Komando Jihad Sebagai Gerakan Islam Fundamentalis
                                                                                sebagai karakteristik dari “peradaban teks” hadlarat al-nash, sehingga membentuk masyarakat yang sangat menghargai teks.
12
Dilihat  dari  cara  penafsiran  dan  penghayatan  terhadap  teks,  gerakan  Islam fundamentalis dapat  diklasifikasikan dalam tiga tipologi.  Pertama, Fundamentalisme
Literal, mereka yang tergolong dalam ketegori ini melihat doktrin keagamaan secara literal  dan  tekstual.  Apa  yang  disampaikan  teks  dipahami  dan  diterima  secara  taken
for  granted,  tanpa  proses  penghayatan  secara  sosiologis  dan  antropologis,  ini kecenderungan umum dari gerakan Islam fundamentalis.
Yang  sangat  menonjol  dari  gerakan  mereka  adalah  penyatuan  antara  agama dan  pemikiran  keagamaan.  Mereka  meyakini  bahwa  pemikiran  keagamaan  adalah
agama  itu  sendiri,  sehingga  perbedaan  pandangan  dianggap  sebagai  perbedaan agama. Nashr Hamid Abu Zayd dan Abdul Karim Soroush melihat persoalan tersebut
adalah  titik  lemah  pemikiran  keislaman  saat  ini.  Karena  itu  kedua  pemikir  tersebut menyerukan  pentingnya  pemisahan  antara  agama  dan  ilmu  agama.  Yang  pertama
bersifat sakral, sedangkan yang kedua bersifat profan. Kedua,  fundamentalisme  moderat,  ini  sering  disebut  sebagai  lokus  paradoks
fundamentalisme.  Pandangan  bahwa  fundamentalisme  adalah  perlawanan  terhadap modernitas tidak selamanya benar, sebab kalangan fundamentalis justru dilakoni oleh
mereka yang secara intens dengan modernitas. Agama menurut mereka adalah dogma yang bersifat praktis, agama tidak perlu didiskusikan dan diinterpretasikan, apa yang
datang  dari  agamwan  mesti  diyakini  sebagai  kebenaran  absolut.  Bahwa
12
Zuhairi  Misrawi  dan  Khamami  Zada,  Islam  Melawan  Terorisme,  Jakarta:  LSIP  dan Yayasan TIFA, 2004, hal. 106.
keberagamaan  seseorang  diukur  secara  simbolik,  yaitu  selama  seseorang menggunakan  simbol-simbol  keagamaan  dan  melaksanakan  ritual-ritualnya,  maka
keberagamaan  orang  tersebut  dianggap  benar  dan  sesuai  dengan  pakem,  tatkala berhadapan dengan doktrin sikap yang muncul adalah ketundukan dan kepatuhan al-
khudlu’ wa al-inqiyad.
13
Ketiga,  fundamentalisme  radikal,  kelompok  ini  merupakan  golongan  yang selama  ini  mendapatkan  sorotan.  Apabila  kelompok  pertama  dan  kedua  cenderung
agak  lunak,  namun  kelompok  ketiga  ini  cenderung  menggunakan  pemaksaan  dan kekerasan  sebagai  alternatif  untuk  menggolkan  pandangan  mereka,  oleh  karena  itu
mereka lebih dikenal sebagai kelompok radikal. Dalam  melaksanakan  misinya,  kelompok  radikal  mempunyai  kecenderungan
menolak, mengganti sistem dan membenarkan kekerasan. Klaim mayoritas dijadikan landasan  oleh  mereka,  yaitu  bahwa  mayoritas  umat  Islam  di  Tanah  Air  dijadikan
landasan  untuk  mendesak  pandangan  mereka  untuk  menerapkan  hukum  Islam syariat.
Klaim  mayoritas  dalam  kognisi  mereka  mengakibatkan  lahirnya  imajinasi politik,  bahwa  untuk  menegakkan  hukum  Islam  diperlukan  Negara.  Karenanya  bagi
kalangan  radikal,  mendirikan  Negara  Islam  adalah  satu-satunya  jalan  untuk menerapkan  hukum  Islam.  Mereka  mempunyai  harapan  besar  untuk  mendirikan
pemerintahan  Islam,  tanpa  sistem  Negara  Islam,  pesan-pesan  keagamaan  tidak  akan tegak.  Yang  terjadi  sebenarnya  tidak  hanya  romantisme  masa  lalu,  melainkan  juga
romantisme  pada  Negara.  Akibatnya  keinginan  untuk  memformalisasikan  syariat
13
Zuhairi Misrawi dan Khamami Zada, Islam Melawan Terorisme, hal. 109.
begitu besar, bahkan harus sampai pada titik pemhabisan dengan menggunakan cara apapun.
Mohammed  Arkoun  memberikan  pengertian  yang  berbeda  tentang  diefinisi fundamentalisme. Ia menyatakan bahwa fundamentalisme Islam sebenarnya bukanlah
merupakan bagian dari  Islam,  tetapi  merupakan fenomena sosial  dan politik  semata. Fundamentalisme tidak lebih merupakan hasil dari ideologisasi dan politisasi Islam.
14
Demikian  halnya  keseluruhan  faktor  yang  menggerakkan  fundamentalisme  Islam, baik  oposisi,  susunan  ideologis,  impian  kolektif  maupun  halusinasi  individual,
tidaklah menuju kepada Islam sebagai agama dan tradisi pemikiran. Adapun  ciri-ciri  dan  karakteristik  Islam  fundamentalis  dapat  dilihat  dari
pendapat  Nader  Saidi,  ia  mengatakan  bahwa  gerakan  Islam  fundamentalis  dapat ditandai dengan:
1. Mengajukan penafsiran yang bersifat absolut terhadap teks-teks Tuhan yaitu
penafsiran yang bersifat represif atas gagasan Tuhan. 2.
Faham  penyatuan  antara  agama  dan  Negara  yang  diwujudkan  dalam  ide sistem pemerintahan teokrasi.
3. Metode penafsiran yang bersifat literal-skriptural.
4. Penolakan atas dominasi atas simbol-simbol modern dan barat.
14
Mohammed Arkoun, Membongkar Wacana Hegemonik dalam Islam dan Post Modernisme terj, Surabaya: Alfikr, 1999, hal. 209.
5. Penolakan atas sosialisme dan kapitalisme yang merupakan konsekuensi dari
keyakinan  terhadap  nilai  kekhususan  Islam.  Islam  memiliki  konsepsi  sendiri yang meliputi keseluruhan aspek.
6. Pan-Islamisme,  pemeluk  Islam  didefinisikan  dalam  satu  kesatuan  ummah
ummat  al-wahidah.  Angan-angan  mewujudkan  satu  kekhalifahan  Islam adalah merupakan satu perwujudan dari ide ini.
15
Melihat  karakteristik  gerakan  Islam  Fundamentalis  secara  umum,  maka kecenderungan ini bisa dilihat pada aktivitas gerakan-gerakan Islam di Indonesia
dan  di  dunia  Islam  pada  umumnya.  Seperti  Front  Pembela  Islam  FPI,  Forum Komunokasi  Ahlu  Sunah  Waljamaah  FKSWJ,  Hizbut  Tahrir  Indonesia  HTI,
Majelis  Mujahidin  Indonesia  MMI,  Komite  Indonesia  untuk  Solidaritas  Dunia Islam  KISDI,  Persatuan  Pekerja  Muslilm  Indonesia  PPMI,  Himpunan
Mahasiswa  Antar  Kampus  Hammas  Indonesia,  Ikhwanul  Muslimin  IM,  dan Gerakan  Tarbiyah.  Terkadang  kelompok-kelompok  Islam  begitu  gencar
mengampanyekan penerapan syariat.  Mereka memandang bahwa Piagam Jakarta merupakan harta karun umat Islam yang tertunda.
Berbagai  gerakan  Islam  pada  kurun  waktu  1976-1980  atau  pada  masa  Orde Baru  adalah  termasuk  dalam  gerakan  Islam  fundamentalis,  karakteristik
fundamental  dan  radikal  terdapat  pada  gerakan  Komando  Jihad  Haji  Ismail Pranoto,  kasus  Gerakan  Imran  dan  juga  pada  gerakan  Teror  Warman.  Semua
15
Nader Saidi, “What is Islamic Fundamentalism” dalam Jeffrey K Hadden  Anson Shupe eds., Prophetic Religions and Politics: Religion and the Political order New York: Paragon House,
1986,  hal  182-189.,  sebagaimana  dikutip  dalam  M  Zaki  Mubarak,  Genealogi  Islam  Radikal  di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi, hal. 19.
gerakan  ini  bertujuan  sama  yaitu  mendirikan  Negara  Islam  Indonesia,  faham penyatuan  antara  agama  dan  Negara  diwujudkan  dalam  ide  dan  gerakan
kelompok-kelompok  ini.  Dengan  berbagai  aksi  teror,  pembunuhan,  pembajakan pesawat  yang  dilakukan,  maka  hal  ini  menyatakan  bahwa  gerakan  mereka
tergolong gerakan Islam fundamentalis radikal.
                