pengikut, khususnya para pemimpin kelompok, untuk melanjutkan komunitas yang telah diciptakan para sesepuh. Apa yang dinamakan pelembagaan yang kemudian
melahirkan suatu keadaan rutinitas kharisma adalah suatu proses fundamental yang mendahului berdirinya organisasi keagamaan. Pada umumnya semua perkembangan,
semua penyesuaian dengan masyarakat, semua inovasi membangkitkan protes unsur- unsur kelompok agama yang tidak mampu menerima perubahan. F. Odea,1996: 97.
Otoritas tradisional dengan legitimasinya diperoleh dari “suatu kepercayaan mapan pada kesucian tradisi-tradisi yang sudah sangat lama ada dan pada legitimasi
dari orang-orang yang mempraktekkan otoritas kepemimpinan yang dilandaskan pada tradisi-tradisi itu”; sehingga akibat dari otoritas tradisional maka terbentuk kelas-
kelas yang terdapat pada masyarakat ataupun pada adat istiadat, yang pada akhirnya untuk memilih suatu pemimpin maka akan lebih dahulu dilihat dari strata yang
dimiliki oleh seseorang www.ioanesrakhmat.com.
2.5. Pendapat golongan moderat
Dalam perjalanannya Majelis Ulama Indonesia memiliki perspektif yang berseberangan dengan kelompok Islam yang modernis. Karena bagi MUI wacana-
wacana seperti liberalisme dan pluralisme yang berawal dari sekularisme tidak seharusnya di pahami seperti apa adanya, hal ini dikarenakan dapat menggoyahkan
batas etika dan moral umat Islam. Akan tetapi, harus dimaknai ke arah yang lebih berkeislaman dan berselera budaya masyarakat bangsa sendiri. Misalnya Islam
memandang pluralitas agama seperti mengakui akan keberadaan agama-agama lain misalnya agama Nasrani, Budha, Hindu, akan tetapi tidak mengakui pluralisme
Universitas Sumatera Utara
agama, karena pluralisme agama hanya akan menisbikan kebenaran semua agama yang cenderung pada penggabungan ajaran agama yang satu dengan agama yang lain
yang selama ini dianut oleh masing-masing agama, pendapat inilah yang sering dilontarkan oleh golongan sekuler dan liberal. Dengan kata lain Islam sangat
bertoleransi dalam berbagai kehidupan, akan tetap Islam tidak bertoleransi dalam akidah.
Bagi kalangan sekuler, apa yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia sangat mengkhawatirkan yang merupakan kemunduran bagi masa depan kehidupan umat
beragama di Indonesia. Kalangan sekulerisme, liberalisme, dan pluraisme berpendapat apa yang dilakukan oleh MUI condong kepada memaksakan kehendak
dan melanggar hak asasi manusia untuk menentukan pilihan http:islamlib.comidartikelmui.
pada tahun 2005 diselenggaranya Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang ke 7 yang dimana MUI mengeluarkan suatu fatwa yaitu mengenai
larangan paham liberalisme, pluralisme, sekularisme, bagi umat Islam dan haram hukumnya untuk diikuti dengan alasan bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Begitu fatwa tersebut dikeluarkan, segera protes dan penentangan bermunculan dari berbagai pihak salah satunya dari kalangan liberal, seperti penentangan dari
Abdurrahman Wahid dan kawan-kawannya terhadap fatwa tersebut. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak mendengarkan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia,
khususnya tentang Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang dinyatakan sebagai ajaran yang sesat Husaini, 2005: 4.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi disisi lain, apa yang dilakukan oleh MUI adalah suatu gebrakan yang menunjukan sikap dan pandangan yang maju dan independen serta menjalankan
peran dan fungsinya, mengingat peranan Majelis Ulama Indonesia sebagai pengawal akidah umat muslim dan penegak amar ma’ruf nahi munkar sekaligus menjadi proses
pembelajaran yang baik bagi umat Islam di Indonesia dan di dunia.
\
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian