supaya meriah ini maksud tujuannya tulung rame-rame tepuk tangan bersama
bersama …………
5.4.3.6 Ekspresi Kelompok
Selain fungsi komunikasi dalam syair madihin sebagai ekspresi indvidu, fungsi yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi komunikasi sebagai ekspresi kelompok.
Melalui media kesenian, etnik Banjar di kawasan ini ingin diakui eksistensinya. Masyarakat Banjar adalah suku atau etnik pendatang Nusantara yang kini juga dipandang
sebagai tuan rumah dan pemilik kawasan Sumatera Timur. Suku Banjar menerima keberagaman sebagai sesuatu yang alamiah dan semula jadi, suku Banjar memiliki adat
yang terangkum dalam adat sebenar adat, adat yang teradat, adat yang diadatkan dan adat-istiadat. Institusi adat ini begitu penting dalam rangka kelestarian budaya Banjar.
Salah satu ekspresi kelompok yang tercermin dalam syair madihin adalah pemunculan ciri-ciri pengantin Banjar. Hal ini dapat dilihat dalam larik-larik berikut ini.
Baiklah kisahnya kita tarus akan haja tapi sang pengantin urang Banjar
tumat di negri sampai ka sini sini tutumat bahari sampai ke waya hilik
pangantin urang Banjar mudah bangat ditandai esok hari bamula demi lima ulas saji
5.4.3.7 Ekspresi Emosi
Fungsi komunikasi dalam syair madihin adalah sebagai sarana ekspresi emosi. Dalam perspektif Islam, emosi marah bersumber dari emosi lain seperti terhina, malu dan
iri hati. Emosi kausal ini lahir disebabkan sebuah gejala utama yaitu ketidakadilan. Wajah
ketidakadilan itu terbentuk dari berbagai sebab, seperti kuasa dan kasih sayang.
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula fungsi komunikasi dalam syair madihin adalah untuk mengekspresikan belbagai macam emosi, yang diungkapkan melalui bahasa verbal yang
dinyanyikan atau gerak-gerik. Emosi sedih misalnya selalu dinyanyikan mengikuti tangga nada minor dan rentak yang relatif lambat sekitar 60 ketukan dasar per menit, dalam
birama 44, secara melodi menggunakan hiasan yang berciri mendayu-dayu bagaikan alunan ombak di pantai, dan cenderung menggunakan nada-nada berfrekuensi tinggi.
5.4.3.8 Ekspresi Estetika
Seni identik dengan keindahan dan keindahan identik dengan estetika. Keindahan dan estetika menjadi sebuah perbincangan yang menarik, terutama dalam membicarakan
berbagai cabang kesenian. Sementara itu, secara sosiokultural, seni timbul dalam kebudayaan manusia, karena manusia memerlukan pemenuhan keinginan akan rasa
keindahan. Seni dan keindahan ini dalam sejarah perkembangan peradaban manusia dikaji dalam bidang estetika atau falsafah keindahan. Tampaknya keindahan dalam
bidang seni ini ada yang sifatnya khusus dan ada pula yang mencapai tahap umum. Selain itu konsep tentang keindahan ini boleh saja berbeza di antara kelompok manusia,
meskipun adakalanya terdapat kesamaan. Dalam menghasilkan melodi, orang-orang Banjar selalu mengimitasi alunan
ombak atau desir pohon-pohon nyiur di pantai, yang kemudian dikenali sebagai gerenek, cengkok, dan patah lagu. Gerenek adalah sebuah ide estetika musik dalam menghasilkan
melodi dengan densitas nada yang relatif rapat, cengkok dengan alunan nada-nada, dan patah lagu adalah memberikan tekanan ritme pada nada-nada terutama yang terletak pada
pukulan down beat.
Universitas Sumatera Utara
Kedekatan melodi yang dihasilkan orang-orang Banjar tersebut di atas berkaitan erat dengan estetika sastra Melayu dan estetika sastra Jawa. Melayu dan Jawa menjadi
salah satu asal suku Banjar yang kemudian menjadi tempat bermigrasi orang Banjar. Penyair atau pamadihinan dalam estetika Melayu dan Jawa menemukan ilham karena
kedekatan dengan alam dan Tuhan yang Mahakuasa. Di dalam syair madihin, hal ini terungkap dari pembukaan syair yang tetap mengucapkan ciri khas kesukuan dan salam
keislaman dalam perkenalan diri pemadihinannya. Salam pembuka syair ini terlihat pada dua bait syair madihin berikut ini.
Tanduk rusa, tanduk rusa, berampang ampang tanduk rusa berampang-rampang, berampang ampang
aa… aa…aa... aa…. Assalamualaikum ini judul pertama
wa allaikum salam ulun beri jawabannya pandengar madihin di mana saja barada
baik di kota sampai ke desa-desa Pemilihan diksi yang mencerminkan ajaran Islam sebagaimana terlihat pada bait
syair di atas merupakan salah satu usaha memperindah ciptaan Allah, peneladanan ciptaan Tuhan. Berkaitan dengan prinsip keindahan, Imam al-Ghazali 1985 dalam
Abdul Hadi W.M. 2004:41-42 mengelompokkan keindahan dalam lima peringkat. i keindahan sensual dan duniawi, yaitu keindahan yang berkaitan dengan hedonisme dan
materialisme; ii keindahan alam; iii keindahan akliah, yaitu keindahan yang ditampilkan karya seni atau sastra yang dapat merangsang pikiran dan renungan; iv
keindahan rohaniah, berkaitan dengan akhlak dan adanya pengetahuan tentang hakikat sesuatu pada diri seseorang atau karya sastra; dan v keindahan Ilahi.
Syair madihin dalam konteks historis menempatkan diri dalam pemenuhan estetika Islam. Syair ditulis dan dinyanyikan oleh pamadihinan sebagai bagian dari
Universitas Sumatera Utara
ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, menurut Tim Peneliti LK3 2006:6, pilihan tema madihin pada umumnya berisi kehidupan keluarga, nasihat kepada pengantin baru,
petuah agama, riwayat nabi-nabi yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, ekspresi estetika seorang pamadihinan harus selaras dengan ajaran Islam dan
peneladanan ciptaan Allah, Tuhan yang Mahakuasa. Secara tekstual, menurut Subiyakto 2006:29, “Di sini, madihin mempunyai
fungsi untuk mengkomunikasikan substansi cerita yang dituturkan kepada penonton, yang darinya itu dipersatukan pengalaman-pengalaman praktis, sosial, dan pendidikan
dari bentuk estetis.” Pendapat ini selaras dengan fungsi seni pertunjukan, di mana syair madihin termasuk bagian dari seni pertunjukan, sebagaimana dikatakan Edi Sedyawati
1984 dalam Subiyakto 2006:37, bahwa seni ini memiliki fungsi perwujudan ungkapan rasa keindahan.
5.4.3.9 Sarana Ritual