Krisis Global dan Kondisi Ekonomi Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Krisis Global dan Kondisi Ekonomi Indonesia

Krisis keuangan global yang dimulai dengan krisis keuangan di negara Amerika Serikat, sudah mulai merambah ke hampir seluruh perekonomian negara- negara yang menganut sistem ekonomi terbuka. Jerman, dengan ekonominya yang dikenal sangat baik di antara negara-negara Uni Eropa sudah menyatakan, kondisi ekonominya sudah memasuki masa resesi ekonomi. Demikian juga dengan negara-negara lain yang tergabung dengan Uni Eropa sedang menghadapi kondisi ekonomi yang tidak menggembirakan. Walaupun masih malu-malu untuk menyatakan secara resmi seperti dilakukan oleh Jerman. Kondisi ekonomi yang semakin sulit juga sudah melanda negara Jepang. Tidak terkecuali negara-negara yang sekarang disebut the new emerging market akan dan sebagian sedang menghadapi masalah serupa termasuk Indonesia. Lanjutan pengaruh dari jumlah ekspor menurun, antara lain, kegiatan produksi akan terganggu dan sebagian unit produksi akan dihentikan beroperasi, industri pengolahan akan mengurangi membeli sebagian bahan baku dari suplier termasuk petani dan nelayan, sebagian pekerja pabrik akan di-PHK-an, sebagian supplier akan Universitas Sumatera Utara kehilangan bisnis mereka dan tidak ada kegiatan, pendapatan pekerja akan berkurang atau tidak memiliki pendapatan. Di saat jumlah pekerja yang menganggur relatif besar, sangat sensitif terjadinya gejolak social. Pemerintah dihadapkan dengan penerimaan devisa dan penerimaan pajak akan berkurang. Ketika sumber-sumber penerimaan negara terganggu dengan semakin berkurangnya penerimaan negara, konsekuensinya, transfer pemerintah pusatl seperti DAU, DAK, DBH pajak dan SDA kepada pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota akan berkurang juga tentunya. Target pemerintah nasional pada penerimaan pajak tahun 2008 akan sulit dicapai 100 persen dapat direalisasikan. Karena banyak pelaku bisnis bermohon penangguhan pembayaran pajak dan sebagian juga sudah tidak punya kemampuan untuk membayar kewajiban pajak mereka. Keadaan seperti ini akan berlanjut di tahun 2009, sehingga dapat diprediksi bahwa penerimaan negara dari pajak akan berkurang. Artinya kemampuan keuangan serta anggaran negara akan juga berkurang tahun 2009 dan kemungkinan besar masih terjadi di tahun 2010. Fluktuasi perubahan harga BBM di pasaran dunia yang sulit diperkirakan sejak dini, memaksa pemerintah nasional harus menambah biaya subsidi BBM. Akhir-akhir ini harga minyak mentah di pasaran global sedang mengalami penurunan, dan pemerintah nasional secara resmi telah mengumumkan akan menurunkan harga premium. Walaupun diturunkan sedikit harga premium, harga jualnya kepada masyarakat masih tetap disubsidi oleh pemerintah.. Krisis energi global, mendesak Universitas Sumatera Utara pemerintah harus melindungi masyarakatnya dengan mensubsidi sebagian harga BBM dan listrik. Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia yang masih muncul saat ini dijadikan fokus program ekonomi 2008 - 2009 yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008 yang memuat berbagai kebijakan ekonomi yang menjadi target pemerintah diantaranya adalah sektor investasi dan kondisi ekonomi makro nasional. Tabel 4.1 Data Investasi Swasta, Budget Defisit, GDP dan Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi dari Tahun 1985 – 2007 Tahun INVES Milyar Rupiah BUD GDP Milyar Rupiah RLN 1985 27117.85532 -1.22767 696,306.31 22.74 1986 30338.91651 -3.02854 737,217.84 21.17 1987 37686.63107 -0.5082 773,530.00 22.23 1988 43171.31691 -2.22216 818,238.89 22.26 1989 58479.0673 -0.66133 879,258.37 21.23 1990 64668.90619 1.156659 942,929.45 22.6 1991 78875.12504 -0.79982 1,008,466.48 24.93 1992 86068.02673 -1.12803 1,073,610.67 22.67 1993 97212.76777 0.521566 1,146,787.80 19.03 1994 118707.1924 0.997096 1,233,254.92 17.66 Universitas Sumatera Utara Sumber: Bank Dunia 1995 145117.8691 1.319739 1,334,628.94 19.27 1996 163453.1062 0.761818 1,438,973.07 19.16 1997 199301.0762 -1.20007 1,506,602.70 26.19 1998 160327.3835 -1.70135 1,308,835.10 35.2 1999 125010.9477 -2.81404 1,319,189.64 23.54 2000 309163.801 -1.2499 1,389,769.90 18.02 2001 379624.3593 -2.78494 1,440,405.70 21 2002 398816.4694 -2.13161 1,505,216.40 18.97 2003 523707.6658 -1.6502 1,577,171.30 12.43 2004 554025.5657 -1.14051 1,656,516.80 11.55 2005 648776.3372 -0.74133 1,750,815.20 16.02 2006 765832.9385 -0.9 1,847,292.90 15.42 2007 947234.346 -1.2 1,963,974.30 13.11 Keterangan : INVES = Investasi Swasta BUD = Defisit Anggaran Pemerintah GDP = General Domestik Produk RLN = Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi Universitas Sumatera Utara Berikut disajikan pertumbuhan investasi swasta di Indonesia. Sumber : Data Olahan Bank Dunia Gambar 4.1. Pertumbuhan Investasi Swasta di Indonesia Tahun 1980-2007 Dari tabel investasi diketahui bahwa pada tahun 1997 ke 1998 dan 1999 terjadi penurunan total nilai investasi yakni dari 199,301 triliun Rupiah pada 1997 menjadi 160,327 triliun Rupiah pada 1998 dan 125,010 triliun Rupiah pada 1999. Namun pada tahun 2000 total nilai investasi Indonesia sudah mulai meningkat yakni sebesar 309,163 triliun Rupiah dan selanjutnya menjadi 379,624 triliun Rupiah pada tahun 2001. Peningkatan terus berlanjut di tahun 2007 dapat dilihat pada realisasi investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha Tetap PMDN pada periode 1 Januari sd 31 Desember 2007 sebanyak 159 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp. 34.878,7 miliar 34,88 triliun Rupiah. Sedangkan realisasi Investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha Tetap Universitas Sumatera Utara PMA FDI pada periode 1 Januari sd 31 Desember 2007 sebanyak 983 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar US. 10.349,6 Juta US10,34milyar. Peningkatan nilai investasi swasta di Indonesia dari tahun ke tahun pasca krisis 1999 juga diikuti oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi seperti ditampilkan pada tabel berikut : Gambar 4.2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1980-2007 -15 -10 -5 10 15 1985 1990 1995 2000 2005 5 Universitas Sumatera Utara Pada beberapa tahun tertentu juga terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan permintaan agregat akan mengalami penurunan, sehingga harga cenderung mengalami penurunan dan berdampak terhadap pertumbuhan investasi swasta. 4.2 Dampak Suku Bunga terhadap Pembiayaan Defisit Anggaran Karakteristik suku bunga sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan investasi dan pembiayaan, karena suku bunga merupakan biaya pendanaaan di satu sisi dan merupakan tingkat hasil yang diharapkan disisi lain. Dengan memahami karakteristik suku bunga,dapat diperoleh biaya pendanaan yang paling efisien dan sebaliknya akan mencapai tingkat hasil yang diharapkan lebih besar. Berikut perkembangan tingkat suku bunga kredit investasi dari tahun 1985 – 2007. Sumber : Bank Dunia Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi dari Tahun 1985 - 2007 Suku bunga majemuk merupakan suku bunga yang berlaku pada dunia bisnis yang senantiasa mengalami modifikasi sesuai dengan periode pembayaran bunga, yang disebut suku bunga efektif. Dalam perkembangannya suku bunga efektif dikonversikan menjadi suku bunga flat agar memudahkan melakukan investasi – pembiayaan dan mencari biaya pendanaan yang paling efisien dan tingkat hasil yang paling besar. Setiap pelaku bisnis baik pengusaha, manajer, individu dalam menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis tidak terlepas dari berbagai alternatif keputusan investasi dan pembiayaan. Keputusan investasi dan pembiayaan merupakan keputusan yang saling bertalian seperti mata uang dengan dua sisi, dimana satu sisi adalah keputusan investasi maka di sisi lain adalah keputusan pembiayaan. Secara teoritis, keputusan investasi dan pembiayaan sangatlah bergantung pada tingkat suku bunga yang berlaku. Menurut Lawrence J Gitman 2000 tingkat suku bunga merupakan kompensasi yang harus dibayar oleh pihak peminjam borrower dana kepada pihak yang meminjamkan lender. Dari sudut pandang borrower tingkat suku bunga merupakan biaya penggunaan dana cost of borrowing funds yang harus dipertimbangkan dalam keputusan pembiayaan, sedangkan dari sudut pandang lender tingkat suku bunga merupakan tingkat hasil yang diharapkan required return. Universitas Sumatera Utara Sumber terpenting pembiayaan defisit anggaran salah satunya adalah pendanaan utang dengan penerbitan surat utang negara, baik domestik maupun global. Di tengah situasi pasar modal global yang sangat bearish tahun ini, tantangan berat mengiringi upaya pencapaian anggaran penerbitan utang. Selama ini terdapat kesan, setiap kali pemerintah akan melelang obligasi negara, harga obligasi pemerintah di pasar sekunder bergerak turun. Ini sama artinya dengan kenaikan yield atau imbal hasil obligasi. Dampak dari fenomena ini, biaya dana yang ditanggung pemerintah meningkat karena imbalan hasil yang diajukan peserta lelang mengacu pada imbalan hasil yang terbentuk di pasar sekunder ketika lelang dilaksanakan. RAPBN 2008 tahun lalu, banyak pihak menilai target pembiayaan utang netto Rp 91,6 triliun adalah tugas berat bagi Departemen Keuangan. Apalagi ketika APBN 2008 direvisi, pembiayaan utang melalui surat utang negara SUN neto malah dinaikkan menjadi Rp 117,8 triliun. Jika dijumlahkan dengan total SUN yang jatuh tempo tahun ini Rp 37 triliun, total besaran SUN yang harus diterbitkan mencapai Rp 154,8 triliun. Ini adalah target yang harus diakui ambisius. Oleh sebab itu, dari awal tahun pelaksanaan lelang obligasi pemerintah berpotensi mengalami tekanan kenaikan imbal hasil yang diminta investor. Pemerintah menjadi sasaran empuk untuk aksi cornering oleh para pelaku pasar SUN. Cornering yang diduga terjadi di pasar obligasi pemerintah merupakan konsekuensi dari situasi supplydemand yang ada. Di sisi suplai, pemerintah Universitas Sumatera Utara transparan menyebutkan kebutuhan pembiayaan melalui utang di APBN. Namun, ketika kebutuhan pembiayaan utang meningkat signifikan di 2008, sumber permintaan melorot tajam akibat krisis likuiditas kredit atau yang credit crunch. Mengeringnya likuiditas kredit ini sejatinya terjadi terutama di Amerika Serikat dan Eropa, sebagai dampak kerugian perbankan di sana atas investasi subprime mortgage. Namun, kenyataannya dampak krisis subprime mortgage itu meluas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pasar obligasi Indonesia sangat merasakannya karena peranan investor asing di pasar primer dan sekunder sangat dominan. Risiko berinvestasi di negara emerging market seperti Indonesia dinilai meningkat. Selain risiko tekanan inflasi, risiko pelemahan ketahanan anggaran dan pelemahan nilai tukar rupiah menjadi perhatian investor obligasi dan menjadi faktor- faktor pendorong penurunan harga obligasi pada semester I-2008. Pada pertengahan Juni 2008, indeks imbal hasil rata-rata obligasi pemerintah 13,24 persen, naik 3,65 persen dibandingkan awal 2008, sebesar 9,59 persen. Dapat disimpulkan, krisis likuiditas global dan kenaikan risiko investasilah yang menyebabkan investor meminta imbal hasil yang lebih tinggi pada setiap lelang obligasi pemerintah. Adapun minat investor asing terhadap obligasi pemerintah Indonesia tidak berkurang. Kepemilikan investor asing di obligasi pemerintah terus meningkat hingga mendekati Rp 100 triliun pada akhir Juli 2008. Memasuki Agustus 2008, Departemen Keuangan bisa sedikit lega dalam mengejar target anggaran pembiayaan utang. Sampai Juli 2008, pemerintah telah menerbitkan SUN Rp 76,6 Universitas Sumatera Utara triliun dan obligasi global 4,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 39,4 triliun sehingga total dana yang telah diraih pemerintah sekitar Rp 116 triliun. Jumlah itu sekitar 75 persen dari total target penerbitan 2008 Dapat dikatakan, pemerintah telah melakukan upaya mengamankan pembiayaan defisit anggaran melalui penerbitan surat utang dengan baik. Kemampuan pemerintah menjaga atmosfer investasi yang kondusif dan stabil harus tetap menjadi prioritas. Tantangan yang paling nyata adalah risiko memburuknya sentimen investor akibat peningkatan kecepatan perlambatan perekonomian dunia. Apalagi risiko inflasi diprediksi belum akan turun sampai tahun depan. Hal yang juga harus diperhatikan adalah kebijakan bank sentral dalam merespons laju inflasi. Kebijakan moneter yang hawkish belum tentu cocok untuk Indonesia saat ini, mengingat laju pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai tukar rupiah masih kondusif bagi dunia investasi. Selain itu, perlu diperhatikan, pada setiap akhir tahun siklus kegiatan investasi di pasar modal biasanya menurun sehingga, jika tidak hati-hati, pemerintah bisa terlambat memenuhi seperempat target yang tersisa. Selanjutnya, agar dapat mempertahankan kinerja pemenuhan target anggaran 2008, penerbitan SBSN dan ORI005 boleh jadi merupakan kunci sukses yang penting. Keberhasilan penerbitan dua jenis surat utang itu akan menjadi sinyal yang kuat kepada investor bahwa fleksibilitas pendanaan pemerintah berada pada level yang sangat baik. Universitas Sumatera Utara

4.3 Hubungan Defisit Anggaran dengan Surat Utang Negara SUN