Ideologi IDEOLOGI DAN GERAKAN KOMANDO JIHAD

Penulis menemukan motif gerakan yang berbeda dari gerakan Komando Jihad ini dibanding dengan gerakan-gerakan Islam yang muncul masa pemerintahan Soekarno, ada pergeseran motifasi dari cita-cita mewujudkan Negara Islam sampai perseteruan internal dari tokoh-tokoh Komji sendiri. Mengingat motivasi dan ideologi terkadang tersembunyi atau sengaja disembunyikan di balik gerakan, maka penulis akan mencoba menganalisa dari sisi penggerak utama gerakan dan motivasi akan terungkap ketika dia menjelaskan tujuan dan sebab utama dia menggerakkan gerakan ini. Motif gerakan Komando Jihad bisa dilihat dari hasil persidangan Haji Ismail Pranoto sebagai tokoh sentralnya. Dalam persidangan ini Ateng Djaelani memberikan kesaksian bahwa Hispran dengan Komando Jihadnya murni bertujuan menghidupkan kembali Negara Islam Indonesia NII dan ingin menggulingkan pemerintah Soeharto, 72 hal ini membuktikan bahwa gerakan ini adalah murni gerakan Islam yang cenderung radikal. Pergeseran idealisme gerakan Komji bisa dilihat dari bantahan Hispran terhadap kesaksian Ateng Djaelani, Hispran mengatakan bahwa keterangan Ateng adalah karangan saja. Bahkan menurutnya Danu dan Ateng adalah orang pemerintah. “Yang satu mendapat gaji dan mobil dan yang satu menjadi penyalur minyak tanah untuk seluruh Jawa Barat,” kata Hispran dalam sidang 8 Mei 1978. 73 Ungkapan senada disampaikan oleh Abu Jibril aktifis Majelis Mujahidin Indonesia dan seka ligus sahabat dekat tokoh Komando Jihad Abu Bakar Ba‟asyir, ia 72 Proses persidangan Haji Ismail Pranoto bisa di lihat di Tempo, 30 September 1978. 73 Tim LIPI, Militer Politik Kekuasaan Orde Baru, hal.108. mengatakan bahwa kasus gerakan Komando Jihad tidak lain adalah rekayasa penguasa Orde Baru dengan menggunakan kekuatan intelijennya, semua rekayasa ini bertujuan untuk mendeskriditkan kekuatan Islam ketika itu, mengingat pemilihan Umum akan diselenggarakan. Ini juga untuk mengacaukan dukungan warga terhadap gerakan-gerakan Islam ketika itu dengan menebar stigma-stigma negatif terhadap gerakan Islam yang muncul. 74 Haji Ismail Pranoto yang pernah berkunjung ke rumah Danu di Senopati dan ia mengatakan Senopati adalah kantor Bakin tempat Danu bekerja. Ada skenario yang dibuat oleh pihak penguasa untuk menyudutkan kelompok Islam, dalam hal ini Bakin sebagai alat penguasa Orde Baru ketika itu bertugas mengawasi gerakan atau kelompok-kelompok yang cenderung membahayakan Negara. Proses pengadilan Hispran penuh adegan yang menimbulkan kecurigaan bahwa Komando Jihad adalah suatu rekayasa politik penguasa Orde Baru dengan alatnya Bakin. Posisi Ateng di persidangan juga sangat menimbulkan berbagai pertanyaan. Kesaksian Haji Ismail Pranoto dalam persidangan ini membuktikan bahwa ada pergeseran nilai dari gerakan Komando Jihad. Dari gerakan yang bermotiv Islam murni ke gerakan pragmatis para eksponen DITII yang bergabung dengan pihak penguasa Orde Baru. Hal ini diperkuat oleh kesaksian tokoh-tokohnya yang merasa dibina oleh Bakin dan penguasa Orde Baru ketika itu. 75 74 Wawancara Pribadi dengan Abu Jibril Majelis Mujahidin Indonesia. 75 Kesaksian para eksponen DITII bisa di lihat di Tempo, 30 September 1978.

B. Gerakan

Gerakan Kelompok Komando Jihad cenderung bersifat radikal, berbagai teror dilakukan dalam gerakan kelompok ini, teror yang dilakukan gerakan ini antara lain, berbagai peledakan di Bukittinggi, Padang dan Medan. Penulis akan coba mendiskripsikan tiga dari sejumlah kegiatan teror selama 1976-1981, sebagaimana penjelasan Pangkopkamtib Sudomo yang dimuat di majalah Panji Masyarakat, No. 323, 1981, hal. 11. Kegiatan teror ini meliputi: 1. Komando Jihad H. Ismail Pranoto 1976 2. Komando Jihad Teror Warman 1978-1980 3. Gerakan Imran, Dewan Revolusioner Islam Indonesia Pimpinan Imran 1980- 1981 Menurut penjelasan Sudomo, Komando Jihad Ismail Pranoto ketika itu melakukan percobaan peledakan R.S. Baptis Bukittinggi pada tanggal 11 Oktober 1976, melakukan aksi peledakan Masjid Nurul Iman di Padang, pada tanggal 11 November 1976, dan bertanggung jawab atas aksi teror dan peledakan Gereja Eka Budi Murni, Gereja Methodis, Restoran Apollo dan Bioskop Riang, di Medan, pada tanggal 25 dan 26 Desember 1976. Semua aksi teror dan gerakan mereka bertujuan untuk mendirian Negara Islam Indonesia. Pada kasus Komando Jihad Teror Warman, Sudomo menjelaskan gerakan ini melakukan aksi teror yang meliputi: Pembunuhan Djadja Soedjadi, sebagai eksponen dari gerakan DITII di Jawa Barat pada tahun 1978, aksi pembunuhan atas Parmanto Pembantu Rektor I UNS pada tanggal 11 Januari 1979, aksi pembunuhan terhadap Hasan Bauw, mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga, pada 19 Januari 1979, Kelompok Warman juga merencanakan pembunuhan atas hakim dan jaksa yang mengadili kasus H. Ismail Pranoto pada tahun 1979, aksi perampokan gaji pegawai IAIN Yogyakarta, pada bulan Februari 1979, melakukan aksi perampokan uang belanja pegawai IKIP Malang pada bulan Maret 1979, melakukan segenap tindakan teror dan aksi perampokan toko emas di Tasikmalaya, Subang dan Bandung dari tahun 1979 sampai tahun 1981, dan melakukan aksi pembunuhan terhadap 2 anggota Polri ketika penangkapan pada tanggal 22 Agustus 1980. Semua gerakan dan aksi teror yang dilakukan oleh gerakan Warman tersebut juga bertujuan untuk mendirikan Negara Islam. Pada kasus Gerakan Imran, Dewan Revolusioner Islam Indonesia Pimpinan