Prosedur Perceraian TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN

34 cerai gugat yaitu si istri harus minta cerai dulu kepada suami, karena dalam Islam istri tidak punya hak untuk menceraikan suami serta mengembalikan Iwadl kepada suami. Hal ini yang menjadi perbedaan antara cerai talak dan cerai gugat. Dalam perkara cerai gugat, adapun persyaratan administrasi yang harus dilengkapi dalam mengajukan gugatan cerai sebagai berikut : 1. Kutipan Tanda penduduk KTP 2. Surat keterangan untuk cerai dari kepala desa atau lurah setempat 3. Kutipan akta nikah model NA 4. Membayar uang muka biaya menurut peraturan yang berlaku 5. Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai negeri Sipil PNS atau Anggota TNI atau POLRI

C. Prosedur Perceraian

Pemeriksaan sengketa perkawinan dan perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian terbagi dua, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Yang dimaksud cerai talak adalah perceraian yang terjadi karena talak suami kepada istrinya. Sedangkan yang dimaksud gugat cerai adalah permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak istri melalui gugatan. Awal surat gugatan atau permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke kepaniteraan pengadilan Agama surat gugatan diajukan pada sub kepaniteraan gugatan sedangkan permohonan pada sub kepaniteraan permohonan. Undang-Undang membedakan antara perceraian atas kehendak 35 suami dan perceraian atas kehendak istri. Hal ini karena karakteristik Hukum Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian. 29 Sebelum perkara terdaftar di kepaniteraan, panitera melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara penelitian terhadap bentuk dari isi gugatan permohonan sudah dilakukan sebelum perkara di daftarkan. Misalnya dalam membuat surat gugatan, kepaniteraan dibolehkan memberikan arahan pada penggugat apabila dalam gugatan yang dibuat tidak sesuai. Apabila terjadi kesalahan dalam gugatan atau permohonan maka tidak boleh didaftarkan sebelum petitum dan positanya jelas, seperti ada petitum namun tidak didukung oleh posita berarti gugatan atau permohonan tidak jelas. 30 Jika hal tersebut terjadi maka gugatan atau permohonan tersebut terlebih dahulu harus diperbaiki, panitera sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaliknya melakukan penelitian tersebut disertai dengan membuat resume tentang kelengkapan berkas perkara, lalu berkas perkara beserta resume tersebut diserahkan kepada Ketua pengadilan dengan buku ekspedisi lokal sebenarnya. Dengan disertai saran tidak misalnya berbunyi “syarat-syarat cukup siap untuk disidangkan”. 31 29 Latif, Anaka Hukum Perceraian Di Indonesia, h.72 30 Mukti Arto, Peraktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama,Jakarta: Pustaka Pelajar,2003,cet.ke-4,h.76 31 Raihan A Rasyid, Hukum Acara Peradialan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001,ed.ke-2,cet.ke-8,h.129 36 Kemudian penggugat atau pemohon kemeja I untuk menaksir besarnya biaya perkara dan menulisnya pada Surat Kuasa Untuk Membayar SKUM. Besarnya biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut. Hal ini sejalan dengan Pasal 193 Rbg Pasal 128 Ayat 1 HIR Pasal 90 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yang meliputi: 1. Biaya kepaniteraan dan biaya materai 2. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah 3. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim yang lain 4. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut. 32 Ketentuan di atas tidak berlaku bagi yang tidak mampu dan diizinkan untuk mengajukan gugatan perkara secara prodeo cuma-cuma. Ketidakmampuannya dapat dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat. Setelah itu, penggugat atau pemohon menghadap ke meja II dengan menyerahkan surat gugatanpermohonan dan Surat Kuasa Untuk Membayar SKUM yang telah dibayar. Setelah selesai, kemudian surat gugatanpermohonan tersebut di masukan 32 Pasal 90 Ayat 1, Unadng-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan Undang-Uandang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama, h.74 37 dalam map berkas acara, kemudian menyerahkannya pada Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera. 33 Setelah terdaftar, gugatan diberi nomor perkara kemudian diajukan kepada Ketua Pengadilan, setelah Ketua Pengadilan menerima gugatan maka ia menunjuk hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada prinsipnya pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh hakim maka ketua menunjuk seorang hakim sebagai ketua majelis dan dibantu dua orang hakim anggota. 34 Setelah itu hakim yang bersangkutan dengan surat ketetapannya dapat menetapkan hari, tanggal serta jam, kapan perkara itu akan disidangkan, ketua majelis memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir dalam persidangan. Pasal 121 HIR, 35 untuk Membantu Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara, maka ditunjuk seorang atau lebih panitera sidang dalam hal ini panitera, wakil panitera, panitera muda dan panitera pengganti. 36 Tata cara pemanggilan di mana harus secara resmi dan patut, yaitu: a. Dilakukan oleh jurusita atau jurusita pengganti diserahkan kepada pribadi yang dipanggil di tempat tinggalnya; 33 M. Fauzan, Pokok-Pokok Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah Di Indonesia, Jakarta: Sinar Garfika,2004, Cet.ke-2,h.14 34 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, Jakarta: Sinar Grafika,2004, Cet.ke-6,h.39 35 M. FAuzan, Pokok Pokok Acara Peradilan Agama, h.13 36 A. Basiq Djalil, Peradialan Agma Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, cet.ke-1,h.214 38 b. Apabila tidak ditemukan maka surat panggilan tersebut diserahkan kepada Kepala Desa di mana ia tinggal; c. Apabila salah seorang telah meninggal dunia maka disampaikan kepada ahli warisnya; d. Setelah melakukan pemanggilan maka jurusita harus menyerahkan risalah tanda bukti bahwa para pihak telah dipanggil kepada hakim yang akan memeriksa perkara yang bersangkutan; e. Kemudian pada hari yang telah ditentukan sidang perkara dimulai. 37 Sedangkan proses pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam hukum acara perdata sebagaimana yang telah tertera dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 54 38 : “Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini”. Setelah hakim membuka sidang dan dinyatakan terbuka untuk umum, dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan tentang keadaan para pihak, ini hanya bersifat cecking identitas para pihak apakah para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada upaya perdamaian, inisiatif 37 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.40 38 A. Basiq Djalil,Peradilan Agama Di Indonesia,h.202-203 39 perdamaian dapat timbul dari hakim. Penggugat ataupun tergugat. Hakim harus sungguh-sungguh mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya perdamaian yang dilakukan tidak berhasil, maka sidang dinyatakan tertutup untuk umum dilanjutkan ke tahap pemeriksaan diawali membaca surat gugatan. 39 Selanjutnya pada tahap dari tergugat, pihak tergugat diberikan kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui Hakim. Pada tahap replik penggugat kembali menegaskan isi gugatannya yang dilakukan oleh tergugat dan juga mempertahankan diri atas sanggahan- sanggahan yang disangkal tergugat. Kemudian pada tahap duplik, tergugat dapat menjelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh penggugat. 40 Tahap Replik Duplik dapat diulang-ulang sampai hakim dapat memandang cukup, kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Pada tahap pembuktian, penggugat dan tergugat mengajukan semua alat-alat bukti yang dimiliki untuk mendukung jawabannya sanggahan, masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawannya. Kemudian tahap kesimpulan, masing-masing pihak mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan. Kemudian pada tahap putusan, hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara tersebut dan menyimpulkan dalam putusan dan putusan hakim adalah untuk mengakhiri sengketa. 41 39 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.41-42 40 Ibid.,h.43 41 Ibid., h.45 47

BAB III POTRET PENGADILAN AGAMA

A. Sejarah Pengadilan Agama Depok Dan Pengadilan Agama Jakarta Timur

1. Sejarah Pengadilan Agama Depok

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Kota Depok yang berawal dari satu wilayah Kecamatan Depok berkembang menjadi sebuah Kota Administratif sebagai bagian dari Kab. Bogor kemudian menjadi Kota Madya, yang pada saat ini menjadi sebuah pemerintahan Kota Depok dibentuk pula Pengadilan Agama Depok berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2002 tanggal 28 Agustus 2002. Pembentukan Pengdilan Agama Depok ini bersamaan dengan di bentuknya 11 Pengadilan Agama lainnya sesuai KEPRES Pengadilan Agama Depok yang peresmian oprasional oleh Walikota Depok dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2003 di Balai Kota Depok mulai menjalankan fungsi peradilan sejak 1 Juli 2003, Di samping dasar pembentukan dan dasar oprasional sebagaimana tersebut di atas, yang menjadi dasar pertimbangan perlunya dibentuk Pengadilan Agama Depok adalah antara lain: a. Depok telah menjadi sebuah pemerintahan Kota, yang berdiri sendiri lepas dari pemkab. Bogor yang perlu dibentukadanya sebuah Pengadilan Agama sesuai Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. 40