Contoh lain misalnya seseorang dapat mengasuransikan jiwanya yang berarti bahwa ia mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, yang ditujukan untuk
jiwanya maupun jiwa orang lain, baik itu berdasarkan cinta kasih sayang kepada orang tuanya, maupun berdasarkan pertimbangan keuangan.
b. Prinsip Itikad baik
Dalam perjanjian asuransi unsur saling percaya antara penanggung dengan tertanggung itu sangat penting. Penanggung percaya bahwa tertanggung akan
memberikan segala keterangan dengan benar. Di lain pihak tertanggung juga percaya bahwa kalau terjadi peristiwa, penanggung akan membayar ganti rugi. Saling percaya
ini dasarnya adalah itikad baik.
8
Dalam KUHD pasal yang mengandung prinsip itikad baik dapat dilihat dalam pasal 251 KUHD yang berbunyi :
“Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad
baik ada padanya yang demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak
akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat yang sama, mengakibatkan batalnya
pertanggungan”.
9
8
Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Bandung, PT. Alumni, 1997,
h. 56-57
9
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD dan Undang-Undang Kepailitan, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 1992, cet.
25, h. 74-75
Dalam pasal 251 KUHD tersebut asuransi menjadi batal apabila tertanggung memberikan keterangan keliru atau tidak benar atau tidak memberikan keterangan
sama sekali. Karena dalam suatu perjanjian asuransi, pihak tertanggung harus mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya, agar kedua pihak dapat
berada dalam kondisi yang imbang ketika melakukan tawar-menawar dalam menetapkan premi atau dalam menentukan jadi tidaknya ia mengambil resiko.
c. Prinsip Keseimbangan
Menurut pasal 246 KUHD, asuransi merupakan perjanjian penggantian kerugian. Yang dimaksud dengan ganti rugi disini adalah bahwa penggantian
kerugian yang dikeluarkan oleh penanggung haruslah seimbang dengan beban kerugian yang dialami oleh tertanggung.
Keseimbangan yang demikian itulah yang dimaksud dengan prinsip keseimbangan. Prinsip keseimbangan ini dapat dilihat dalam pasal 252 KUHD yang
berbunyi : “Kecuali dalam hal-hal yang disebutkan dalam ketentuan undang-undang,
maka tidak boleh diadakan suatu pertanggungan kedua, untuk jangka waktu yang sudah dipertanggungkan untuk harganya penuh, dan demikian itu atas
ancaman batalnya pertanggungan yang kedua tersebut ”.
10
10
Ibid …, h. 75