Hambatan Dan Tantangan Yang Dihadapi Oleh BP4 Dalam Melakukan Mediasi
atau konflik yang terjadi di dalamnya. Namun untuk mencapai cita-cita tersebut, tidak selalu berjalan lancer tetapi pasti ada saja kendala yang menghambat
usaha seseorang tersebut yang mau tudak mau harus dihilangkan terlebih dahulu demi tercapainya cita-cita atau tujuan tersebut.
Begitupun dalam memberikan penasihatan dan mendamaikan pada pasangan yang bersengketa, BP4 Pusat menemui kendala yang menjadi
hambatan untuk terlaksana secara efektifnya program kerja mereka, diantaranya adalah:
1. Masalah Yang Diadukan Sudah Sangat Berat Sekali BP4 sebagai Badan penasihatan dan perselisihan perkawinan bertujuan
menyelesaikan perselisihan perkawinan agar tidak terjadi perceraian. BP4 menerima dengan terbuka pengaduan dari pasangan suami isteri yang berselisih
dengan berbagai macam persoalan. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka yang berselisih biasanya masalah yan diadukan sudah sangatlah parah, yang bisa
dikatakan sudah sangat sulit untuk didamaikan. Menurut Drs.H. Kadi Sastrowirjono, biasanya pasangan yang berselisih
yang mengadukan berbagai macam persoalannya itu pasangan yang memiliki usia perkawinan yang masih muda, yaitu antara 5 sampai 8 tahun perkawinan.
Usia perkawinan yang masih muda tersebut sangat rentan dengan berbagai macam perselisihan dan perceraian.
2. Salah Satu Pihak Jarang Sekali Datang Untuk Memenuhi Panggilan Mediasi di BP4
Salah satu tugas dari BP4 setelah menerima pengaduan dari salah satu pihak yang berselisih adalah memanggil pihak yang lain untuk hadir bersama
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Akan tetapi, biasanya salah satu pihak yang sedang berselisih jarang sekali datang memenuhi panggilan BP4.
Tidak sedikit dari salah satu pasangan yang dipanggil oleh BP4 mengabaikan panggilan tersebut. Meskipun waktu panggilan tersebut sudah
disesuaikan dengan waktu luang salah satu pihak yang berselisih tersebut. Hal tersebut sangat berbeda sekali dengan panggilan mediasi di
Pengadilan Agama. Mereka cenderung lebih patuh pada panggilan dari Pengadilan Agama, walaupun masih ada juga yang tidak memenuhi panggilan
mediasi dari Pengadilan Agama karena alasan kesibukan 3.
Para Pihak Yang Berselisih Lebih Memilih Datang Sendiri-Sendiri BP4 dalam menyelesaikan perselisihan perkawinan dari pasangan yang
bersengketa perlu mengetahui secara keseluruhan dari permasalahan yang sedang dialami oleh suami maupun isteri. BP4 dalam menyelesaikan
permasalahan yang dialami oleh pasangan yang bersengketa perlu mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak tentang permasalah yang
dialami oleh suami isteri. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka yang mengadukan permasalahannya itu datang dengan sendiri-sendiri. Mereka
cenderung tidak mau hadir bersama. Salah satu dari mereka yang hadir hanya menceritakan keburukan dari pasangan mereka, mereka lebih cenderung
menutup-nutupi kebrukuan yang ada pada dirinya.
Hal inilah yang menjadi kesulitan bagi BP4 untuk menyelesaikan perselisihan mereka. Menurut Drs. H. Kadi Sastrowirjono, pasangan yang
sedang beselisih haruslah hadir secra bersama-sama dan menceritakan segala permsalahan yang sedang dialaminya agar dapat dicarikan jalan keluarnya,
hendaklah mereka jangan menutup-nutupi segala permasalahan yang sedang dialaminya.
11
Sedangkan tantangan bagi konsultan BP4 Pusat adalah sebagai berikut:
12
1. Ketika Menjadi Mediator Atau Konsultan Yang Baik Menurut salah satu konsultan di BP4 Pusat, menjadi mediator yang baik
sangatlah sulit. Seperti mengontrol emosi, artinya tidak terbawa dengan suasana karena kedua belah pihak biasanya merasa sama-sama benar. Sebagai mediator
harus sabar, tenang dan pintar mengolah kata-kata agar suasana menjadi damai kembali
2. Mengetahui Karakter Masing-Masing Pihak Mengetahui karakter masing-masing pihak merupakan tantangan juga
bagi mediator. Karena paling tidak harus mengetahui ilmu kejiwaan. Bagaimana memadukan dua karakter para pihak bersengketa yang berbeda itu agar terjadi
perdamaian.
11
Ibid, Wawancara Pribadi Dengan Kadi Sastrowirjono, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta 26 Juli 2010
12
Ibid, Wawancara Pribadi Dengan Zubaidah Muchtar, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta, 29 Juli 2010
3. Mampu Memahami Penyebab Terjadinya Sengketa Menjadi mediator yang baik harus memahami penyebab terjadinya
knflik antar para pihak. Mungkin karena factor budaya, social atau ekonomi. Serta mampu memberikan solusi yang terbaik terhadap penyelesaian yang
dihadapi para pihak. 4. Memberikan Sarana Yang Mendukung
Artinya bagaimana seorang mediator memberikan suasana yang mendukung kepada para pihak. Agar para pihak merasa nyaman dan tentram
ketika memasuki ruang mediasi. Juga posisi duduknya yang tidak memberikan suatu posisi yang memisahkan para pihak untuk menjadi lawan, tetapi
memposisikan bagaimana menjaga hubungan baik antar para pihak. Tantangan berikutnya adalah penyediaan fasilitas, ruang pertemuan yang
memadai untuk proses mediasi. Kalau tempatnya tidak memadai justru akan menyulitkan para pihak. Bagaimana kalau kondisi ruangan panas, ramai hiruk
pikuk dimana sulit mendapatkan privacy dan kemanan. Itu malah membuat orang stress, mediasi jadi menegangkan. Begitu para pihak masuk pengadilan,
auranya sudah tidak enak. Selain hambatan dan tantangan tentu saja terdapat keuntungan setelah
proses mediasi, baik bagi pihak yang bersengketa maupun bagi hakim mediator sendiri. Bagi pihak yang bersengketa kalau terjadinya perdamaian tentunya
adalah sesuatu yang sangat menguntungkan. Karena masalah yang mereka
hadapi terselesaikan dengan kebaikan dan keuntungan yang diperoleh bagi masing-masing pihak.
Namun sebaliknya, kalau tidak terjadi perdamaian minimal sebagai dasar untuk saling instropeksi diri. Sebagai suatu motifasi agar para pihak
menyadari akan hal-hal yang telah dilakukan pada masa yang lalu dan sebagai pelajaran agar tidak terulang kembali pada masa yang akan dating.