Umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati 4 Konsep diri remaja penyandang tunadaksa

3. Umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati

Sumber utama lainnya dari konsepsi diri, selain citra tubuh dan keterampilan berbahasa, adalah umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati. Orang- orang yang dihormati memainkan sebuah peranan menguatkan di dalam definisi diri. Orangtua dianggap menjadi orang-orang yang dihormati di dalam lingkungan si anak Burns, 1993. Semua manusia membutuhkan kasih sayang, perasaan diterima dan rasa aman. Penerimaan kasih sayang dan perasaan diterima adalah sangat memuaskan, tetapi untuk mengetahui apakah dia sedang menerima kasih sayang dan perasaan diterima tersebut seseorang tadi harus mengamati muka, isyarat- isyarat, verbalisasi-verbalisasi dan tanda-tanda lainnya dari orang-orang yang dihormatinya, biasanya adalah orangtua. Masing-masing pengalaman mengenai kasih sayang ataupun penolakan, mengenai persetujuan atau tidaknya dari orang lain menyebabkannya untuk memandang dirinya dan tingkah lakunya di dalam cara yang sama. Peranan dari orang-orang lain yang dihormati, khususnya orangtua, sebagai sumber informasi yang sangat berpengaruh pada diri seseorang dalam pengembangan konsepsi diri Burns, 1993, h. 204. 28 2. 2. 4 Konsep diri remaja penyandang tunadaksa Dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa pada masa remaja, penampilan tubuh mendapat perhatian yang besar. Menurut Hurlock 1974, ’kekurangan’ fisik yang dimiliki remaja dapat menjadi sumber kesulitan dan rasa rendah diri padanya. Adler, seorang tokoh psikologi, berpuluh tahun yang lalu telah mengemukakan teorinya mengenai perasaan rendah diri pada manusia. Menurut Adler, manusia cenderung untuk mengimbangi kekurangan yang dimilikinya dengan sesuatu yang lebih. Dorongan ini merupakan sesuatu yang bersifat alamiah pada manusia. Dalam hubungannya dengan rasa rendah diri ia menyatakan bahwa perasaan rendah diri ini timbul dari rasa ketidaksempurnaan seseorang dalam suatu segi kehidupan. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa perasaan tersebut bukan suatu tanda ketidaknormalan. Tetapi diakuinya bahwa perasaan itu mungkin saja berlebihan disebabkan keadaan-keadaan tertentu, umpamanya anak yang ditolak. Bila perasaan tersebut timbul secara berlebihan maka akan berubah menjadi sesuatu yang tidak normal Hall dan Lindzey, 1993. Karena keadaan fisiknya yang tidak normal, maka mereka sering merasa takut untuk berhubungan dengan kelompok teman sebaya karena adanya perasaan takut diejek atau tidak diterima bila berhubungan dengan mereka. Akan tetapi menurut Powell 1963 teman-teman sebaya tersebut jarang mempersoalkan kekurangan-kekurangan yang ada pada temannya yang cacat dan mereka pun bersedia menerima teman tersebut dalam kelompoknya secara apa adanya. 29 Meskipun dari berbagai penelitian di atas cacat fisik seseorang tampaknya tidak terlalu mempengaruhi apakah ia diterima atau tidak oleh teman-teman sebayanya, tetapi kondisi tersebut mempunyai dampak pada si remaja sendiri, begitu pun reaksi yang ditunjukkan oleh orang-orang di sekitarnya. Reaksi-reaksi tersebut biasanya berupa perhatian yang berlebihan dari orangtua dan saudara- saudaranya atau dapat pula sebaliknya, terlalu ’dijaga’ oleh orangtuanya, mengalami penolakan, dan lain-lain sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi pembentukan konsep dirinya. Dari uraian di atas terlihat bahwa perasaan-perasaan ’negatif’ yang diialami oleh remaja cacat lebih banyak disebabkan oleh perasaan-perasaan dari dalam diri si remaja cacat itu sendiri, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa situasi ini juga dapat disebabkan oleh reaksi-reaksi orang lain terutama orangtua terhadap kecacatannya. 2. 2. 5 Pengukuran konsep diri