2. Dasar Hukum mediasi
Yang menjadi dasar hukum diberlakukannya mediasi adalah : a. Alqur’an : Surat Al Nisa’ Ayat 128
Dalam hukum Islam secara terminologis, perdamaian disebut dengan istilah Islah yang artinya memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut
syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan anatar dua pihak yang saling bersengketa.
11
Dasar Hukum dalam Alqur’an, termaktub dalam surat Al-Nisa’ ayat 128 :
⌧ ☺
☺ ☯
⌧ ☯
⌧ ⌧
☺ ☺
Artinya : “ Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut
tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap tak acuh ,
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Q.S Al Nisa’ :4 ayat 128
11
As sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz III Beirut : Dar Al Fikr, 1977 , h. 305
Makna “wal Shulhu Khair “ yakni “ dan perdamaian itu lebih baik “. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata : “ yaitu
memberikan pilihan “. Maksudnya apabila suami memberikan pilihan kepada isteri antara bertahan atau bercerai, itu lebih baik daripada si suami terus
menerus mengutamakan isteri yang lain darpada dirinya. Dzahir ayat ini bahwa perdamaian diantara keduanya dengan cara
isteri merelakan sebagian haknya bagi suami dan suami menerima hal tersebut, lebih baik daripada terjadi perceraian secara total. Sebagaimana yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW, beliau tetap mempertahankan Saudah binti Zam’ah dengan memberikan malam gilirannya kepada Aisyah RA. Beliau
tidak menceraikannya dan tetap menjadikannya sebagai isteri. Beliau melakukan hal itu agar diteladani oleh umatnya, bahwasanya
hal tersebut disyariatkan dibolehkan. Hal itu lebih utama pada hak Nabi Muhammad SAW. Kesepakatan itu lebih dicintai oleh Allah SWT daripada
perceraian. Firman Allah “ wal shulhu khair “ dan “perdamaian itu lebih baik”, bahkan perceraian sangat dibenci Allah SWT.
12
Ayat ini berkaitan dengan perdamaian masalah perkawinan.
12
Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, Bogor : Pustaka Ibnu Katsir, 2008 , cet. 2 , h. 683-684
Selain ayat tersebut, ada ayat lain yang secara langsung menganjurkan agar diadakan perdamaian yakni Surat Al-Hujurat ayat 9 :
⌧ ☺
☺ ☺
☺ ☺
Artinya : “Dan kalau ada dua orang dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil;
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. Q.S Al Hujurat Ayat 9
Allah berfirman seraya memerintahkan untuk mendamaikan kubu kaum mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut sebagai orang-orang
beriman meski saling menyerang satu sama lain.
13
Bila Alqur’an membolehkan perdamaian dalam masalah-masalah seperti diatas, maka perdamaian dalam masalah keperdataan yang
menyangkut dengan harta bendapun sudah barang tentu dibolehkan pula. Bahkan bila ditelaah dengan seksama kajian Sulh dalam kitab-kitab fiqh-
13
Ibid, Jilid 8, h. 470
klasik, objek kajiannya tertuju pada bidang perjanjian atau perikatan yang menyangkut harta benda.
b. Al-Sunnah Dalam penyelesaian sengketa, langkah pertama yang Rasulullah tempu
adalah jalan damai. Seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud :
لﺎﻗ ةﺮ ﺮه ﺑأ ﻦﻋ :
ﷲا لﻮ ر لﺎﻗ و ﻋ ﷲا ﻰ
: ﺋﺎﺟ
ا ﻦ ﺑ ﺰ
مﺮ وأ ﺎ اﺮ أ ﺎ إ ﻦ
ا اور
دواد ﺑا
14
Artinya : “ Dari Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Perdamaian antara orang-orang muslim itu dibolehkan, kecuali
perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal” HR. Abu Dawud
Tirmidzi menambahkan :
لﺎﻗ ﺎ اﺮ أ وأ مﺮ ﺎﻃﺮﺷ إ ﻬﻃوﺮﺷ ﻰ ﻋ نﻮ
ادازو يﺬ ﺮﺘ ا
: ﺚ ﺪ اﺬه
ﻦ
15
Artinya : “ Dan orang-orang Islam itu menurut perjanjian mereka, kecuali
perjanjian yang mengaharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram “ Tirmidzi berkata, Hadis ini Hasan Shahih .
Perdamaian yang dikandung oleh sabda ini bersifat umum, baik mengenai hubungan suami-isteri, transaksi maupun politik. Selama tidak
melanggar hak-hak Allah dan rasul-Nya, perdamaian hukumnya boleh.
16
14
Abu Daud, Sunan Abu Dawud Jilid 2,Beirut : Darl al-Fikr, 1994, h. 533
15
Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Muhammad al-Syaukani, Nailu al-Authar Juz 5 Kairo : Al-Babi al-Holbi, t. th , h. 378
c. Doktrin Umar Ibn al-Khattab Umar dalam suatu peristiwa pernah berkata
17
: “ Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan
perkara melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian diantara mereka “.
d. Pancasila Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu system ADR di
Indonesia adalah dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila, dimana dalam filosofinya tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa adalah
musyawarah mufakat, hal tersebut juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hukum tertulis lainnya yang mengatur tentang mediasi adalah Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 3 ayat 2 menyatakan “ Peradilan Negara menerapkan dan menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila “. Penjelasan Pasal 3 ayat 1 menyatakan : ketentuan ini tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara
dilakukan diluar pengadilan Negara melalui perdamaian atau arbitrase.
18
Kini telah jelas dan diakui secara hukum tentang adanya suatu lembaga alternative di dalam pengadilan yang dapat membantu para pihak
16
Abdul Aziz Dahlan, dkk, ed., Ensiklopedia Hukum Islam, “ Sulh “, Jilid 5 Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, 2000 , h. 1653
17
Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 13, Ibid h. 212
18
Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis : MEDIASI Jakarta : Puslitbang Hukum Dan Peradilan MA-RI, 2007 , h. 36
yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. Karena selama ini yang dikenal dan diatur dengan peraturan perundang-undangan adalah arbitrase
saja. Yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
e. Pasal 130 HIR154 Rbg Sebenarnya sejak semula Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 Rbg
mengenal dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat 1 HIR berbunyi :
Jika pada hari sidang yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan
mereka.
19
Selanjutnya ayat 2 menyatakan : Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu
bersidang, diperbuat suatu surat akta tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan mentaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan
berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.
20
Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum acara yang berlaku baik Pasal 130 Herziene Indonesis Reglement HIR maupun Pasal 154
Rechtsreglement Buitengwesten Rbg, mendorong para pihak untuk
19
R. Soesilo, RIBHIR Dengan Penjelasan Bogor : Politeia, 1985 , h. 88
20
Ibid, h. 187
menempuh proses perdamaian yang dapat diitensifkan dengan cara mengintegrasikan proses ini.
21
f. Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
Pasal 82 berbunyi : 1 Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian. Hakim berusaha
mendamaikan kedua belah pihak 2 Dalam sidang perdamaian tersebut, suami isteri harus datang secara
pribadi kecuali apabila sa;ah satu pihak bertempat di kediaman diluar negeri, dan tidak dapat menghadap secara pribadi dapat diwakilkan oleh
kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. 3 Apabila kedua pihak bertempat dikediaman diluar negeri, maka
penggugat pada sidang perdamaian tersebut menghadap secara pribadi 4 Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang pemeriksaan Karena perceraian adalah suatu perbuatan yang dibenci Allah,
walaupun perbuatannya adalah halal. Maka, peraturan ini menetapkan bahwa
21
Suyud Margono, ADR Altenative Dispute Resolution Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000 , h. 23-33
seorang hakim dalam menangani kasus pasal ini menyebutkan gugat cerai berkewajiban untuk berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
Usaha perdamaian mediasi tidak hanya dilakukan pada peradilan tingkat pertama saja tapi juga pada tingkat banding maupun tingkat kasasi.
Oleh karena itu, hakim berusaha semaksimal mungkin untuk mendamaikan pihak yang berperkara.
g. Penjelasan Pasal 31 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 31 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 berbunyi :
2 Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap siding pemeriksaan.
Di mana penjelasan pasal tersebut adalah : “ Usaha untuk mendamaikan suami-isteri yang sedang dalam pemeriksaan
perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak terbatas pada sidang pertama sebagaimana lazimnya dalam perkara perdata, melainkan pada
setiap saat sepanjang perkara itu belum diputus oleh hakim. Dalam mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada orang atau
badan lain yang dianggap perlu.
22
Pasal tersebut menyiratkan bahwa mediasi wajib dilakukan oleh para pihak yang berperkara dalam pasal ini suami-isteri dengan bantuan seorang
mediator hakim. Proses mediasi dapat dilakukan pada setiap persidangan, ini
22
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Himpunan Peraturan Perundang- undangan Dalam Lingkungan Peradila Agama Jakarta : Depag RI, 2001 , h. 178
berarti bahwa usaha untuk mendamaikan tidak hanya dilakukan pada sidang pertama saja yang dihadiri oleh kedua belah pihak, tetapi dapat juga dilakukan
pada sidang kedua, sidang ketiga, dan sidang berikutnya selama perkara belum diputus.
h. PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Sebagaimana dalam Pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2008 yang
menyatakan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui
perdamaian dengan bantuan mediator. Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum
pembacaan gugatan dari penggugat. Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan
pemeriksaan perkara. i. Pasal 6 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa Dalam pasal tersebut disebutkan beberapa prinsip berkenaan dengan
alternative penyelesaian sengketa sebagai berikut: 1. Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak
melalui alternative penyelesaian sengketa yang didsarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan
2. Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternative peneyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diselesaikan dalam
pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 empat belas hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
3. Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak,
sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator.
D. Tujuan Mediasi Dan Manfaatnya 1. Tujuan Mediasi