Pengertian Makar dalam Tafsir Al-Azhar
Dan demikianlah, telah kami jadikan pada tiap-tiap negeri beberapa orang besar-besar jadi pendurhaka, mereka menipu daya di dalamnya, padahal tidaklah mereka menipu
daya melainkan kepada diri mereka sendiri, namun mereka tidaklah sadar.
72
Pada kata Ak
âbira mujrimîha mengartikan orang-orang yang paling aniaya dalam
suatu masyarakat atau kebuayaan tertentu, untuk mencari cara-cara dan siasat. Dengan ini memberi peringatan kepada rasul-rosul Allah dan sekalian orang-orang yang
beriman, bahwa pada tiap-tiap negeri besar atau kecil telah ditakdirkan Allah ada saja orang-orang besar di negeri itu yang mendurhakai dan berusaha menghalang-
halanginya segala maksud yang baik dengan menipu daya didalamnya.
73
Li Yam Kuru F îha”, Kata artikan karena hendak membuat tipu daya di dalamnya, yaitu
di dalam negeri itu :”Yam Kuru” ialah dari kata makar, kita artikan tipu daya. Di dalam
hukum bahasa Indonesia telah disebut makar. Segala tindak pidana untuk maksud yang jahat . Didalam maksud asalnya disebut makar. Makar ialah segala tipu daya dan helah
buat memalingkan seseorang dari tujuan yang dimaksudnya kepada tujuan yang lain, baik dengan perbuatan ataupun dengan ucapan-ucapan yang manis. Dan dipakai untuk
memalingkan orang dari yang benar kepada yang salah, dari yang baik kepada yang jahat.
74
Asal makna “Aniaya” adalah kezhaliman dan melampaui batas yang telah ditentukan. Arti zhalim menurut ahli bahasa dari kebanyakan ulama adalah “meletakkan sesuatu bukan
pada tempat at au letaknya”. Oleh karena itu, kata kezhaliman diartikan sebagai
penyimpangan dari ketentuan, baik besar ataupun kecil.
75
Sebagian Hukama ahli Filsafat Islam membagi kezhaliman itu ke dalam tiga bagian, yaitu :
1. Kezhaliman manusia terhadap Allah SWT.
Kezhaliman yang terbesar dari jenis ini adalah kufur mengingkari Allah, Syirik Menyekutukan Allah, dan Nifak mengaku beriman dengan lidahnya akan tetapi batinnya
menolak. Allah berfirman dalam surat Luqman ayat 13:
72
Hamka, Tafsir Al –Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta 1984.hal:84.
73
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al- Qur’an Terjemahan Anas Mahyudin, Putaka Jakarta, 1984. hal: 84.
74
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta 1984.hal:35.
75
Muhammad Ali Usman, Hadis Qudsi Pola Pembinaan Akhlak Muslim cet-21 CV Diponegoro Bandung 1996hal: 157.
“Dan ingatlah tatkala luqman berkata kepada puteranya di kala dia mengajarinya:” Wahai anakku Janganlah engkau persekutukan dengan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan itu adalah aniaya yang amat besar”.
76
Mempersekutukan yang lain dengan Allah adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa jadi pecah berderai. alam itu pecah bederai. Dan manusia itu sendiri pun jadi
berpecah-belah karena syirik. Sebab masing-masing menghadap dan menyembah apa yang dipertuhannya itu. Padahal itu sama. Bertambah maju hasil penyelidikan manusia dan
berkembangnya teknologi, bertambah pula orang yang mempersekutukan Tuhan itu meninggalkan Tuhan-Tuhannya. Kepercayaan atau berbilang banyak kian hilang. Kemajuan
teknologi itu sendiri membawa manusia berpikir kepada kesatuan kuasa. Tidak mungkin berbilang Islam
menyediakan “dulang” penampungan jalan pikiran demikan dengan ajaran tauhidnya.
77
2. Kezhaliman manusia dengan sesamanya
Yaitu berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain rugi karena perbuatannya, seperti melanggar janji, takabur, membuat keonaran, kacak dan sebagainya.
Allah SWT berfirman dalam surat asy-syuraa ayat 40:
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan serupa, maka barang siapa memaafkan
dan berbuat baik kepada orang yang berjahat maka pahalanya atas tanggungan Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-
orang yang zalim”.
78
3. Kezhaliman terhadap diri sendiri
76
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta 1984.hal:125.
77
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta 1984.hal:128.
78
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta 1989.hal:179.
Yaitu berbuat maksiat dan kedurhakaan, seperti berzina, meminum minuman keras dan melanggar larangan Allah SWT. Lainya seperti firman Allah SWT. Dalam surat al-Baqorah
ayat : 57
“Dan tidaklah mereka menganiaya kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya mereka sendiri”.
79
Allah SWT, telah mewahyukan kepada Nabi dan Rosul-Nya : Daud a.s agar melarang orang yang melakukan kezhaliman mengatas namakan perbuatannya itu dengan atas nama
Allah, atau menyebut-nyebut salah satu sifat-sifat-Nya. Seringkali orang melakukan kezhaliman berpura-pura dzikir kepada Allah. Seolah-olah hendak menipu Allah. Padahal
orang yang melakukan dzikir dengan sungguh-sungguh pasti akan menghentikan kezhalimannya, dan mereka merasa enggan diri agar melakukan kezhaliman orang yang
sebagian dzikir tujuan yang menipu dirinya sendiri tanpa disadarinya. Allah berjanji akan selalu ingat kepada orang dzikir kepada-Nya dengan melimpahkan rahmat dan karunia serta
ampunan-Nya, akan tetapi bagi orang-orang yang berpura-pura dzikir di saat melakukan kezhaliman, Allah akan ingat pula dengan melaknat atau membalasnya sesuai dengan
perbuatan yang tidak diridhai-Nya.
80
Menurut Hamka pada ayat itu, Allah SWT menegaskan bahwa dalam menegakkan agama Allah tidaklah heran, jika mendapat hambatan dan gangguan dari orang-orang yang
terkemuka di negeri itu, sebab itu selalu terjadi pada tiap-tiap negeri apabila ada orang yang bermaksud baik dan bercita-cita mulia. Mereka selalu berbuat makar dengan segala tipu daya
79
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta 1984.hal:30.
80
Muhammad Ali Usman, Hadis Qudsi Pola Pembinaan Akhlak Muslim cet-21 CV Diponegoro Bandung 1996hal: 159.