kemungkinan akan percaya terhadap merek yang mana orang atau pihak lain yang berarti bagi mereka memperlihatkan kepercayaannya pada suatu merek.
F. Loyalitas Merek Brand Loyalty
Bendasan pada hasil penelitian dan tinjauan beberapa litenatur, ada dua aliran utama yang mendominasi konsep loyalitas merek, yaitu aliran perilaku
behavioral dan aliran sikap. Dengan kalimat yang berbeda, loyalitas merek dapat dilihat dari merek tertentu yang dibeli konsumen dan perasaan atau sikap
konsumen terhadap merek tersebut. Hal ini ditegaskan oleh Aaker 1991, bahwa kesetiaan konsumen pada intinya memiliki beberapa tingkatan komitmen
konsumen terhadap merek. Komitmen yang dimaksud meliputi kepercayaan trust, pembelian secara terus menerus continual purchase, keengganan untuk
berpindah merek brand switching, dan rasa senang atau bahagia affect pada saat mengkonsumsi merek tersebut.
Tjiptono 2005, pengukuran loyalitas melalui perspektif ini hanya mengandalkan pada pemyataan konsumen, bukan perilaku yang diamati. Bisa saja
terjadi konsumen mengatakan menyukai merek tertentu, namun tidak pernah membelinya atau sangat jarang. Kaitannya dengan konsep lyalitas merek ditinjau
dari perspektif sikap dapat dilihat dari pendapat Reynolds et al. 1974 dikutip dan Lau Lee, 1999 yang merumuskan loyalitas merek sebagai kecenderungan
seseorang untuk selalu menunjukkan sikap yang sama dalam situasi yang sama terhadap merek-merek yang sebelumnya dibeli.
28
Loyalitas merek dikatakan sebagai hati dari nilai merek secara keseluruhan. Pengertian ini mengacu pada kajian loyalitas merek dan sudut
baik perilaku sekaligus sikap ataupun kombinasi diantaranya. Berdasarkan atas kelemahan-kelemahan kedua pendekatan tersebut di atas, maka beberapa
penelitian berusaha untuk menganalisis perilaku loyal terhadap merek dengan menggabungkan kelebihan-kelebihan kedua pendekatan itu, yaitu dengan
mengintegrasikan perspektif perilaku dan sikap, ataupun kombinasinya. Sehingga Oliver 1999 mendefinisikan loyalitas merek sebagai suatu
komitmen yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan pada suatu produk atau jasa yang disukai secara konsisten dimasa mendatang, yang
menyebabkan pembelian merek atau kumpulan merek yang sama secara berulang, tanpa memperhatikan pengaruh situasional serta upaya-upaya
pemasaran yang berpotensi untuk menyebabkan perilaku berpindah. Wilkie 1994 menyatakan bahwa loyalitas merek adalah sikap yang
favorable dan pembelian secara konsisten terhadap merek tertentu. Sheth dan
Mittal 2004 mengatakan bahwa loyalitas pelanggan merupakan komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang
sangat positif dan tercermin dari pembelian ulang yang dilakukan secara konsisten. Sedangkan Dick dan Basu 1994 yang mengintegrasikan
komponen sikap dan perilaku pembelian ulang, maka didapat empat situasi kemungkinan loyalitas seperti yang tergambar di bawah ini:
29
▪ No Loyalty: terjadi ketika sikap dan perilaku pembelian ulang sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Penyebabnya, sikap yang lemah terjadi
misalnya karena merek produk baru diluncurkan atau ketika pemasar tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan produknya. Bisa juga disebabkan
ketika merek-merek yang saling bersaing dipersepsikan serupa atau sama. ▪ Spurious Loyalty: terjadi ketika sikap yang lemah dibarengi dengan pembelian
ulang kuat, sehingga terbentuklah spurious loyalty. Yang kentara dari jenis loyalitas ini adalah adanya faktor diluar sikap misalnya faktor situasional yang
mempengaruhi perilaku membeli kembali. Situasi ini biasa disebut inertia yaitu kondisi dimana merek dalam berbagai kategori produk sudah sulit untuk
dibedakan. Biasanya tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pembelian rendah, sehingga pembelian ulang biasanya dilakukan atas dasar pertimbangan
situasional seperti diskon, lokasi outlet yang strategis dan sebagainya. ▪ Latent Loyalty: terjadi dari sikap yang kuat namun disertai pembelian ulang
yang lemah. Di sini faktor diluar sikap cenderung lebih kuat mempengaruhi keputusan pembelian ulang dibanding dengan faktor sikap itu sendiri. Misalnya
30
ketika seorang bersikap positif pada merek kosmetik tertentu, namun ketika mempertimbangkan variasi warna lipstick atau warna blush-on, maka cenderung
akan mencari yang lebih menyediakan banyak warna yang dibutuhkan. ▪ Loyalty: terbangun dari adanya sikap positif kuat terhadap merek disertai
dengan pola pembelian ulang secara konsisten dari waktu ke waktu. Dick dan Basu 1994 mengkombinasikan ukuran sikap dan behavioral
secara umum untuk menggambarkan situasi loyal, dan Menurut Assael 1998, ada empat hal yang menunjukan kecenderungan loyalitas pelanggan, yaitu
pelanggan yang loyal terhadap merek cenderung lebih percqyq diri terhadap pilihannya, pelanggan yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat resiko
yang lebih tinggi dalam pembeliannya, pelanggan yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap toko store loyality, dan kelompok pelanggan yang
minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek. Lau dan Lee 1999 menggambarkan situasi loyal tersebut dengan menguji
variabel perilaku dan sikap secara lebih rinci melalui tiga karakteristik yang mencakup pengukuran sikap sekaligus perilaku. Lau dan Lee 1999 berpendapat
bahwa aspek penting bagi terbentuknya situasi loyal adalah kepercayaan. Dikatakan bahwa sikap dan perilaku yang membentuk loyalitas merek terangkum
dalam faktor-faktor pembentuk kepercayaan. Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh pada pembentukan kepercayaan antara lain karakteristik merek,
karakteristik perusahaan, dan karakteristik relasi antara konsumen-merek. Ketiga karakteristik tersebut mencakup aspek sikap dan perilaku yang dijabarkan secara
lebih rinci dalam karakteristik karekteristik sebagai berikut:
31
Terintegrasinya dua aspek sikap dan perilaku dalam beberapa penelitian terlihat lebih mampu menggambarkan situasi loyalitas merek yang sesungguhnya,
dibanding jika hanya melihat dari satu sudut sikap atau satu sudut perilaku semata. Dan karakteristik-karakteristik yang ditawarkan Lau dan Lee tersebut, penelitian
ini akan mengadopsi faktor-faktor dan karakteristik yang menurut hasil penelitian Lau dan Lee 1999, memiliki pengaruh paling kuat dalam membentuk
kepercayaan pada merek. Kelima faktor tersebut meliputi reputasi merek, daya prediksi merek, kompetensi merek, kepercayaan pada perusahaan, dan kesukaan
pada merek. Dalam penelitian ini, faktor-faktor tersebut akan ditetapkan sebagai
antecendent variable, dan akan diterapkan pada kondisi di Indonesia yang berbeda dan penelitian Lau dan Lee 1999.yang dilakukan pada konsumen shopping malls
32
di Singapura. Dalam penelitian ini, faktor-faktor tersebut akan digunakan untuk mengetahui pengaruh Brand Characteristik, Company Characteristik dan
Consumer-Brand Characteristik terhadap Brand Loyality pada pengguna portable
computer Acer yang diteliti pada mahasiswa universitas UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
G. Penelitian Terdahulu