g kotoran babi dan dedak 1252 g yang telah dikeringkan, kemudian ditambahkan starter EM4 yang telah diencerkan. Pencampuran dilakukan perlahan – lahan dan merata hingga kandungan air 30 – 40%, kandungan air yang diinginkan diuji dengan tidak menetesnya air bila bahan digemgam dan dapat dikepal - kepal. Campuran dihomogenkan, ditutup dan disimpan pada tempat yang aman, dibiarkan hingga pengomposan berlangsung selama 15 hari (penentuan kandungan C – Organik, N – total, P – total, dan K dilakukan sekali dalam 3 hari). Dengan catatan bahwa perbedaan berat dedak pada sampel Kembang Bulan dan Daun Nippon dibuat melalui perhitungan C/N, yang terlebih dahulu diketahui berat dan C/N sampel (Kembang Bulan dan Daun Nippon) dan kotoran babi dengan perhitungan sebagai berikut :

C/N

=Bera tsa mpelAxC/N.ABera tsa mpelBxC/N.BBera tsa mpelCxC/N.C= 30 : 1

Dimana : Sampel A = Sampel Kembang Bulan dan daun Nippon Sampel B = Dedak

Sampel C = Kotoran Babi


(43)

3.3.8. Pembuatan Pereaksi dan Larutan Standar

3.3.8.1. Pe mbuatan Pereaksi dan Larutan standar untuk penentuan Posfor sebagai P-Total dengan Metode Spektrofotometri

a. Larutan HCl 25%

Dipipet 173,6 ml larutan HCl (p), dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

b. Larutan Standar P 100 ppm

Ditimbang 0,2195 g kristal KH2PO4 secara kuantitatif, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 500 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

c. Larutan Amonium Molibdat 4%

Ditimbang 1,883 g kristal (NH4)6Mo7O24 . 4H2O, dimasukkan ke dalam gelas piala 50 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, d imasukkan kedalam labu takar 50 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

d. Larutan Asam Askorbat 0,1 M

Ditimbang 0,880 g kristal C6H8O6, dimasukkan ke dalam gelas piala 50 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 50 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

e. Larutan Kalium Antimonil Tartarat 1mg Sb/ml

Ditimbang 0,105 g kristal KSbOC4H4O6 . 1/2 H2O, dimasukkan ke dalam gelas piala 50 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 50 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

f. Larutan Standar P 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm

Disediakan sebanyak 5 buah labu takar yang kering dan bersih, masing – masing labu takar dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, dan 10 ml larutan standar P 100 ppm, kemudia setiap labu takar ditambahkan 20 ml akuades dan 11,7 ml HCl 25%, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.


(44)

g. Larutan H2SO4 5 N

Dipipet 13,72 ml H2SO4 (p), dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah berisi 20 ml akuades, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, didinginkan dan dihomogenkan.

h. Pembuatan Reagen Campuran Pengkompleks

Dipipet 25 ml H2SO4 5 N ke dalam labu takar 50 ml, ditambahkan 7,5 ml larutan amonium molibdat 4%, ditambahkan 15 ml larutan asam askorbat 0,1 M, ditambahkan 2,5 ml larutan kalium antimonil tartarat 0,1 M, dan dihomogenkan.

3.3.8.2. Pembuatan Pereaksi untuk Penentuan C – Organik

a. Larutan K2Cr2O7 1 N

Ditimbang secara kuantitatif kristal K2Cr2O7 sebanyak 12,257 g, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

b. Larutan FeSO4 1 N

Ditimbang secara kuantitatif kristal FeSO4 . 7H2O sebanyak 69,505 g, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, ditambahkan 37,5 ml H2SO4 pekat secara perlahan – lahan, diaduk hingga larut, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, ditambahkan akuades hingga garis tanda, didinginkan dan dihomogenkan.

c. Larutan Difenilamin ( (C6H5)2NH4 ).

Ditimbang 0,5 g kristal difenilamin, dilarutkan dengan akuades dalam gelas piala 250 ml, ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 pekat secara perlahan – lahan dengan merendam gelas beaker dalam air es, dan diaduk hingga larut seluruhnya.


(45)

3.3.8.3. Pembuatan Pereaksi untuk Penentuan Nitrogen Total (Metode Kjehldahl)

a. Larutan NaOH 40%

Ditimbang sebanyak 40 g kristal NaOH, dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml, kemudian dilarutkan dengan akuades, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan hingga garis tanda dan dihomogenkan.

b. Larutan Indikator Fenolftalein

Ditimbang kristal fenolftalein sebanyak 1 g kemudian dilarutkan dengan alkohol 96%, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

c. Larutan H3BO3 3%

Ditimbang H3BO3 sebanyak 3 g, dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades, dimsukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan hingga garis tanda dan dihomogenkan.

d. Larutan Indikator Campuran

Sebanyak 2 ml larutan indikator metil biru 0,1% (b/v ) didalam alkohol, dicampurkan dengan 1 ml larutan indikator metil merah 0,2% (b/v) kemudian dihomogenkan.

e. Larutan H2C2O4 0,01 N

Ditimbang kristal H2C2O4 . 2H2O secara kuantitatif sebanyak 0,63 g, dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

f. Larutan NaOH 0,01 N

Ditimbang secara kuantitatif kristal NaOH sebanyak 0,4 g, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dihomogenkan.


(46)

g. Larutan HCl 0,01 N

Sebanyak 0,83 ml HCl 37% dipipet ke dalam labu takar 1000 ml, diencerkan hingga garis tanda dengan akuades, dan dihomogenkan.

h. Standarisasi Larutan NaOH 0,01 N

- Dipipet 10 ml larutan H2C2O4 0,01 N dimasukkan ke dalam gelas piala 125 ml - ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein

- dititrasi dengan NaOH hingga terjadi perubahan warna menjadi merah lembayung

- dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

i. Standarisasi HCl 0,01 N

- Dipipet 10 ml larutan HCl 0,01 N dimasukkan ke dalam gelas piala 125 ml - ditambahkan 3 tetes indikator bromtimol biru

- dititrasi dengan NaOH yang telah distandarisasi hingga terjadi perubahan warna biru menjadi hijau kekuningan

- dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

j. Standarisasi FeSO4 1 N

- Dipipet 10 ml larutan FeSO4 1 N dimasukkan ke dalam gelas piala 125 ml - ditambahkan sebanyak 5 ml H2SO4 (p)

- ditambahkan sebanyak 20 ml akuades

- ditambahkan 1 tetes larutan indikator difenilamin

- dititrasi dengan K2Cr2O7 1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi Hijau - dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

3.3.8.4. Pembuatan Pe reaksi Untuk Penentuan Kalium Dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

a. Larutan HCl 25%

Dipipet 173,6 ml HCl (p), dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan


(47)

b. Larutan Kalium 1000 ppm

Dilarutkan 1,907 g KCl p.a. dengan akuades dalam labu takar 1000 ml hingga garis tanda. Larutan ini mengandung 1000 mg K/L.

c. Larutan Standar Kalium 100 ppm

Sebanyak 10 ml larutan standar kalium 1000 ppm diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml hingga garis tanda.

d. Larutan Standard Kalium 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 ppm

Dari larutan standar 100 ppm kalium masing – masing dipipet 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 ml, kemudian masing- masing diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml hingga garis tanda. Masing – masing larutan adalah 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 ppm K.

3.3.9. Penentuan P dengan Metode spektrofometri 3.3.9.1. Preparasi Sampel

Ditimbang 1 g sampel Kembang Bulan yang kering, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, ditambahkan 12,5 ml HCl 25%, diaduk diatas hot plate stirer dengan magnetik stirer selama 2 jam, disaring dengan kertas saring Whatman no. 40, filtratnya dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan dihomogenkan. Prosedur yang sama dilakukan untuk sampel Daun Nippon.

3.3.9.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi untuk P

Dipipet sebanyak 1 ml larutan standar P 2 ppm ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering, ditambahkan 5 ml akuades, ditambahkan 1 ml reagen campuran pengkompleks, didiamkan selama 15 menit, diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer sinar tampak, pada  = 710 nm. Prosedur yang sama dilakukan untuk larutan standar P 4, 6, 8, dan 10 ppm . (kurva kalibrasi dicamtumkan pada gambar ).

3.3.9.3. Penentuan Kadar Posfor pada Sampel

Filtrat yang diperoleh dari prosedur 3.3.9.1 dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml akuades, ditambahk an 1 ml reagen campuran pengkompleks,


(48)

didiamkan selama 15 menit, diukur absorbansinya dengan spektrofotometer sinar tampak pada = 710 nm.

3.3.10. Penentuan Kadar C -Organik dengan metode Walkey Black

- Ditimbang secara kuantitatif sebanyak 0,1 g sampel yang telah dihaluskan dan kering udara dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml

- ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N - ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat secara perlahan - diaduk selama 1 menit

- dididamkan selama 30 menit - ditambahkan 200 ml akuades

- ditambahkan 5 ml H3PO4 pekat ( 85% ) dan 1 ml larutan difenilamin

- dititrasi dengan larutan FeSO4 0,9873 N hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi hijau

- dicatat volume FeSO4 0,9873 N yang terpakai - dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

3.3.11. Penentuan Nitrogen Total Metode Kjehldahl

- Ditimbang secara kuantitatif sebanyak 0,1 g sampel dimasukkan kedalam labu Kjehldahl

- ditambahkan 0,3 g selenium dan 25 ml H2SO4 pekat

- didekstruksi sampel hingga sampel berubah menjadi larutan coklat kehitaman

- dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 50 ml akuades

- ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein dan NaOH 40% sehingga berwarna merah lembayung

- disediakan penampung untuk hasil destilat berupa gelas piala 125 ml yang berisi

50 ml H3BO3 3% dan 3 tetes indikator campuran

- dipasang tabung destilasi pada alat destilasi, kemudian diletakkan pada tempatnya


(49)

- destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai terbentuk merah lembayung

- dicatat volume titran kemudian ditentukan % N - dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

3.3.12. Pembuatan Kurva Kalibrasi untuk K

Dipipet sebanyak 1 ml larutan standar K 0,5 ppm ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering. Ditambahkan 9 ml akuades, dikocok dengan vortex hingga homogen, kemudian diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer serapan atom pada = 710 nm. Prosedur yang sama dilakukan untuk larutan standar K 1,0; 1,5 dan

2,0 ml ppm . (kurva kalibrasi dicamtumkan pada gambar …. ).

3.3.13. Penentuan Kalium Dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

- Sebanyak 5 g sampel kering ditimbang dengan teliti lalu dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml kemudian ditambahkan 12,5 ml HCl 25% dan 30 ml akuades

- didekstruksi selama 3 jam pada suhu ± 80o C - campuran dibiarkan selama 1 malam

- campuran diaduk diatas hot plate stirer dengan magnetik stirer selama 2 jam dan didinginkan

- campuran disaring dengan menggunakan kertas saring whatman No. 40 dan filtratnya dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

- residu diatas kertas saring dicuci dengan akuades sebanyak 3(tiga) kali (masing – masing 10 ml )

- kedalam filtrat ditambahkan NH4OH 20% tetes demi tetes hingga pH ± 3 - larutan kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan

dihomogenkan

- kandungan kalium didalam larutan ditentukan dengan menggunakan Spektrofotometer serapan Atom pada  = 766,5 nm.


(50)

3.4. Bagan Penelitian 3.4.1. Pembuatan Kompos

3.4.1.1. Kompos Tumbuhan Kembang Bulan

Ditentukan C, N, P, dan K

Ditambahkan kotoran babi 400 g yang telah ditentukan kadar C, N, P, dan K

Ditambahkan dedak 1412 g yang telah ditentukan kadar C, N, P,

dan K

Dicampurkan sambil diaduk sampai merata

Dimasukkan kedalam Container PVC 10 liter yang telah diberi pori-pori

ditambahkan starter yang telah diencerkan sampai campuran dapat dikepal dengan secukupnya sampai merata

ditutup rapat Container PVC disimpan pada tempat yang aman

dilakukan pengadukan sekali selama 48 jam untuk

mengeluarkan gas-gas yang terbentuk dan mempertahankan suhu adonan sekitar 500 C

dibiarkan sampai waktu pengomposan 15 hari (kandungan C, N, P, dan K ditentukan dengan interval waktu 3, 6, 9, 12, dan 15 hari)

Catatan : Prosedur yang sama dilakukan untuk pembuatan kompos Daun Nippon dengan penambahan dedak sebanyak 1252 g.

Kembang Bulan 2 kg

Campuran kembang Bulan, kotoran babi serta dedak


(51)

3.4. Bagan Penelitian 3.4.1. Pembuatan Kompos

3.4.1.1. Kompos Tumbuhan Kembang Bulan

Ditentukan C, N, P, dan K

Ditambahkan kotoran babi 400 g yang telah ditentukan kadar C, N, P, dan K

Ditambahkan dedak 1412 g yang telah ditentukan kadar C, N, P,

dan K

Dicampurkan sambil diaduk sampai merata

Dimasukkan kedalam Container PVC 10 liter yang telah diberi pori-pori

ditambahkan starter yang telah diencerkan sampai campuran dapat dikepal dengan secukupnya sampai merata

ditutup rapat Container PVC disimpan pada tempat yang aman

dilakukan pengadukan sekali selama 48 jam untuk

mengeluarkan gas-gas yang terbentuk dan mempertahankan suhu adonan sekitar 500 C

dibiarkan sampai waktu pengomposan 15 hari (kandungan C, N, P, dan K ditentukan dengan interval waktu 3, 6, 9, 12, dan 15 hari)

Catatan : P rosedur yang sama dilakukan untuk pembuatan kompos Daun Nippondengan penambahan dedak sebanyak 1252 g.

Kembang Bulan 2 kg

Campuran kembang Bulan, kotoran babi serta dedak


(52)

3.4.2. Penentuan C – Organik

Ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N ditambahkaan 20 ml H2SO4 pekat diaduk selama 1 menit

didiamkan selama 30 menit

ditambahkan 100 ml akuades ditambahkan 5 ml H3PO4 85 % ditambahkan 1 ml larutan difenilamin

Dititrasi dengan FeSO4 0,9873 N hingga warna berubah menjadi hijau

Dicatat volume FeSO4 0,9873 N yang terpakai

Catatan : P rosedur yang sama dilakukan untuk serbuk/kompos Daun Nippon P enentuan C Organik dilakukan setia p interval waktu 0, 3, 6, 9, 12 dan

15 hari

P enentuan dilakukan sebanyak 3 kali dan digunakan sebagai harga rata rata

Hasil penentuan dicamtumkan pada Lampiran 1 tabel 1.1dan 1.2, hal. 70

0,1 g serbuk/kompos Kembang Bulan

Larutan hijau kekuningan

Larutan ungu


(53)

3.4.3. Penentuan Posfor dengan Metode Spektrofotometri 3.4.3.1. Pengekstrakan Kembang Bulan

Ditambahkan 12,5 ml HCl 25%

diaduk diatas hot plate stirer dengan magnetik stirer selama 2 jam

disaring dengan kertas saring whatman no.40

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dihomogenkan

Catatan : P rosedur yang sama dilakukan untuk serbuk/kompos Daun Nippon 3.4.3.2. Pengukuran Absorbansi dari Larutan Standar P untuk kurva

Kalibrasi Untuk Larutan standar P 2 ppm

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 5 ml akuades

ditambahakan 1 ml larutan campuran pengkompleks Didiamkan 15 menit

Diukur absorbansinya dengan spektorfotometer pada = 710 nm 1 g serbuk/kompos Kembang Bulan

Filtrat Residu

Ekstrak

1 ml larutan standar P 2 ppm

Larutan berwarna biru


(54)

Catatan : P rosedur yang sama dilakukan untuk larutan standar P 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm

P enentuan dilakukan sebanyak 3 kali dan digunakan sebagai harga rata rata

Hasil pengukuran dicamtumkan pada lampiran 9 tabel , hal. 75 Kurva kalibrasi ditunjukkan pada lampiran 12 gambar hal. 78

3.4.3.3. Pengukuran Absorbansi P didalam Ekstrak Ke mbang Bulan

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 5 ml akuades

ditambahakan 1 ml larutan campuran pengkompleks didiamkan 15 menit

diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada = 710 nm

Catatan : P rosedur yang sama dilakukan untuk ekstrak kompos Kembang Bulan, ekstrak Daun Nippopn, dan ekstrak kompos Daun Nippon P engukuran P dilakukan setiap interval waktu 0, 3, 6, 9, 12 dan 15 hari

P engukuran dilakukan sebanyak 3 kali dan digunakan sebagai harga rata rata

Hasil pengukuran dicantumkan pada Lampiran 4 tabel 4.1 dan 4.2, hal. 73

1 ml Ekstrak Kembang Bulan

Larutan berwarna biru


(55)

3.4.4. Penentuan Nitrogen - Total didalam serbuk/kompos kembang Bulan (Metode Kjehldahl)

Ditambahkan 0,3 g selenium dan 25 ml H2SO4 pekat didekstruksi hingga menjadi larutan coklat kehitaman

dipindahkan ke dalam labu destilasi ditambahkan 50 ml akuades

ditambahakan 3 tetes indikator fenoltalein

ditambahkan NaOH 40% sampai berwarna merah lembayung

didestilasi

ditampung destilat ke dalam gelas piala yang berisi 50 ml H3BO3 3% dan 3 tetes indikator campuran hingga

berwarna hijau

dititrasi dengan HCl 0,01 N

dicatat volume titran yang terpakai Ditentukan % N

Catatan : P rosedur yang sama dilakukan untuk serbuk dan kompos Daun Nippon P enentuan dilakukan setiap interval waktu pengomposan 3, 6, 9, 12 dan

15 hari

P enentuan dilakukan sebanyak 3 kali dan digunakan sebagai harga rata rata

Hasil pengukuran dicantumkan pada lampiran 2 tabel 2.1dan 2.2, hal. 71

0,1 g serbuk/kompos Kembang Bulan

Larutan coklat kehitaman ulan encer

Destilat berwarna hijau

Larutan merah muda


(56)

3.4.5. Pengukuran Absorbansi dari Larutan Standar K untuk kurva Kalibrasi Untuk Larutan standar K 0,5 ppm

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

ditambahkan 9 ml akuades dan dikocok agar larutan homogen diukur absorbansinya dengan spektorfotometer pada = 766,5 nm

Catatan : P rosedur yang sama dilakukan untuk larutan standar K 1,0 ppm, 1,5 ppm, dan 2,0 ppm

Hasil pengukuran dicantumkan pada lampiran 10 tabel , hal. 76 Kurva kalibrasi ditunjukkan pada lampiran 13 gambar , hal. 80

1 ml larutan standar K 0,5 ppm


(57)

3.4.6. Penentuan Kalium dengan Metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml

ditambahkan dengan 12,5 ml HCl 25% dan ditambahkan akuades sebanyak 30 ml

didesktruksi selama 3 jam pada suhu ± 80o C didiamkan selama 1 malam

diaduk diatas hot plate stirer dengan magnetik stirer selama 2 jam dan didinginkan

disaring dengan kertas saring whatman no. 40 kertas saring dicuci sebanyak 3 kali dengan akuades sebanyak 10 ml

dibuat pH ± 3 dengan penambahan NH4OH 20% tetes demi tetes

diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan

kandungan K didalam larutan diukur dengan

Spektrofotometer Serapan Atom pada  = 766,5 nm

Catatan : P rosedur yang sama dilakukan untuk serbuk dan kompos Daun Nippon

P engukuran dilakukan setiap interval waktu pengomposan 3, 6, 9, 12 dan 15 hari

P engukuran dilakukan sebanyak 3 kali dan digunakan seba gai harga rata rata

Hasil pengukuran dicantumkan pada lampiran 5 tabel 5.1 dan s.2, hal. 74

5 g serbuk/Kembang Bulan

Filtrat (dalam labu takar 100 ml)

Hasil


(1)

Lampiran 9. Tabel Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Standar K

Konsentrasi K (mg/L) Absorbansi

0,0 0,0042

0,5 0,0515

1,0 0,0872

1,5 0,1316


(2)

Lampiran 10. Tabel Standar Kualitas Kompos SNI : 19-7030-2004

no Parameter Satuan Minim Maks

1 Kadar Air % 0 50

2 Temperatur suhu air tanah

3 Warna kehitaman

4 Bau berbau tanah

5 Ukuran partikel mm 0,55 25 6

Kemampuan ikat

air % 58

7 pH 5,80 7,49

8 Bahan asing % * 1,5

Uns ur makro

9 Bahan organik % 27 58

10 Nitrogen % 0,40

11 Karbon % 9,90 32

12 Posfor(P2O5) 0,10

13 C/N-rasio 10 20

14 Kalium (K2O) % 0,20 *

Uns ur mikro

15 Arsen mg/kg * 13

16 Cadnium (Cd) mg/kg * 3

17 Cobalt (Co) mg/kg * 34

18 Chromium (Cr) mg/kg * 210

19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100

20 Mercuri (Hg) mg/kg 0,0

21 Nikel (Ni) mg/kg * 0,2

22 Timbal (Pb) mg/kg * 150

23 Selenium (Se) mg/kg * 2

24 Seng (Zn) mg/kg * 500

Unsur lain

25 Calsium % * 25,5

26 Magnesium (Mg) % * 0,8

27 Besi (Fe) % * 2,00

28 Aluminium (Al) % 2,20

29 Mangan (Mn) % 0,10

Bakteri

30 Feca Coli MPN/gr 1000

31 Salmonella sp. MPN/4gr 3


(3)

0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030

640 660 680 700 720 740 760

Panjang Gelombang ( nm )

A b s o rb a n s i

Lampiran 11. Gambar Kurva Penentuan Panjang Gelombang maksimum Larutan Standar P 0,2 mg/L.

0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2

Konsentrasi P (mg/L)

A b s o rb a n s i


(4)

y = 0,088x

R2 = 0,9958

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18 0,20

0 0,5 1 1,5 2 2,5

konsentrasi K (mg/L)

a

b

s

o

rb

a

n

s

i

Lampiran 13 Gambar Kurva kalibrasi Larutan Standar Kalium (K).

Lampiran 14. Gambar Kompos Kembang Bulan pada Hari ke-15 dalam Tahap Penge ringan.


(5)

Lampiran 15. Gambar Kompos Daun N ippon pada Hari ke-15 dalamTahap Pengeringan.


(6)