BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian.
Pada zaman kini banyak bank konvensional yang berlatar belakang sistem ekonomi kapitalis sudah lama berevolusi. Namun, dengan berjalannya
waktu sistem ini semakin menunjukkan berbagai kelemahan. Hal ini dapat dibuktikan pada saat krisis ekonomi melanda pada tahun 1997 di Indonesia
dan 2008 di seluruh dunia. Banyak bank konvensional di dunia pada runtuh khususnya berdampak di Indonesia dan direkapitulasi oleh pemerintah. Di
Indonesia bank konvensional menderita kerugian yang sangat besar akibat negative spread
adalah suatu kondisi ekonomi yang dimana biaya bunga yang harus dibayar oleh bank konvesional kepada deposan lebih besar daripada
pendapatan bunga yang diterima bank tersebut. Hal ini bisa terjadi karena bank masih berkewajiban membayar bunga kepada deposan meskipun usaha
yang dibiayai bank tersebut mengalami kerugian. Bank syariah lahir dengan konsep dan filosofi yang berbeda, yang
melarang penerapan bunga dalam semua transaksinya karena termasuk dalam katagori riba. Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah 275.
… ﻦﻤﻓ ﺎ ﺮ ا مﺮﺣو ﻊﻴ ا ﻪ ا ﺣأو …
“…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”.
1
Sejarah perbankan syariah di Indonesia pada awalnya adalah dengan munculnya Bank Muamalat Indonesia BMI yang pertama kali berlatar
belakang syariah di Indonesia. Melihat monopoli yang dilakukan BMI sejak tahun 1991-1999, menyebabkan BMI kesulitan untuk mendorong atau
memajukan kinerja banknya. Baru pada pertengahan tahun 1999 muncullah pesaing usaha di bidang perbankan syariah dari bank lain seperti Bank
Syariah Mandiri BSM, Bank Mega Syariah BMS. Dengan adanya pesaing-pesaing tersebut, masyarakat atau nasabah dapat lebih leluasa
memilih bank yang sesuai dengan kinerja bank yang bagus. Mengingat pangsa bank syariah semakin meningkat dari tahun ke tahun dan umumnya
masyarakat Indonesia mayoritas beragama islam. Hal ini membuktikan bahwa perbankan syariah mempunyai prospek dan potensi yang sangat besar untuk
mengembangkan perbankan syariah. Kenyataan bahwa perbankan syariah di Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Secara Institusional perjalanan bank syariah pada tahun 2005 dari 3 Bank Umum Syariah BUS
dan 19 Unit Usaha Syariah UUS sekarang menjadi 6 Bank Umum Syariah BUS dan 25 UUS Unit Usaha Syariah UUS pada januari 2010. Dari segi
jaringan kantor, pada tahun 2005 terdapat 550 kantor dan sekarang menjadi 1346 kantor pada akhir tahun 2005. Hal ini menyebabkan dalam waktu yang
relatif singkat, kinerja bank syariah dapat meningkat dengan cepat dan baik. Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia Januari 2010
2
Pada saat ini perkembangan perbankan syariah di luar negeri sudah sangat maju ditandai bank syariah telah beroperasi di lebih 70 negara.
Sebagian besar beroperasi di wilayah Asia Tengah yang memiliki penduduk mayoritas muslim. Bahkan di 3 negara yaitu: Iran, Pakistan dan Sudan sistem
perbankan mereka sudah dikonversi menjadi sistem perbankan syariah sepenuhnya. Di negara lain walaupun bank syariah beroperasi, tetapi sistem
perbankan konvensional masih mendominasi. Meskipun demikian perbankan syariah mengalami pertumbuhan asset yang sangat besar dan sangat cepat.
Awalnya bank syariah hanya memiliki asset 2 pertahun pada tahun 1970 hingga 15 pada tahun 1990-an Dimyati.2008:6.
Maka bisa dikatakan perbankan syariah semakin penting perannya di Indonesia terlebih sudah adanya UU Perbankan Syariah yang dibuat
pemerintah yang mengatur khusus tentang perbankan syariah pada tanggal 17 Juni 2008, tentunya hambatan yang mendasar tentang kebutuhan-kebutuhan
perbankan syariah sudah di atur di UU tersebut. Maka sekarang tinggal bagaimana pihak-pihak dan para profesional perbankan syariah
memanfaatkan momentum tersebut untuk mengembangkan perbankan syariah agar lebih baik dan bisa tumbuh menjadi lebih baik.
Dari perkembangan itu maka pihak perbankan syariah harus ada yang mengawasi dan memperhatikan semua unit usaha perbankan syariah. Oleh
karena itu disetiap bank syariah mempunyai komite audit dan internal audit untuk menilai kepatuhan karyawan bank syariah terhadap kebijaksanaan,
prosedur, dan peraturan-peraturan yang dibuat bank syariah tersebut. Dengan
3
adanya komite audit dan internal audit di tiap-tiap bank syariah maka proses atau kegiatan perbankan yang mereka lakukan akan terawasi dan terkontrol
dengan baik sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang ada. Menurut Marini Purwanto 2001:207, walaupun di Indonesia komite
audit belum lama diperkenalkan, sebenarnya komite ini sudah sejak lama dibentuk di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris. Hal ini
terlihat misalnya pada tahun 1967 American Institute of Certified Public Accountant
AICPA menerbitkan sebuah pernyatan yang merekomendasikan agar setiap perusahaan yang Go Publik membentuk suatu komite yang terdiri
dari orang-orang yang bukan merupakan pejabat perusahaan, yang diberi kewenangan menunjuk auditor independen dan mengikuti secara terus
menerus pelaksanaan kegiatan dari auditor tersebut. Selanjutnya pada tahun 1973, pasar modal Amerika Serikat tepatnya di New York Stock Exchange.
Per 30 juni 1978, setiap perusahaan domestik yang tercatat di bursa New York Stock Exchange
disyaratkan untuk memiliki komite audit. .
Salah satu yang paling menarik adalah kenyataan bahwa hampir semua perusahaan di Amerika Serikat kini telah mempunyai komite audit, padahal
tidak terdapat satu pun hukum yang mengikat bahwa keberadaan komite audit tersebut adalah suatu keharusan. Oleh karena itu, pengakuan perlunya komite
audit dapat dipandang sabagai persyaratan pasar required by the market, bukan karena adanya kewajiban secara hukum required by law.
Menurut Klein 2002 dalam Arbyantoro 2007:3, kehadiran komite audit yang independen dalam perusahaan dapat memberikan keuntungan
4
dalam pemonitoran yang efektif. Dengan demikian maka laporan keuangan menjadi lebih transparan, perdagangan saham menjadi lebih aktif, dan
informasi laporan keuangan menjadi tidak bias sebagai input dalam melakukan kontrak antara stakeholders, senior chairmants, dan manajemen.
Audit internal yang professional harus memiliki independen untuk memenuhi kewajiban profesionalnya, yaitu dengan memberikan masukan
yang baik dan melaporkan permasalahan apa adanya tanpa ada rekayasa. Audit internal pun harus bebas dari hambatan dalam menjalankan tugasnya
mengaudit. Audit internal memiliki peran yang penting dalam di dalam suatu perusahaan, karena peran audit internal berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja perbankan syariah. Baik buruknya tingkat kualitas perbankan dapat dilihat dari kinerja mereka. Audit internal memberikan informasi yang
diperlukan manajemen dalam menjalankan tanggung jawab mereka masing- masing. Auditor internal memiliki peran penting dalam semua hal yang
berkaitan dengan pengelolaan perusahaan dan resiko-resiko yang terkait dalam menjalankan usaha Sawyer. Lawrence. B 2007:7
Banyaknya kasus yang melibatkan komite audit dan audit internal tentang tata kelola perusahaan dan pola pengawasan atau yang lebih dikenal
dengan Corrporate Governance. Dengan pengawasan yang kurang dari audit internal menyebabkan sering terjadinya good corporate governance yang
kurang diterapkan. Hal ini dapat menimbulkan perusahaan mengeluarkan informasi yang kurang baik terhadap pemegang saham maupun terhadap
publik. Dari permasalahan-permasalahan tersebut, jika digabungkan ke dalam
5
krisis ekonomi yang melanda Indonesia, maka berakibat perusahaan tersebut tidak akan bertahan lama. Oleh karena itu peran komite audit dan audit
internal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan good corporate governance. Menurut Sunarsip 2001, dalam Putri 2009:5 mengemukakan bahwa
terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, disebabkan oleh tata kelola yang kurang baik bad governance pada sebagian besar pelaku ekonomi. Peran
akuntan selama ini belum optimal dalam mewujudkan good corporate governance
, dikarenakan mempunyai pengaruh dalam upaya mencapai kinerja bisnis yang optimal serta dalam analisis dan pengendalian resiko yang
dihadapi perusahaan. Oleh karena itu, peran audit internal sangat dibutuhkan oleh perbankan di Indonesia.
Penelitian ini merupakan rujukan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Anreas 2009. Adapun yang membedakannya antara lain:
1. Perbedaan Objek Penelitian.
Pada penelitian ini objek yang akan digunakan adalah industri perbankan syariah yang ada di Jakarta yang memiliki komite audit, sedangkan pada
penelitian sebelumnya, objek penelitian yang digunakan adalah Bank Mega Syariah dan Bank Mandiri Syariah.
2. Perbedaan Periode Penelitian.
Penelitian ini menggunakan kuisioner data 2010, sedangkan pada penelitian sebelumnya, data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu
data laporan keuangan dari tahun 2005-2007.
6
3. Perbedaan Variabel Penelitian.
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah peranan komite audit dan internal audit didalam bank syariah, sedangkan pada
penelitian sebelumnya tidak adanya peranan komite audit dan internal audit dalam mengukur kinerja bank syariah. Dengan meneliti dari peranan
komite audit dan internal audit dapat terlihat perkembangan bank syariah dengan melihat sejauh mana pengawasan dan kedisiplinan komite audit
dan internal audit dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kinerja bank syariah tersebut.
Atas dasar tersebut, peneliti membuat judul yaitu “Pengaruh Peran Komite Audit dan Audit Internal dalam Mewujudkan Good Corporate
Governance untuk Meningkatkan Kinerja Bank Syariah Studi Empiris pada Perbankan Syariah di Jakarta ”.
B. Perumusan Masalah