2.2 Jenis-Jenis Kesenian Karo
Rohidi 2000:28 mengatakan bahwa berekspresi estetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang tergolong kedalam kebutuhan integratif. Kebutuhan
integratif ini muncul karena adanya dorongan dalam diri manusia yang secara hakiki senantiasa ingin merefleksikan keberadaannya sebagai mahluk yang bermoral,
berakal, dan berperasaan. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang
sangat umum dalam setiap kelompok masyarakat pada umumnya.. Dengan demikian kesenian merupakan suatu kebutuhan yang penting dalam masyarakat untuk
mengekspresikan dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan indah, senang, gembira maupun perasaan sedih.
Suku Karo sebagai salah satu etnik dari beratus etnik yang dimiliki Nusantara tentu memiliki keunikan kesenian tersendiri. Keunikan Kesenian Karo ini lah yang
menjadi kebanggaan suku Karo dalam menjalankan tutur budayanya. Untuk itu dibawah ini penulis memapaparkan kesenian-kesenian yang
dimiliki oleh masyarakat Karo dalam budayanya.
2.2.1 Seni Sastra
Kesusasteraan Karo memiliki dua bentuk, yakni lisan dan tulisan. Namun,
sastra bentuk, lisan lebih dikenal dan lebih sering digunakan dibandingkan tulisan.
2.2.1.1 Sastra Lisan
Pada umumnya dalam berkomunikasi dengan sesamanya, orang Karo mempergunakan bahasa Karo. Dalam berkomunikasi atau pembicaraan sehari-hari,
penggunaan bahasa Karo ini tidak memerlukan suatu bentuk atau susunan dan aturan
Universitas Sumatera Utara
yang baku, yang penting apa yang dikehendaki atau yang perlu disampaikan bisa dimengerti oleh lawan bicarapendengar.
Namun untuk keperluan tertentu, seperti ungkapan keluh kesah, pembicaraan adat, bernyanyi, dan lain sebagainya dilakukan pemilihan kosa kata yang dianggap
paling sesuai. Kosa kata yang dimaksud adalah apa yang disebut oleh orang Karo sebagai cakap lumat bahasa halus. Cakap lumat adalah dialog yang diselang-selingi
dengan pepatah, perumpamaan, pantun dan gurindam. Pemakaian cakap lumat ini sering dipergunakan dalam upacara adat seperti Upacara perkawinan, memasuki
rumah baru, dan dalam pergaulan muda-mudi ungkapan percintaan. Berdasarkan dari beberapa sumber,, penulis menyimpulkan bahwa seni sastra
Karo dibedakan atas beberapa kategori, diantaranya: 1.
Tabas-abas mantra, yaitu sejenis mantra yang diucapkan atau dilantunkan
untuk mengobati orang yang sakit. Mantra ini biasanya diucapkandigunakan oleh seorang Guru sibaso dukun.
2. Kuning-kuningan, yaitu sejenis teka-teki yang biasa digunakan oleh
anak-anak, muda-mudi maupun orang tua di waktu senggang, sebagai permainan untuk mengasah otak.
3. Ndung-dungen, yaitu sejenis pantun Karo yang terdiri dari empat baris.
Dua baris terdiri dari sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi. 4.
Bilang-bilang, yaitu dendang duka yang merupakan ratapan seseorang
yang sedang berduka. Misalnya kerana teringat dengan ibunya yang telah meninggal dunia; ataupun meratapi kekasih yang telah
meninggalkan dirinya kerana sesuatu hal. Dahulu Bilang-bilang ini ditulis dengan aksara Karo di sepotong bambuatau kulit kayu, isinya
Universitas Sumatera Utara
adalah jeritan hati sipenulisnya. Semenjak dahulu bilang-bilang ini biasanya terfokus pada suasana kepedihankesedihan. Oleh karena itu
ada juga yang mengatakan bilang-bilang sebagai “Dengang duka”. 5.
Turi-turin, adalah cerita yang berbentuk prosa yang isinya tentang asal-
usul marga, asal usul kampung, cerita tentang orang sakti, cerita lucu, dan lain sebagainya. Turi-turin biasanya diceritakan orang-orang tua
kepada anak atau cucunya pada malam hari sebagai pengantar tidur. Beberapa judul ceritanya antara lain: Beru Patimar, Panglima Cimpa
Gabor-gabor, Gosing si Aji Bonar, dan sebagainya.ibid blog Julianus Limbeng
2.2.1.2 Sastra Tulis