Salah satu tugas dari BP4 setelah menerima pengaduan dari salah satu pihak yang berselisih adalah memanggil pihak yang lain untuk hadir bersama
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Akan tetapi, biasanya salah satu pihak yang sedang berselisih jarang sekali datang memenuhi panggilan BP4.
Tidak sedikit dari salah satu pasangan yang dipanggil oleh BP4 mengabaikan panggilan tersebut. Meskipun waktu panggilan tersebut sudah
disesuaikan dengan waktu luang salah satu pihak yang berselisih tersebut. b. Para Pihak Yang Berselisih Lebih Memilih Datang Sendiri-Sendiri
BP4 dalam menyelesaikan perselisihan perkawinan dari pasangan yang bersengketa perlu mengetahui secara keseluruhan dari permasalahan yang
sedang dialami oleh suami maupun isteri. BP4 dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh pasangan yang bersengketa perlu
mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak tentang permasalah yang dialami oleh suami isteri. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka yang
mengadukan permasalahannya itu datang dengan sendiri-sendiri. Mereka cenderung tidak mau hadir bersama. Salah satu dari mereka yang hadir hanya
menceritakan keburukan dari pasangan mereka, mereka lebih cenderung menutup-nutupi kebrukuan yang ada pada dirinya..
13
13
Ibid, Wawancara Pribadi Dengan Kadi Sastrowirjono, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta 26 Juli 2010
2. Hambatan Yang Bersifat Legal-Formal
Diantara hambatan-hambatan yang bersifat legal –formal diantaranya sebagai berikut:
a. Kelembagaan BP4 Yang Lemah. Reformasi disegala bidang ternyata tidak menyentuh substansi fungsi
yang dijalankan BP4 selama ini. Peran-peran yang dijalankan BP4 kalah pamor dengan LSM-LSm perempuan yang bermunculan. BP4 tidak hanya
stagnan lebih dari itu mengalami fungsi dan peranannya, apalagi setelah diatur system keuangan Negara, terutama terbitnya UU No.13 Tahun 2003, maka
lembaga-lembaga resmi seperti BP4, P2A dan BKM otomatis tidak memperoleh biaya operasional. Ketiadaan biaya operasional ini semakin
memperpuruk kondisi BP4. Disamping itu juga visi an misi BP4 belum terpahami oleh seluruh
elemen. Ada kemungkinan hal ini disebabkan lemahnya visi, misi ataupun worldview BP4 dan juga sturuktur kepengurusan yang diisi oleh para pejabat
terkadang tidak mempertimbangkan prinsip profesionalisme, dampaknya terhadap BP4 dijalankan sebagai “sampingan”, sebab tidak menjadi
tupoksitugas pokok dan fungsi dari pejabat itu sendiri.
3. Hambatan Yang Bersifat Kultural
Yang dimaksud hambatan yang bersifat cultural disini adalah hambatan yang bersifat budaya yang sangat sacral yang harus dipatuhi. Penulis
mengambil contoh dalam Hukum Adat Bali.
14
Dalam hukum adat bali, perempuan memiliki peran sentral dalam masyarakat. Laki-laki dan
perempuan adalah setara. Dalam hokum adat bali ada pemahaman bahwa bagi setiap keluarga yang tidak menghormati kaum perempuan, niscaya keluarga
itu akan hancur lebur berantakan, rumah dimana perempuannya tidak dihormati sewajarnya, keluarga itu akan hancur seluruhnya.
Jadi, pemahaman tersebutlah yang dianut dan dibawa sampai kedalam pernikahan atau rumah tangga, jika perempuan tersebut sudah tidak dihormati,
maka perceraiannlah yang akan terjadi. Hal inilah yang menghambat BP4 dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa.
.
14
Mengikis Ketidakadilan Gender Dalam Adat Bali diambil dari http:ejournal.unud.ac.id