Jenis Gangguan Pendengaran Cara Pemeriksaan Pendengaran

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan berosilasi membran basilaris yang membengkokkan pergerakan maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut- rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan secara bergantian saluran di sel reseptor yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara di terjemakan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara. Lauralee S, 2001.

2.2. Jenis Gangguan Pendengaran

1. Gangguan pendengaran konduktif Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda dan tuba auditiva. Gejala yang dialami pada gangguan pendengaran konduktif biasanya berupa adanya cairan yang keluar dari telinga Bashiruddin J, 2007. 2. Gangguan pendengaran sensorineural Gangguan pendengaran sensorineural kelainan teradpat pada koklea telinga dalam, nervus VIII atau di pusat pendengaran Bashiruddin J, 2007. 3. Gangguan pendengaran campuran Bila gangguan pendengaran atau ketulian konduktif dan sensorineural terjadi bersamaan. Misalnya, radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII tuli saraf dengan radang telinga tengah tuli kenduktif Bashiruddin J, 2007.

2.3. Cara Pemeriksaan Pendengaran

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar dan telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba eusachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga tengah menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea Bashiruddin J, 2007. Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20-18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz. Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan kualitatif. Bila salah saut frekuensi ini tergangu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di sekitarnya Bashiruddin J, 2007. Untuk mempermudah interpretasi secara klinik, dipakai tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach secara bersamaan. 1. Cara pemeriksaan 1. Tes Rinne: tes ini membandingkan antara konduksi melalui tulang dan udara. Garputala digetarkan kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus dibelakang telinga, setelah tidak mendengar getaran lagi garputala dipindahkan di depan liang telinga, tanyakan penderita apakah masih mendengarnya J.F Gabriel, 1996. 2. Tes Weber: penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah- tengah gigi seri atau dagu. Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi Bashiruddin J, 2007. 3. Tes Schwabach: tes ini membandingkan jangka waktu konduksi tulang melalui verteks atau prosesus mastoideus penderita dengan konduksi tulang sipemeriksa J.F Gabriel, 1996. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2.1. Diagnosa Tes Rinne, Tes Weber dan Tes Schwabach Bashiruddin J, 2007. Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli konduktif Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensoineural 1. Tes berbisik Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan adalah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik adalah 56-66 Bashiruddin J, 2007. 2. Audiometri nada murni Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer. Bagian dari audiometer tombol pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa AC hantaran udara, bone conductor untuk memeriksa BC hantaran tulang. 1. Frekuensi adalah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana simple harmonic motion. Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz. 2. Intesitas bunyi dinyatakan dalan dB decibell. Dikenal dengan dB HL hearing level, dB SL sensation level, dB SPL sound pressure level. dB HL dan dB SL dasarnya adalah subyektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedang dB SPL digunakan apabila ingin mngetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika. 3. Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara AC dan menurut konduksi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tulang BC. Bila ambang dengar ini dihubungkan dengan garis baik AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian Bashiruddin J, 2007. 4. Notasi pada audiogram Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC yang dibuat dengan garis lurus penuh intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis putus-putus intensitas yang diperiksa 250-4000 Hz. Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan telinga kanan warna merah Bashiruddin J, 2007. Nilai nol audiometrik audiometric zero dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal 18-30 tahun. Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama. Bashiruddin J, 2007. Telinga manusia paling sensitif terhadap bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang besar nilai audiometrik kira-kira 0,0002 dynecm 2 . Pada frekuensi 2000 Hz nilai audiometriknya lebih besar dari 0,0002 dynecm 2 . Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan liniar, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandingan Bashiruddin J, 2007.

2.4. Ambang Dengar