Landasan Hukum Asuransi Syariah

saling melindungi penderitaan. Hal ini menjadi dasar hukum asuransi syariah, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat AL-Maidah ayat 2 :                                                            Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan mengganggu binatang-binatang had-ya[391], dan binatang- binatang qalaa-id[392], dan jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka. dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. Q.s AL-Maidah : 2. Sedangkan Undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur asuransi dan perusahaan asuransi di Indonesia merupakan produk hukum pemerintah yang harus ditaati oleh ummat Islam selama tidak bertentangan dengan Al- Qur’an dan Hadist Nabi, diantaranya : a. Peraturan perasuransian telah diatur dalam pasal 1774 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Asuransi digambarkan secara umum dalam suatu persetujuan untung-untungan yaitu suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya baik untuk semua pihak maupun beberapa pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. 5 b. Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, dijelaskan bahwa : Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, 5 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD dan Undang-Undang Kepailitan, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 1992, cet. 25, h. 380 atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. c. Peraturan Pemerintah RI No. 73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha perasuransian adalah sebagai berikut : pasal 1 ayat 1 dan 2 1. Perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi jiwa. 2. Perusahaan penunjang asuransi adalah perusahaan pialang asuransi, perusahaaan pialang reasuransi, perusahaan agen asuransi, perusahaan penilaian kerugian asuransi, dan perusahaan konsultan aktuaria. d. Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 224KMK.0171993. Tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, yaitu pasal 3 ayat 1 : Kekayaan yang diperkenankan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 11 ayat 2 PP No. 73 Tahun 1992 adalah kekayaan yang dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi. 6 e. Surat Keputusan MUI No. Kep-754MUI1199 Tanggal 10 Februari 1999 tentang pembentukan Dewan Syariah Nasional MUI. f. Surat Depkeu RI Ditjen Lembaga Keuangan No. S.6005LK2000 Tanggal 1 Desember 2000 perihal laporan program asuransi jiwa baru. 6 Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundang-undangan Perusahaan Asuransi di Indonesia Tahun 1992-1997, Jakarta, Harvarindo, 1998, cet.1, h. 3 Peraturan perundangan yang dipakai sebagai dasar acuan pembinaan dan pengawasan atau usaha perasuransian di Indonesia saat ini terdiri atas : 1. Peraturan pemerintah RI No. 63 Tahun 1999 tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha perasuransian Presiden RI. 2. Keputusan Menteri Keuangan, masing-masing :  No.142KMK.062003 Tanggal 30 September 2003 tentang penilaian kemampuan dan kepatuhan bagi direksi dan komisaris perusahaan asuransi.  No.422KMK.062003 Tanggal 30 September 2003 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.  No.423KMK.062003 Tanggal 30 September 2003 tentang pemeriksaan perusahaan asuransi.  No.424KMK.062003 Tanggal 30 September tentang kesehatan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.  No.425KMK.062003 Tanggal 30 September tentang perizinan dan penyelenggaraan kegiatan usaha perusahaan penunjang usaha asuransi.  No.426KMK.062003 Tanggal 30 September tentang perizinan usaha dan kelembagaan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.

2. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah

Allah menyuruh ummatnya untuk berusaha dan berdo’a serta menyembah kepada-Nya, karena segala yang ada dimuka bumi beserta isinya hanyalah milik Allah semata. Maka dari itu manusia harus menyadari akan kekuasaan Allah, karena Allah-lah yang maha kaya lagi maha segalanya. Oleh karena itu didalam asuransi syariah adanya beberapa macam prinsip, diantaranya :

a. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan

Maksudnya adalah setiap perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan. Jika suatu kejadian dapat menimbulkan kerugian atas seseorang, berarti ia mempunyai suatu kepentingan yang dapat diasuransikan. 7 Tanpa prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan, suatu kontrak akan merupakan kontrak taruhan atau kontrak perjudian, lagi pula dapat menimbulkan niat jahat untuk menyebabkan terjadinya kerugian dengan tujuan untuk memperoleh santunan. Jika itu ada maka tidak mungkin mendapatkan keuntungan dari peristiwa tersebut. Adapun mengenai wujud dari kepentingan yang dapat diasuransikan tersebut dapat berupa harta benda maupun jiwa atas seseorang. Misalnya saja seseorang memiliki tempat usaha, dan suatu ketika orang tersebut mengalami kerugian karena tempat usaha yang ia miliki mengalami kebakaran, maka dalam hal ini orang tersebut memiliki kepentingan yang dapat diasuransikan. 7 A. Hasyim Ali, Pengantar Asuransi, Jakarta, Bumi Aksara, 1995, Cet. Ke- 2, h. 184 Contoh lain misalnya seseorang dapat mengasuransikan jiwanya yang berarti bahwa ia mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, yang ditujukan untuk jiwanya maupun jiwa orang lain, baik itu berdasarkan cinta kasih sayang kepada orang tuanya, maupun berdasarkan pertimbangan keuangan.

b. Prinsip Itikad baik

Dalam perjanjian asuransi unsur saling percaya antara penanggung dengan tertanggung itu sangat penting. Penanggung percaya bahwa tertanggung akan memberikan segala keterangan dengan benar. Di lain pihak tertanggung juga percaya bahwa kalau terjadi peristiwa, penanggung akan membayar ganti rugi. Saling percaya ini dasarnya adalah itikad baik. 8 Dalam KUHD pasal yang mengandung prinsip itikad baik dapat dilihat dalam pasal 251 KUHD yang berbunyi : “Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya yang demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”. 9 8 Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Bandung, PT. Alumni, 1997, h. 56-57 9 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD dan Undang-Undang Kepailitan, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 1992, cet. 25, h. 74-75