Pandangan Masyarakat TANGGAPAN MASYARAKAT PENDUKUNG TERHADAP KREASI

Berkaitan dengan pro dan kontranya pandangan masyarakat pendukung terhadap kreasi-kreasi Jasa Tarigan ini seperti yang dipaparkan di paragrap awal, banyak isu-isu pro dan kontra yang muncul dan berkembang di masyarakat Karo sendiri. Bahkan menurut pengakuannya, Jasa Tarigan sendiri pernah mendapat perlakuan “penolakan” atas kreasi Gendang Kibodnya di Jambur Pemere Padang Bulan dalam sebuah upacara adat sekitar tahun 2000-an. Saat itu seorang musisi tradisi dan pemerhati budaya Karo bernama Pinta Bangun merusak Keyboard yang dipakainya untuk mengiringi upacara adat tersebut. Selain Pinta Bangun, masih banyak pihak-pihak yang kontra terhadap kreasi Jasa ini, banyak juga kabar-kabar miring tentang hadirnya Keyboard yang sampai ke telinga Jasa Tarigan 9 , bahkan dari pihak pemerintah daerah seperti Bupati Kabupaten Karo periode 1995-2000 yaitu Bapak D.D Sinulingga pernah melarang pemakaian Gendang Kibod dalam setiap kegiatan yang diadakan di Kabupaten Karo, tetapi lambatlaun larangan tersebut tidak diacuhkan masyarakat karena sepertinya masyarakat senang terhadap Gendang Kibod tersebut. Bahkan sampai sekarang larangan-larangan sejenis tidak pernah ada lagi 10 Selain Jasa Tarigan, penulis juga sempat mewawancarai seorang pemain Gendang Kibod yaitu Sofian Tarigan tentang hadirnya kreasi-kreasi Jasa Tarigan ini .

4.1. Pandangan Masyarakat

11 9 Hasil wawancara dengan Jasa Tarigan 25 – 02 - 2010 10 Hasil wawancara dengan Kumalo Tarigan 04 – 06 - 2010 , beliau mengatakan bahwa awalnya ada penolakan dari sebagian masyarakat 11 Hasil wawancara di Jambur Pemere Medan saat Sofian Tarigan mengiringi upacara kematian. Universitas Sumatera Utara terhadap hadirnya Gendang Kibot dalam upcara adat, beliau sendiri ketika pertama sekali mengetahui hal ini merasa aneh dan memberikan penolakan walaupun tidak pernah menyampaikannya langsung ke Jasa Tarigan sendiri, tetapi karena sebagian besar masyarakat menyenangi Gendang Kibot ini, dan secara otomatis pemakaiannya semakin sering dalam upacara-upacara adat, maka kesenangan akan gendang kibot tersebut semakin besar di masyarakat serta secara ekonomis pemain gendang kibot akan semakin sering di undang untuk mengiringi sebuah upacara adat. oleh karena nilai ekonomis tersebut Sofian Tarigan sendiri pun berniat menjadi seorang perkibod pemain Gendang Kibot dan sekarang beliau telah menjadi seorang perkibot, yang sering mengiringi upacara-upacara adat. Untuk mengetahui lebih jauh tentang pandangan masyarakat pendukung terhadap kreasi-kreasi Jasa Tarigan ini, penulis juga telah mewawancarai beberapa orang dari berbagai kalangan yang penulis anggap layak dan mewakili banyak orang. Seperti antara lain : 1. Roi Sebayang alumni etnomusikologi USU dan seorang Perkibot Dalam wawancara sambil lalu yang penulis lakukan dengan Roi Sebayang ini, beliau mengatakan bahwa belakangan ini, kemunculan Gendang Kibot dan kreasi-kreasi Jasa Tarigan yang lain dalam upacara adat Karo tidak begitu dianggap sesuatu yang berarti pada kelangsungan upacara, maksudnya dalam hal ini masyarakat hanya mengikuti alur perubahan yang terjadi, walaupun awalnya banyak perbincangan-perbincangan dan pertanyaan-pertanyaan di kalangan mereka sendiri, selanjutnya masyarakat memandang kreasi Jasa Tarigan ini merupakan sebuah ide baru dan mereka suka. Universitas Sumatera Utara Selain dari alasan di atas, ada alasan lain yang di anggap Roi Sebayang sebagai sesuatu yang sangat dominan bagi sebagian besar masyarakat, baik untuk Sierjabaten maupun bagi masyarakat pendukung, yaitu alasan ekonomi. Berdasarkan penuturan beliau sebagai seorang perkibot, hal ini menjadi begitu berarti bagi masyarakat yang tergolong pada masyarakat menengah kebawah dalam melakukan sebuah upacara, bahkan bagi kelompok-kelompok muda-mudi yang ingin mengadakan Gendang guro-guro aron. Beliau mengatakan, harga yang harus dibayar pihak sukut untuk seorang perkibot lengkap dengan Keyboard dan Sound systemnya dalam mengiringi sebuah upacara berbanding jauh dengan harga Sierjabaten dengan ensambel Gendang Lima Sendalanennya, biasanya tarif Perkibot lengkap dengan Keyboard dan Sound systemnya dalam mengiringi sebuah upacara berkisar antara Rp.600.000 – Rp.800.000, sedangkan harga yang harus dibayar untuk pemain musik Sierjabaten dengan ensambel Gendang Lima Sendalanen serta sistem pengeras suaranya berkisar antara 1.200.000 – 1700.000. Perbandingan harga yang cukup besar ini mengakibatkan penggunaan Gendang Lima Sendalanen dalam upacara-upacara adat yang dilakukan masyarakat semakin berkurang, dan sebaliknya penggunaan gendang kibot semakin sering digunakan. 2. Sofian Tarigan Seorang Perkibot Tidak berbeda jauh dari wawancara yang penulis lakukan dengan Roi Sebayang di atas, Sofian Tarigan berpendapat bahwa kemunculan Gendang Kibod dalam upacara adat Karo merupakan hasil dari kemajuan jaman, kemajuan teknologi yang berakulturasi dengan kebudayaan Karo. Beliau berpandangan bahwa Universitas Sumatera Utara munculnya Gendang kibot dalam kesenian Karo tidak terlalu berpengaruh terhadap keberlangsungan Gendang Lima Sendalanen, selama Gendang Lima Sendalanen ini masih ada musisi tradisi yang mau mempelajarinya dan ada pertunjukan-pertunjukan yang menampilkan Gendang Lima Sendalanen ini. Walaupun demikian, beliau juga menyadari bahwa kenyataannya sekarang Gendang Kibod telah mendominasi kesenian musik Karo, bahkan beliau menyatakan bahwa dalam upacara adat atau Gendang guro-guro aron, kehadiran Gendang Kibot akan menarik minat masyarakat untuk hadir dalam kegiatan itu, secara singkat beliau menyimpulkan minat masyarakat itu ada dikarenakan Gendang Kibot dapat dengan mudah mengiringi penyanyi dalam menyanyikan berbagai macam lagu, selain itu kepraktisan serta biaya yang lebih murah untuk menghadirkan Gendang Kibot dalam sebuah upacara menjadi sebuah alasan yang kuat untuk menyudutkan keberadaan Gendang Lima Sendalanen dalam sebuah upacara. 3. Tri syahputra sitepu mahasiswa etnomusikologi USU pemain musik tradisi Karo Secara singkat Tri syahputra sitepu menjelaskan bahwa kemunculan Gendang Kibot dan kreasi-kreasi Jasa Tarigan lainnya merupakan dampak dari kemajuan teknologi yang mampu di serap oleh sebagian masyarakat khususnya Jasa Tarigan, dan menjadi sebuah tren yang berkembang saat ini. Gendang kibot yang muncul dalam upacara adat karo memang berdampak langsung pada keberlangsungan musik tradisi karo, khususnya dalam konteks upacara. Dia berpendapat bahwa kemunculan gendang kibot dalam setiap upacara adat Karo bukan merupakan suatu masalah yang harus dibesar-besarkan, karena keaslian Universitas Sumatera Utara dan keberlangsungan musik tradisi Karo sebenarnya masih bisa dipertahankan, selama masyarakat pendukung dan para musisi mampu menterjemahkan makna dari tradisi itu sendiri, dengan mengadakan pembinaan-pembinaan atau pertunjukan- pertunjukan yang melibatkan kesenian tradisi Karo “asli”. Selain itu Dia juga memaparkan beberapa keuntungan dari hadirnya Gendang Kibot ini, walaupun Dia mengakui ada juga hal-hal yang tidak layak untuk dipertahankan, Dia mengatakan jika sebuah upacara adat saat ini menggunakan gendang kibot sebagai musik pengiring, maka orang-orang yang datang akan lebih senang, dan kemungkinan para undangan akan lebih banyak hadir dari pada sebuah upacara adat dengan iringan Gendang Lima Sendalanen. Kemudian, murahnya biaya Gendang Kibod dibanding dengan ensambel Gendang Lima Sendalanen juga merupakan alasan yang paling banyak dijumpai di masyarakat, selisih biaya itu menurut Tri syahputra sitepu menjadi sebuah tameng bagi sebagian masyarakat untuk menggunakan iringan Gendang Lima Sendalanen, selain kesenangan masyarakat terhadap Gendang Kibod itu sendiri. Bagi para musisi perkibot, kepraktisan dalam penyajian sebuah Gendang kibot dalam upacara adat juga merupakan alasan utama, mulai dari persiapan sampai berlangsungnya upacara dan juga “kemas-kemas” setelah upacara selesai. Selain itu honor yang harus diterima perkibot juga tergolong lumayan, jika dibandingkan dengan kerjanya selama upacara berlangsung, hal ini di karenakan Keyboard merupakan sebuah instrumen digital yang bisa melakukan hal-hal tertentu secara otomatis atau dengan sedikit sentuhan dari perkibot. Hal ini berbanding jauh dengan sierjabaten dalam Gendang Lima Sendalanen, untuk sebuah pertunjukan biasanya para sierjabaten Gendang Lima Sendalanen harus melakukan latihan terlebih dahulu, Universitas Sumatera Utara setelah itu pekerjaan sierjabaten dalam pertunjukan di sebuah upacara juga tidak “sesantai” Perkibot. Apalagi honor yang harus diterima seorang pemain untuk sebuah pertunjukan tergolong kecil, biasanya honor yang dibayar pihak sukut untuk sebuah ensambel Gendang Lima Sendalanen dalam sebuah upacara sekitar Rp.1.200.000 – Rp.1.800.000, dan honor itu lah yang harus dibagi untuk semua pemain. 4. Juara Ginting Pengamat Budaya Karo dan Dosen Antropologi USU Sama seperti wawancara yang penulis lakukan dengan informan-informan lain, wawancara dengan Juara ginting ini juga penulis lakukan dengan metode wawancara sambil lalu, dan beliau membuka percakapan dengan menjelaskan bahwa secara personal beliau belum meneliti secara fokus tentang peranan dan pengaruh Jasa Tarigan terhadap musik tradisional Karo. Tetapi secara garis besar beliau memandang positif dengan kehadiran Gendang Kibod ini. Lebih jauh lagi beliau memaparkan bahwa munculnya gendang kibot dalam upacara adat Karo, menyebabkan suasana dalam sebuah upacara tersebut lebih hidup dan tidak begitu tegang. Karena nilai-nilai sakralitas upacara tersebut bisa sedikit tertutupi dengan suasana upacara yang meriah, walaupun susunan dan aturan-aturan adat yang selama ini telah dijalankan tetap dipertahankan. Selain itu, menurut pengakuannya ketika beliau menghadiri sebuah upacara dengan iringan Gendang Kibot, selain lebih meriah dan ‘santai’, ketika waktunya menari, beliau merasa lebih leluasa menari walaupun beliau belum tahu banyak tentang struktur menari yang baik, dan pada saat itu dengan melihat orang-orang lain menari beliau bisa sedikit-sedikit belajar tentang bagaimana menari yang baik. Hal Universitas Sumatera Utara ini berbanding terbalik ketika beliau menghadiri upacara dengan iringan Gendang Lima Sendalanen, ada suasana yang beliau rasa lebih sakral dan kaku, dan ketika saatnya landek ada rasa segan untuk ikut landek atau berekspresi ketika melakukan landek tersebut. Di samping itu, karena pengaruh dari Gendang Kibod ini, kesempatan untuk menari bagi pasangan yang sudah menikah menjadi ada lagi, khususnya dalam Gendang guro-guro aron, sebelumnya dalam acara Gendang guro-guro aron orang yang boleh menari adalah muda-mudi yang belum menikah, tapi sekarang dengan hadirnya gendang kibot dalam acara Gendang guro-guro aron pasangan yang sudah menikah pun berhak atau sah bila ikut menari dengan muda-mudi yang lain. Selanjutnya tidak berbeda jauh dengan pandangan informan-informan di atas, beliau juga mengakui bahwa masyarakat Karo dewasa ini lebih senang dengan Gendang Kibod dibandingkan dengan Gendang Lima Sendalanen, beliau menganggap hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan makna dan arti tradisi itu sendiri, pengaruh-pengaruh dari luar yang begitu mudah di akses oleh masyarakat semakin mempengaruhi gaya hidup masyarakat, apalagi pendidikan tentang seni-seni tradisi semakin jarang diterima oleh masyarakat awam. Beliau juga menyarankan bahwa, bagi para akademisi yang perduli dengan kesenian tradisi sebaiknya segera melakukan tindakan-tindakan yang berujung pada pelestarian kesenian tradisi tersebut, karena menurut beliau tidak pas rasanya jika kita menyalahkan seseorang atau masyarakat, jika kita sebagai seseorang yang mengerti tidak melakukan apa-apa terhadap kelestarian tradisi tersebut. Dari beberapa penjelasan informan yang telah penulis paparkan di atas, dapat kita lihat bahwa kontradiksi yang diterima oleh Jasa Tarigan di awal munculnya Universitas Sumatera Utara kreasi-kreasi serta Gendang Kibodnya memang sangat keras, kontra itu tidak hanya berasal dari kalangan musisi tradisi atau pemerhati budaya bahkan dari kalangan pemerintah juga awalnya memberikan penolakan. Tetapi walaupun banyak penolakan-penolakan yang terjadi di awal, bukan berarti Gendang Kibod dan kreasi Jasa Tarigan terhenti, bahkan saat ini dapat kita lihat bahwa hampir disetiap upacara atau kegiatan-kegiatan masyarakat karo pasti melibatkan Gendang Kibod, terlepas dari baik atau buruknya dampak dari kreasi Jasa Tarigan ini terhadap masyarakat Karo itu sendiri. Dari pemaparan informan-informan di atas penulis juga bisa melihat beberapa hal-hal positif dan negatif dari kemunculan Gendang Kibot ini, seperti adanya nilai ekonomis yang cukup berarti bagi pihak Sukut maupun perkibot sendiri, suasana yang lebih menyenangkan atau meriah juga menjadi pertimbangan ketika masyarakat akan mengadakan sebuah upacara adat atau Gendang guro-guro aron, di samping itu, hal negatif yang dapat penulis lihat adalah adanya kecemasan dari para pemerhati budaya Karo akan keberlangsungan seni musik tradisi Karo, jika kesenian-kesenian tradisi tidak lagi di minati oleh masyarakat pendukungnya. Selain itu penulis juga sepakat dengan apa yang dipaparkan oleh Bapak Juara Ginting diatas, bahwa sebaiknya para akademisi dan pihak-pihak yang perduli lah yang harus giat memberikan pendidikan atau pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya melestarikan budaya sendiri, walaupun kemajuan teknologi juga harus ditingkatkan seiring dengan kemajuan jaman. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN