UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7.6. Peralatan Tambahan untuk Ruang Udara Bertekanan Tinggi
1. Masker oksigen
2. Respirator dan ventilator
3. Peralatan untuk terapi, yaitu:
a. Peralatan resusitasi jantung dan paru
b. Tabung endotrakeal
c. Suction
d. Peralatan infus
4. Peralatan diagnostik
a. Alat diagnostik kedokteran
b. Alat monitor transkutan oksigen
c. EKG
d. EEG
e. Alat ukur gas darah
f. Alat monitor tekanan intra kranial
5. Alat neurologi, yaitu optalmoskop dan dynamometer untuk mengukur
spastisitas 6.
Alat latihan, yaitu treadmill Alat terapi, yaitu traksi servikal untuk luka cervical spine Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2008.
2.7.7. Faktor Pelaksanaan Terapi Oksigen Hiperbarik
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan terapi oksigen hiperbarik:
1. Untuk kasus elektif diperhitungkan jumlah pasien minimal 6 orang
2. Untuk kasus emergensi tidak diperhitungkan jumlah minimal pasien dan
pelaksanaanya 24 jam kerja 3.
Untuk pasien yang tabel pengobatannya dosis terapi hiperbariknya sama disatukan dalam satu sesi terapi
4. Kasus lama dan baru: pasien yang baru pertama kali mengikuti terapi
oksigen hiperbarik, dokter harus mengawasi apakah dia tahan terhadap perubahan tekanan pressure test serta apakah tanda-tanda keracunan
oksigen oxygen tolerance test
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Faktor resiko penularan penyakit
1. Pemisahan masker yang dipakai
2. Sterilisasi masker
3. Masuk di RUBT yang lebih intensif
4. Luka yang berbau tidak dicampur dengan kasus penyakit lain
Apabila terapi oksigen hiperbarik dilaksanakan dengan RUBT ruang tunggal, maka poin a sampai 3 tidak dipertimbangkan.
6. Bagi pasien yang akan terbang sesudah pengobatan hiperbarik,
penerbangan dilakukan dalam jangka waktu 72 jam setelah pengobatan terakhir
7. Bagi pasien dengan pengobatan hiperbarik untuk program kebugaran,
penerbangan bileh dilakukan dalam janga waktu 4-6 jam setelah pengobatan terakhir
8. Bagi pasien penyakit dekompresi dan atau arterial gas emboli, diijinkan
terbang setelah pengobatan hiperbarik dalam jangka 1-2 minggu setelah pengobatan terakhir untuk pasien yang tidk sadar, perlu dilakukan
timpanoplasti oleh dokter spesialis THT atau dokter sepisalis kelautan dan dokter hiperbarik yang pernah mengikuti pelatihan timpanoplasti
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2008.
2.7.8. Cara Kerja Terapi Oksigen Hiperbarik
Efek yang disebabkan oleh oksigen hiperbarik pada tubuh dapat dibagi menjadi efek utama seperti peningkatan tekanan oksigen dan difusi dalam
jaringan. Efek sekunder seperti vasokonstriksi, angiogenesis, proliferasi fibroblast dan meningkatkan pembunuhan leukosit oksidatif.
Hukum Henry menyatakan bahwa jumlah gas yang terlarut dalam cairan atau jaringan sebanding dengan tekanan parsial gas yang bersentuhan dengan
cairan atau jaringan. Dalam terapi oksigen hiperbarik, jumlah peningkatan oksigen yang dipasok, meningkatkan tekanan oksigen dalam jaringan, sehingga
menjelaskan efek hiperoksia di jaringan hipoksia Devaraj, 2014. Ketika tekanan oksigen menurun, terjadi pengaktifan neutrofil. Neutrofil
yang diaktifkan mengkonsumsi sejumlah besar oksigen, menyebabkan penurunan kadar oksigen lebih lanjut dalam jaringan hipoksia. Tingkat oksigen yang sangat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rendah dapat menyebabkan cedera jaringan. Terapi oksigen hiperbarik membalikkan cedera jaringan hipoksia dengan meningkatkan konsentrasi oksigen,
sehingga membantu neutrofil dengan menyediakan oksigen dan mempercepat proses penyembuhan Devaraj, 2014.
Kadar oksigen yang tinggi menyebabkan vasokonstriksi di jaringan normal. Hal ini berguna dalam edema jaringan pasca trauma. Efek oksigen
hiperbarik ini digunakan dalam pengobatan sindrom kompartemen, mengobati cedera dan luka bakar. Menurut sebuah studi yang dilakukan pada telinga kelinci
mencatat bahwa pertumbuhan kapiler juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen. Pembentukan kapiler meningkat dengan peningkatan tekanan oksigen Devaraj,
2014.
2.7.9. Efek Terapi Oksigen Hiperbarik pada Tuli Mendadak Sudden