3. Penerimaan Orangtua 3. 1 Definisi penerimaan orangtua 3. 2 Proses penerimaan orangtua

2. 3. Penerimaan Orangtua 2. 3. 1 Definisi penerimaan orangtua Penerimaan orangtua adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat menerima keadaan diri atau orang terdekatnya yang tidak sesuai dengan harapannya. Penerimaan merupakan tujuan akhir dari orangtua saat mengetahui anaknya mengalami kecacatan K ϋbler-Ross dalam Gargiulo, 1985. Menurut Rogers, penerimaan juga merupakan dasar bagi setiap orang untuk dapat menerima kenyataan hidupnya, semua pengalaman-pengalamannya, baik maupun buruk dan seseorang membutuhkan situasi yang menghormati dan menghargai tanpa adanya persyaratan. Situasi ini bisa tercapai jika seseorang merasa diterima apa adanya tanpa ada penilaian atau persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerimaan orangtua merupakan aspek yang penting dalam kehidupan anak berkebutuhan khusus. Penerimaan akan tercapai jika orangtua mampu membiasakan diri dan ia memulai untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang dialaminya tersebut Wenworth dalam Gargiulo, 1985, h: 30. Selain itu, penerimaan orangtua biasanya digambarkan sebagai orangtua penyayang dan penuh kehangatan. Tapi rasa sayang akan lebih efektif ketika orangtua tidak hanya menerima anaknya, tetapi juga menerima keadaan dirinya sendiri. Orangtua bisa menjadi lebih bijak dalam melakukan penerimaan, jika orang tua bisa menjalankan hidup lebih realistik sesuai kenyataan yang ada Jersild, et.al., 1975, h: 207. 34 Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan orangtua merupakan merupakan suatu proses aktif dimana orangtua secara sadar berusaha untuk memahami dan menghargai anaknya yang berkebutuhan khusus, disertai adanya perasaan hangat, kasih sayang, perhatian, mengasuh, mendukung yang diekspresikan secara fisik maupun verbal tanpa melihat kondisi anak tersebut.

2. 3. 2 Proses penerimaan orangtua

Banyak sekali bentuk reaksi dari orangtua yang muncul ketika mengetahui anaknya mengalami kecacatan, sangat sulit memperkirakan tipe-tipe reaksi yang akan muncul. Pada kebanyakan keluarga, memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan suatu tragedi yang serius. Pada keluarga yang lain, hal ini merupakan sebuah krisis namun dapat diselesaikan Begab, 1966 dalam Gargiulo, 1985. Namun tetap saja, pada umumnya orangtua tidak mempunyai pengalaman dengan anak berkebutuhan khusus dan seringnya tidak mempersiapkan hal tersebut. Gargiulo dengan mengadaptasi teori yang dikemukakan oleh K ϋbler-Ross 1969 dalam Gargiulo, 1985 mengemukakan tahapan dari proses penyesuaian orangtua terhadap anaknya yang mempunyai keterbatasan tertentu, yaitu: 1. Fase pertama Primary Phase a. Merasa terguncang Shock Merupakan reaksi awal terhadap gangguan yang terjadi pada anaknya dimana orangtua merasa terguncang, tidak mempercayai apa yang terjadi. Setelah itu muncul tingkah laku yang tidak rasional ditandai dengan 35 menangis terus-menerus dan perasaan tidak berdaya. Orangtua sama sekali tidak siap untuk menghadapi kelainan anak Gargiulo, 1985, h: 22. b. Penolakan Denial Orangtua menolak untuk mengenali gangguan pada anak dengan merasionalisasikan kekurangan yang ada, atau dengan mencari penegasan dari ahli bahwa anak tidak mengalami gangguan Gargiulo, 1985, h: 22. c. Duka cita dan depresi Grief and depression Merupakan reaksi yang alami dan tidak perlu dihindari karena dengan perasaan ini orangtua mengalami masa transisi dimana harapan masa lalu mengenai “anak yang sempurna” disesuaikan dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Dalam fase ini rasa duka disebabkan oleh perasaan kecewa karena memiliki anak penyandang tunadaksa, sedangkan depresi merupakan perasaan marah pada diri sendiri karena telah gagal melahirkan anak yang normal. Salah satu perilaku paling mungkin muncul pada fase ini adalah penarikan diri dari lingkungan Gargiulo, 1985, h: 23. 2. Fase kedua Secondary Phase a. Pertentangan perasaan Ambivalence Gangguan pada anak dapat meningkatkan intensitas perasaan kasih sayang sekaligus benci pada orangtua. Perasaan negatif umumnya diiringi dengan perasaan bersalah sehingga beberapa orangtua mendedikasikan sebagian 36 besar waktunya untuk anak, sedangkan sebagian lagi menolak untuk memberikan kasih sayang pada anak, dan menganggap anak tidak berguna. Bagi orangtua yang mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk anak dapat menjauhkan orangtua dengan anggota keluarga lainnya, bahkan dapat berakibat perceraian. Sementara itu penolakan orangtua dapat terlihat melalui sikap orangtua yang menolak untuk mengakui kelainan pada diri anak Gargiulo, 1985, h: 24. b. Rasa bersalah Guilt Orangtua mungkin saja merasa bersalah dengan gangguan yang ada pada anak karena menganggap dialah yang menyebabkan gangguan tersebut atau dihukum karena dosanya di masa lalu. Sehingga wajar saja jika mencoba untuk “membayar” kesalahan tersebut pada anak agar perasaan bersalah orangtua berkurang. Saat berada pada tahap ini, orangtua biasanya memiliki pemikiran “kalau saja” Gargiulo, 1985, h: 26. c. Rasa marah Anger Perasaan ini dapat ditunjukkan dengan dua cara, pertama dengan timbulnya pertanyaan “Mengapa saya?” dan kedua melalui displacement, dimana rasa marah ditunjukkan kepada orang lain seperti dokter, suami atau istri atau anak kandung yang lain Gargiulo, 1985, h: 27. 37 d. Keadaan yang memalukan Shame and embarrasment Perasaan ini timbul saat orangtua menghadapi lingkungan sosial yang menolak, mengasihani, atau mengejek gangguan yang dimiliki oleh si anak. Sikap lingkungan yang seperti ini dapat menurunkan harga diri orangtua, karena beberapa orangtua menganggap anak merupakan penerus dirinya. Kehadiran anak yang cacat dapat mengancam harga dirinya Gargiulo, 1985, h: 28. 3. Fase ketiga Tertiary Phase a. Melakukan penawaran Bargaining Merupakan salah satu tahapan akhir proses penyesuaian yang bersifat individual dan jarang terlihat oleh orang lain. Tahapan ini merupakan strategi dimana orangtua berharap membuat “perjanjian” dengan Tuhan, ilmu pengetahuan atau pihak manapun yang dapat membuat anaknya kembali normal. Misalnya, orangtua membuat pernyataan, “Jika Engkau dapat menyembuhkan anakku, aku akan mengabdikan diriku pada-Mu” Gargiulo, 1985, h: 29. b. Pembiasaan diri dan penataan kembali Adaptation and reorganization Dimana adaptasi merupakan proses bertahap yang membutuhkan waktu dalam mengurangi kecemasan dan reaksi emosional lainnya yang berbeda- beda pada masing-masing orang Drotar et.al., 1975. Orangtua mulai merasa nyaman dengan situasi yang dihadapi dan mulai menata kembali 38 perasaannya, dimana orangtua semakin percaya sendiri dalam berinteraksi dengan anaknya Gargiulo, 1985, h: 29. c. Penerimaan dan penyesuaian diri Acceptance and adjustment Proses penerimaan merupakan tujuan akhir, merupakan proses aktif dimana orangtua secara sadar berusaha mengenali, memahami, dan memecahkan masalah. Tetapi perasaan negatif sebelumnya tidak akan pernah hilang sama sekali. Pada tahap ini, orangtua menyadari bahwa proses penerimaan tidak hanya menerima kondisi anaknya tetapi juga menerima dirinya sendiri. Selanjutnya orangtua akan melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang dialaminya Gargiulo, 1985, h: 30. Menurut Gargiulo 1985 ada beberapa perilaku yang ditunjukkan berkaitan dengan ketiga tahap penerimaan orangtua, diantaranya sebagai berikut: 1. Kepedihan yang mendalam Chronic sorrow Olhansky 1962, 1966 dalam Gargiulo, 1985 menjelaskan bahwa kepedihan yang mendalam merupakan reaksi yang alami dan reaksi yang dapat dimengerti ketika mengetahui bahwa anaknya mengalami kecacatan. Reaksi ini merupakan reaksi yang umum terjadi pada setiap orangtua. 39 Olhansky juga menyarankan penerimaan orangtua khususnya ibu akan terjadi ketika dapat mengatasi rasa sedihnya tersebut dan jika ada pelayanan yang konkrit untuk ibu mengatur dan hidup dengan anaknya yang menyandang tunadaksa. 2. Perilaku mencoba-coba Shopping behavior Anderson 1971 dalam Gargiulo, 1985 menyatakan bahwa perilaku mencoba- coba ini merupakan sebagai respon yang dipelajari. Perilaku mencoba-coba ini didefinisikan sikap orangtua yang mengunjungi terapis yang sama atau beberapa terapis yang berbeda karena merasa masalah sang anak tidak dapat diselesaikan oleh terapis yang terdahulu. Respon ini akan bersifat maladaptif karena menghabiskan banyak waktu, energi, dan uang. Perilaku mencoba- coba ini biasanya dipandang sebagai reaksi dari perasaan bersalah dari orangtua. 3. Penolakan Rejecting parents Orangtua terkadang memiliki penilaian negatif dengan melakukan penolakan terhadap anak yang berkekurangan secara terus-menerus Gallagher, 1956 dalam Gargiulo, 1985 yang ditandai dengan: • Memiliki harapan yang rendah terhadap prestasi anak, dimana orangtua memiliki pandangan yang kurang tepat mengenai anak, misalnya anak tidak berguna dan tidak akan dapat menguasai apapun. Mereka juga 40 kurang mampu menghargai kemampuan anak, serta membuat tujuan yang tidak realistis bagi anak dan karenanya tidak memiliki masa depan. • Membuat tujuan yang tidak realistis dalam hal kematangan sosial dan emosional. Jika anak tidak mampu mencapai suatu tujuan, orangtua yang mengetahui ini perasaan negatifnya terhadap anak dapat meningkat lalu menghukum anak tersebut atas ketidakmampuannya itu. • Escape, ditandai dengan mengabaikan anak dan orangtua merasionalisasikan perilakunya berdasar pada ketidakmampuan mereka untuk merawat anak secara tepat, misalnya menyekolahkan anak di sekolah khusus SLB dan ditempatkan di dalam asrama. • Reaction formation, orangtua mengingkari adanya perasaan negatif pada anak, dan mengatakan pada orang lain bahwa mereka mencintai dan menerima kondisi anaknya. Reaksi ini menunjukkan adanya mekanisme pertahanan yang kompleks. Yaitu jika orangtua jujur dan mengakui perasaan negatif mereka akan menjadi orangtua yang menolak. Di sisi lain, jika ibu menutupi perasaannya dan menunjukkan rasa cinta pada anak, maka ini merupakan reaksi formasi. 4. Kompensasi Compensating parents Menurut Bryant dalam Gargiulo, 1985 ada tiga tipe hubungan antara orangtua dan anak, yaitu penerimaan, penolakan, dan kompensasi. Biasanya reaksi orangtua terhadap anak berkebutuhan khusus adalah menerima atau menolak, tetapi Bryant mempertimbangkan adanya hubungan orangtua dengan 41 anak yang ketiga, yaitu kompensasi, dimana hal tersebut dibangun berdasarkan kombinasi antara penerimaan dan penolakan terhadap kecacatan anak dan lebih menekankan perilaku dibandingkan dengan perasaan. Orangtua yang kompensasi akan berusaha mengganti sikap penolakan dengan penerimaan. Tetapi hasil yang ditampilkan akan menyebabkan perilaku yang berbahaya untuk anaknya. Selain itu, Porter dalam Jersild, et.al., 1975 menyatakan bahwa terdapat empat bentuk penerimaan orangtua, yaitu: 1. Menunjukkan perasaannya dan respek kepada anak, mengakui bahwa anak memang berhak untuk mendapatkan perasaan tersebut 2. Menilai bahwa setiap anak itu unik walaupun dalam keterbatasannya 3. Mengakui bahwa seorang anak butuh untuk mandiri dan bisa menjadi “sesuatu” nantinya 4. Cintai dan sayangi anak tanpa pamrih

2. 4. Kerangka Berpikir