serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Dalam penjelasan diatas maka dapat dikaitkan bahwa institusi agama
merupakan subsistem dari institusi sosial atau lembaga sosial yang memiliki peran sebagai bentuk sebuah lembaga yang melakukan pengendalian akan nilai dan norma
bagi pemeluknya, agar tidak lepas dari nilai dan norma yang disepakati dalam kehidupan beragama.
Menurut Soerjono Soekanto 1970:173, pranata sosial di dalam masyarakat memiliki fungsi sebagai berikut ;
1. Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah
laku atau bersikap dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. 2.
Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan atau disintegrasi masyarakat
3. Berfungsi untuk memberikan pegangan dalam mengadakan sistem
pengendalian sosial. Sanksi-sanksi atas pelanggaran norma-norma sosial merupakan sarana agar setiap warga masyarakat tetap konform dengan norma-
norma sosial, sehingga tertib sosial dapat terwujud.
2.3. Fungsi Agama
Menurut Sunarto 1993:69 mengemukakan bahwa agama merupakan institusi penting yang mengatur kehidupan manusia, istilah agama disini merupakan
terjemahan dari kata religion, suatu istilah yang lingkup nya lebih luas dari istilah agama yang digunakan oleh pemerintahan Republik Indonesia RI, yang hanya
mencakup enam agama yang telah diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen
Universitas Sumatera Utara
Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu, dan Konghuchu. Perilaku keagamaan sesungguhnya merupakan perilaku yang terdapat pada alam kenyataan oleh
karenanya dapat diamati dan diteliti, bila fenomena sosial berubah maka akan diikuti juga dengan perubahan fenomena keagamaan, yang kedua fenomena ini mempunyai
hubungan keterkaitan diantara keduanya. Horton dan Hunt dalam Narwoko dan Suyanto 2004:252 setiap agama
mempunyai unsur-unsur, yakni kepercayaan, simbol, praktik agama, penganut agama, dan pengalaman agama, pranata agama seperti juga pranata sosial lainnya yang
merupakan sistem keyakinan dan praktik keagamaan yang penting dari masyarakat yang telah dibakukan dan dirumuskan serta dianut secara luas dan dipandang perlu
dan benar. Agama berkaitan dengan hal-hal yang bersifat perilaku moral. Agama menawarkan suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagai persoalan yang
membingungkan manusia. Agama mendorong manusia untuk tidak melulu memikirkan kepentingan diri sendiri, melainkan juga memikirkan kepentingan
bersama. Didalam tata cara agama apapun terdapat beberapa kharakteristik yang
mengatur para pengikutnya untuk melakukan dan mengikuti perintah yang dianjurkan kepada pengikut, hal ini karena agar para pengikut agama untuk mentaati apa yang
menjadi kepercayaan mereka dan supaya agama tersebut tetap eksis dan berkembang. Oleh karenanya kita mengenal di setiap agama dengan istilah: kesacralan, profane,
kepercayaan, seremoni, pengikut, dan doktrinisasi yang diberikan pada para pengikutnya. Hal yang sama juga diutarakan oleh Tim Curry yang mencatat lima hal
yang universal pada suatu agama, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan hal yang paling mendasar dalam setiap agama apapun. Hal ini disebabkan Kepercayaan terhadap segala sesuatu dalam agama
merupakan permasalahan yang berkaitan dengan disiplin ilmu teologi. Adapun konsekuensi sosial yang ditimbulkan oleh kepercayaan tersebut baru merupakan
permasalahan sosiologis. Yang menjadi, objek fokus perhatian kalangan sosiolog bukanlah melihat validitas atau kebenaran kepercayaan tersebut tapi lebih
memfokuskan perhatian pada konsekuensi sosial yang timbul sebagai akibat dari adanya kepercayaan tersebut. Misalnya, kepercayaan akan adanya surga dan neraka
menjadi salah satu faktor yang mendorong manusia untuk melakukan serangkaian ibadah atau ritual tertentu secara komunal. Dalam hal ini, fokus kajian seorang
sosiolog bukanlah untuk membuktikan keberadaan surga atau neraka, akan tetapi mencoba mengupas pengaruh keimanan yang terdapat pada masyarakat, sehingga
berpengaruh terhadap kepercayaan tentang surga dan neraka dalam membentuk perilaku mereka di masyarakat
b. Sacred dan Profane.
Menurut Durkheim, semua agama membedakan dunia kedalam dua domain besar yaitu: sacred dan profane. Sesuatu yang disebut sacred adalah segala sesuatu
yang memiliki arti dan kualitas supernatural. Adapun yang profane adalah sesuatu yang dipandang sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari . Karena begitu luasnya
cakupan definisi tersebut maka sangatlah mungkin terjadi tumpang-tindih di masyarakat tentang penggolongan sesuatu sebagai yang sacred atau profane. Bisa jadi
Universitas Sumatera Utara
dalam suatu masyarakat atau agama sesuatu dipandang sebagai yang sacred tapi bagi masyarakat atau agama lain dipandang sebagai sesuatu yang profane.
c. Ritual dan Seremoni.
Setiap agama memiliki beberapa aspek bentuk perilaku yang rutin dilaksanakan oleh pengikut agama yang bersangkutan sebagai ekspresi dan penguat
iman. Oleh karenanya semua agama memiliki ritual. Bagi pemeluk agama, ritual dan seremoni merupakan sesuatu yang penting berkaitan dengan masalah peribadatan.
Adapun bagi kalangan sosiolog, beberapa ritual dipandang membantu mengikat orang secara bersama-sama dalam masyarakat. Pelaksanaan ritual memungkinkan
terciptanya solidaritas sosial diantara para penganut agama meskipun terdapat banyak perbedaan diantara penganut agama tersebut.
d. Komunitas moral.
Agama merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang yang memiliki kesamaan kepercayaan dan nilai-nilai. Adanya kesamaan nilai yang
kemudian diperkuat dengan pelembagaan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran nilai- nilai tersebut telah membentk suatu komunitas yang mampu bertahan dari generasi ke
generasi berikutnya. e.
Pengalaman pribadi. Pengalaman pribadi yang diperoleh melalui agama dapat memberikan makna
bagi kehidupan manusia bahkan terkadang mampu memecahkan masalah-masalah pribadi yang sedang dihadapi terutama berkaitan dengan terapi mental.
Meskipun setiap agama memiliki kelima karakteristik diatas, namun harus diingat bahwa setiap agama memiliki penekanan yang berbeda-beda terhadap kelima
Universitas Sumatera Utara
karakteristik tersebut. Ada agama yang sangat kaya dengan ritual dan seremoni, namun ada juga agama yang hanya memberikan sedikit perhatian pada hal tersebut.
Oleh karena itu, berbagai macam pendekatan telah dikembangkan oleh kalangan sosiolog untuk melihat fenomena keagaman di masyarakat dengan mendasarkan pada
fokus perhatian yang ingin dikaji dari fenomena tersebut http:arifinzain.wordpress.com.
Robert K. Merton dalam Ritzer –Goodman, 2004: 137-141 menjelaskan bahwa analisis struktural fungsional memusatkan perhatiannya pada kelompok,
organisasi, masyarakat,dan kultur. Ia menyatakan bahwa setiap objek yang dapat dijadikan sasaran analisis struktural fungsional tentu mencerminkan mencerminkan
hal yang standar. Di dalam pikiran merton, sasaran studi struktural fungsional antara lain adalah peran sosial, pola institusional, proses sosial, pola kultur, emosi yang
terpola secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial. Merton memperkenalkan konsep fungsi nyata manifest dan fungsi tersembunyi latent.
Kedua istilah ini memberikan tambahan penting bagi analisis fungsional, fungsi nyata manifest adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan fungsi tersembunyi latent
adalah fungsi yang tidak diharapkan. Emile Durkheim dalam Narwoko dan Suyanto,2004:254, menyatakan
bahwa agama dapat mengantar para individu anggota masyarakat menjadi makhluk sosial. Agama melestarikan masyarakat, memeliharanya di hadapan manusia dalam
arti memberi nilai bagi manusia, menanamkan sifat dasar manusia untuk-Nya. Di dalam ritus pemujaaan, masyarakat mengukuhkan kembali dirinya ke dalam
perbuatan simbolik yang menampakkan sikapnya, yang dengan itu memperkuat
Universitas Sumatera Utara
masyarakat itu sendiri, dan ritus itu juga merupakan sarana bagi kelompok sosial untuk mengukuhkan kembali dirinya,
Akan tetapi tidak jarang agama mempunyai disfungsi seperti timbulnya sifat rasa fanatik didalam kalangan umat beragama dalam memahami ajaran agamanya dan
cenderung mengganggap rendah pemeluk agama yang lain. Para sosiolog mengemukakan bahwa pertentangan yang membahayakan keutuhan masyarakat tidak
jarang bersumber pada faktor agama. Seperti konflik antara umat Muslim dan umat Kristen ortodoks yang terjadi di Negara eks-Yugoslavia tahun 1990an, konflik antar
orang Palestina yang beragama Muslim dengan orang Israel yang beragamaYahudi, konflik antara kaum syiah dengan kaum sunni di Irak, Iran, dan Pakistan, konflik
antara penganut Islam dengan Hindu yang terjadi di India, serta pemberontakan di Srilanka yang salah satu penyebabnya terjadi diskriminasi yang dilakukan etnis
Singhala yang mayoritas menganut Budha terhadap etnis Tamil yang menganut agama Hindu sebagai minoritas, dan banyak lagi konflik yang berlatarbelakang
agama, yang menunjukkan bahwa adanya agama berlainan atau aliran yang berbeda dalam agama yang sama dalam satu masyarakat dapat membahayakan masyarakat.
Agama merupakan salah satu sumber nilai, memiliki peranan, arti, dan bahkan sumbangan yang sangat besar dan paling tinggi harganya bagi setiap jejang
kehidupan manusia. Agama mempunyai kekuatan yang mengikat yang luar biasa ke dalam dan semangat yang keras untuk menyalakan pertentangan keluar
Burhanuddin, 2004: 75. Menurut Horton dan Hunt 1987:327 pranata agama memiliki fungsi
manifest dan memiliki fungsi latent. Fungsi manifest agama berkaitan dengan segi
Universitas Sumatera Utara
doktrin, ritual, dan aturan perilaku, dalam agama. Tujuan dan fungsi agama adalah untuk membujuk manusia agar melaksanakan ritual agama, dan menjalankan kegiatan
yang diperkenankan agama. Sedangkan fungsi latent agama, antara lain menawarkan kehangatan bergaul, meningkatkan mobilitas sosial, mendorong terciptanya beberapa
bentuk stratifikasi sosial. Melalui sanksi dan pembaharuan norma-norma dasar, agama memberikan dasar strategis bagi pengendalian sosial dalam menghadapi
kecenderungan penyimpangan dan pengungkapan dorongan-dorongan yang berbahaya bagi stabilitas masyarakat. Salah satu bentuk sanksi yang dari agama dapat
terlaksana melalui sebuah lembaga keagamaan. Adapun fungsi agama dalam masyarakat Ishomuddin, 2002 : 54-56 yaitu :
a. Fungsi edukatif pendidikan.
b. Fungsi penyelamat.
c. Fungsi sebagai perdamaian.
d. Fungsi sebagai Pengendalian Sosial.
e. Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas.
f. Fungsi transformatif.
g. Fungsi kreatif.
h. Fungsi sublimatif.
Secara rincinya agama memiliki fungsi sebagai berikut Suyanto,2004:255. 1.
Agama menawarkan hubungan yang transcendental melalui pemujaan upacara ibadah, sehingga memberikan dasar emosional bagi rasa aman baru dan identitas
yang lebih kuat di tengah ketidakpastian dan ketidakberdayaan kondisi manusia dari arus perubahan sejarah.
Universitas Sumatera Utara
2. Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang ada di luar jangkauan
manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan. Contohnya ketika manusia gagal dalam mengejar aspirasi, karena dihadapkan dengan kekecewaan serta
kebimbangan, maka agama dapat memberikan dukungan moral sebagai sarana emosional bagi pemeluk agama. Dalam memberikan dukungannya, agama
menopang nilai-nilai dan tujuan yang telah terbentuk, memperkuat moral, dan membantu mengurangi kebencian.
3. Agama menyucikan norma dan nilai masyarakat yang telah terbentuk,
mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas keinginan individu, dan disiplin kelompok diatas doraingan hati individu. Agama juga menangani
keterasingan dan kesalahan individu yang telah menyimpang. 4.
Agama dapat memberikan standar nilai dalam arti dimana norma-norma yang telah terlembaga dapat dikaji kembali secara kritis dan pada saat itu masyarakat
sedang membutuhkannya. 5.
Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting. Dengan menerima nilai-nilai yang terkandung dalam agama dan kepercayaan tentang hakikat dan
takdir manusia, individu mengembangkan aspek penting tetang pemahaman diri dab batasan diri yang mempengaruhi individu tentang siapa dia dan apa dia.
2.4. Kepemimpinan Kharismatik, Rasional, Dan Tradisional