iringan Gendang Kibod masih mengacu pada Gendang guro-guro aron yang diiringi Gendang Lima Sendalanen.
Selain itu, lagu-lagu pop atau yang sedang populer yang berasal dari luar tradisi lagu Karo, semakin sering digunakan. Lagu-lagu non-etnis Karo tersebut
dimainkan secara instrumentalia dan ada kalanya dinyanyikan oleh Perkolong- kolong. Artinya, setiap melodi lagu yang dimainkan Gendang Kibod digunakan
untuk mengiringi landek seperti yang dilakukan dalam Gendang guro-guro aron dengan iringan Gendang Lima Sendalanen.
Pemakaian Gendang Kibod dalam Gendang guro-guro aron sempat menimbulkan sikap pro dan kontra diantara masyarakat Karo. Sebagian mengatakan
bahwa jika penggunaan Keyboard tidak dibatasi, musik tradisional Karo Gendang Lima Sendalanen akan hilang dari kebudayaan Karo. Sebaliknya, dengan semakin
seringnya Keyboard digunakan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Karo sangat menyenangi kehadiran Gendang Kibod tersebut. Hal ini nampak ketika
Gendang Kibod mulai digunakan pada kerja adat Karo, seperti kerja perjabun, kerja mengket rumah mbaru, dan kerja Erpangir ku lau.
5.5 Perubahan Pada Landek
Pada dasarnya, tari atau landek pada suatu kerja, maupun seremonial lainnya dalam masyarakat Karo biasanya selalu diiringi oleh Gendang Kibod. Landek yang
dimaksud adalah menari secara berhadapan antara dua kelompok tertentu. Konsep landek berhadap-hadapan dalam aktivitas menari Karo terbagi atas dua bentuk, yaitu
landek adat dan landek hiburan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam landek adat, kelompok sukut kelompok yang mengadakan kerja dan salah satu pihak kekerabatan yang turut serta dalam kerja tersebut yang melakukan
landek dengan cara berhadap-hadapan. Masing-masing kelompok merupakan laki- laki perempuan yang merupakan suami istri. Sedangkan dalam landek hiburan, yang
landek berhadap-hadapan adalah kelompok singuda-nguda dan kelompok anak perana yang dilakukan dengan berpasang-pasangan. Masing-masing kelompok akan
berjumlah persis sama, tapi dalam landek adat, tidak memperhatikan kesamaan jumlah antara kedua kelompok.
Repertoar yang digunakan dalam landek adat adalah gendang simalungen rayat yang pada dasarnya adalah musik insrumentalia. Sementara itu, dalam landek
hiburan komposisi yang digunakan adalah lagu-lagu populer daerah Karo, dan dinyanyikan oleh seorang Perkolong-kolong
Gaya menari dalam gendang adat pada umumnya dilakukan dengan menari di tempat tidak bergerak secara maju atau mundur dari posisi awal bediri.
Walaupun bergerak biasanya hanya sebagian kecil kelompok sukut. Sementara itu, tarian hiburan hampir selalu menari dengan cara maju, mundur, berputar, jongkok
secara berpasangan laki-laki perempuan. Dengan munculnya Gendang Kibod, aktivitas menari pada masyarakat Karo
mengalami perubahan yang cukup signifikan, yaitu terjadinya percampuran antara konsep menari adat dan konsep menari hiburan. Setidaknya hal tersebut dapat dilihat
di dalam tiga hal yaitu:
1. dalam konteks upacara adat, muncul sebuah istilah “gendang langadat tapi di
terosi” maksudnya : dalam sebuah upacara disajikan sebuah gendang yang tidak terikat dengan konteks adat atau bukan sebagai kebutuhan adat tapi hanya
Universitas Sumatera Utara
sebagai hiburan. Awalnya, dalam sebuah upacara yang memiliki peran secara adat untuk menari Landek adalah pihak sukut, senina dan kalimbubu sementara
kelompok anak perana-singuda-nguda sifatnya hanya membantu pekerjaan anak beru dalam mengerjakan makanan di dapur, walaupun di akhir acara pihak anak
beru dan anak perana-singuda-nguda akan mendapat jatah menari Landek., namun ketika Gendang Kibod hadir dalam upacara seperti saat ini, maka ada
pihak suami dan istri yang ikut menari, mereka melakukannya secara berhadap- hadapan dan berpasangan antara suami istri seperti pasangan singuda-nguda
dan anak perana dalam menari hiburan.
2. Koposisi musik yang digunakan dalam mengiringi tarian terdiri dari dua bagian
Gendang salih sehingga setiap pasang menari akan menari dengan gerakan bebas pada bagian kedua bagian terakhir dari Gendang salih tersebut.
3. Urutan menari memang masih mengikuti tata cara menari adat Karo gendang
adat, namun komposisi yang mengiringinya sebagian besar bukan gendang simalungen rayat, namun lagu-lagu populer daerah Karo, atau lagu dari luar etnis
Karo. Selain perubahan komposisi lagu pengiring tarian diatas, dalam tarian adat yang diiringi oleh Gendang Kibod, salah satu penari biasanya akan menyanyi
juga. Disebut “biasanya” karena hampir selalu ada yang ingin menyanyi walaupun beberapa diantara yang ingin menyanyi tersebut, secara musikal tidak
dapat mengikuti irama Gendang Kibod serta tonalitas dari musik yang mengiringinya.
Perubahan merupakan hal yang wajar dalam suatu perkembangan kebudayaan, namun membandingkan landek sebagai aktivitas masyarakat Karo
dalam dua jenis iringan musik serta dua masa yang berbeda, yaitu Gendang Lima
Universitas Sumatera Utara
Sendalanen pada waktu puluhan tahun yang lalu dengan Gendang Kibod dalam kurun waktu sekitar sepuluh tahun sekarang ini tergambar suatu hal yang sangat
kontradiktif. Pada kerja dengan iringan Gendang Lima Sendalanen, keinginan masyarakat
Karo dalam landek, apalagi rende, sangat sedikit. penyebabnya adalah Gendang Lima Sendalanen sudah jarang digunakan pada kerja adat. Setelah Gendang Kibod
sering digunakan dalam Gendang guro-guro aron, aktivitas landek pada masyarakat Karo umumnya menjadi sangat banyak. Indikatornya adalah semakin seringnya kerja
adat menyertakan Gendang Kibod dalam pelaksanaan upacaranya, maka aktivitas landek pada masyarakat Karo menjadi semakin banyak karena pemakaian Gendang
Kibod dalam suatu kerja adalah untuk mengirigi aktivitas landek terlepas dari landek adat atau landek hiburan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT PENDUKUNG TERHADAP KREASI
JASA TARIGAN
Dewasa ini segala bentuk kreasi Jasa Tarigan dalam kesenian tradisi karo khususnya Gendang Kibod telah mendominasi kesenian Karo, walaupun kelompok
masyarakat Karo sendiri banyak memberikan reaksi pro dan kontra. Banyak alasan mengapa kreasi-kreasi Jasa Tarigan ini membuahkan pro dan kontra di masyarakat
pendukungnya. Untuk itu, berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dalam bab-bab
sebelumnya, maka dalam bab ini penulis akan menjelaskan bagaimana masyarakat Karo khususnya yang berdomisili di kota Medan memandang kehadiran kreasi-kreasi
Jasa Tarigan dalam musik tradisinya. Pro dan kontra di masyarakat pendukungnya pasti ada seiring dengan
kehadiran kreasi Jasa Tarigan tersebut, seperti para musisi tradisi dan pemerhati budaya karo yang pada awal kemunculan Gendang Kibod mencemaskan bahwa
kehadiran Gendang Kibod tersebut akan berdampak buruk terhadap eksistensi Gendang Lima Sendalanen dan keaslian kesenian Karo lainnya.
Selain itu, banyak dari kreasi Jasa Tarigan yang lain, yang mendapat perhatian kalangan pemerhati budaya, musisi tradisi bahkan orang awam, seperti
karakter bunyi Keyboard yang awalnya aneh di telinga mayarakat Karo dalam upacara adat, pemodifikasian ensambel sampai aksi Jasa Tarigan yang memukul-
mukul kotak resonator Kulcapinya dan benda-benda di sekitrnya saat memainkan Kulcapi.
Universitas Sumatera Utara