kekocakan yang tidak menghilangkan pesan moral kepada pengantin dan masyarakat Banjar. Contoh syair madihin di Langkat dalam konteks upacara perkawinan ini adalah
sebagai berikut. Baiklah kisahnya kita tarus akan haja
tapi sang pengantin urang Banjar tumat di negri sampai ka sini sini
tutumat bahari sampai ke waya hilik pangantin urang Banjar mudah bangat ditandai
esok hari bamula demi lima ulas saji Ujar ulama tutum manyalahi
ujar nang katurunan kenapang manghaharungi pandapat ulun palingan maharani
maharani .....................
Demikian sekilas uraian tentang penggunaan syair madihin pada upacara perkawinan adat Banjar, khususnya di Kabupaten Langkat. Syair yang dinyanyikan pada
upacara perkawinan adat Banjar ini disajikan secara khusus sehingga syair ini berbeda liriknya dengan syair yang dinyanyikan pada upacara yang lain. Akan tetapi, struktur
notasi dari melodi syair tersebut memperlihatkan persamaan dari satu bait ke bait yang lain.
5.4.2.2 Upacara Pesta Khitan
Acara berkhitan sunat Rasul atau sirkumsisi merupakan salah satu aktivitas dalam peradaban Islam. Berdasarkan hukum Islam, berkhitan adalah wajib ‘ain —wajib
dilakukan oleh setiap individu muslim, sesuai ajaran Nabi Muhammad. Usia untuk berkhitan tidak ada ketentuannya, tetapi biasanya untuk anak perempuan dilakukan
setelah berusia lebih setahun, anak lelaki lebih dari tujuh tahun menjelang akil baligh usia remaja.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya pada saat anak dikhitan, disertai acara yang berhubungan dengan adat- istiadat, yaitu kenduri sebagai rasa syukur dan mohon keselamatan kepada Allah. Dalam
budaya Banjar, acara khitan ini dilaksanakan menurut hari baik dan bulan baik, biasanya Sya’ban, Syawal, Zulhijjah atau Zulkaidah. Sesuai dengan penanggalan Islam,
berdasarkan pada siklus tahun qamariah siklus bulan mengedari bumi, dimulai dari tahun pertama Nabi Muhammad dan pengikutnya hijrah migrasi sementara dari
Mekkah ke Medinah. Acara khitan untuk anak lelaki biasanya dilangsungkan dengan meriah. Sehari
sebelum anak dikhitan, ia diarak keliling kampung, didandani seperti layaknya seorang pengantin, dan ditepungtawari aktivitas memercikkan air rinjisan ke tubuh yang dituju
agar selamat. Anak ini ditandu di atas balai-balai tandu yang dihias atau kursi yang dihias. Pada saat perarakan prosesi biasanya dipersembahkan seni silat dan hadrah
yang secara konseptual dianggap sebagai pembuka jalan iring-iringan tersebut. Pada hari yang ditentukan, anak tersebut dikhitan. Setelah selesai dikhitan
ditidurkan di sebuah ranjang. Beberapa saat kemudian, didudukkan di pelaminan. Di depan pelaminan disediakan nasi balai berisi ketan kuning yang telah dimasak, ayam
panggang dan telur rebus, yang ditempatkan pada kotak-kotak bertingkat. Pada saat anak didudukkan di pelaminan inilah biasanya dipersembahkan berbagai kesenian Islam
dan Banjar seperti hadrah, silat, nasyid, dan syair madihin.
5.4.2.3 Upacara Penabalan Nama Anak
Sesuai dengan ajaran Islam, seorang anak yang dilahirkan wajib bagi orang tua yang mampu untuk mengakikahkan dan menabalkan nama. Akikah ini adalah merupakan
Universitas Sumatera Utara
sedekah kepada sesama umat Islam, dengan cara memotong kambing. Untuk anak lelaki dikurbankan dua ekor kambing dan untuk anak perempuan dikurbankan seekor kambing.
Kambing yang dikurbankan juga dipilih yang berkualiti baik dan memenuhi syarat. Adapun harganya pada saat penyelidikan ini dilakukan berkisar antara tujuh ratus ribu
sampai dua juta rupiah per ekornya. Selepas dipotong daging kambing dimasak dan kemudian dilakukan kenduri mengundang masyarakat sekitar untuk menikmatinya.
Dalam budaya Banjar upacara mengakikahkan anak ini sekaligus juga disertai dengan upacara pemberian nama atau menabalkan nama dan kadang juga diiringi upacara
turun tanah. Upacara menabalkan nama adalah memberikan nama yang baik kepada anak, sedangkan upacara turun tanah adalah menjejakkan anak ke tanah sebagai awal dari
ia hidup dunia ini, yang nantinya akan mandiri dengan takdirnya menjadi manusia dengan pekerjaan tertentu di dunia ini.
Adapun dalam ajaran Islam dan Banjar anak mestilah diberi nama mengikut nama-nama yang baik. Karena bagaimanapun nama yang baik akan menimbulkan
motivasi yang kuat untuk pemilik nama agar menjadi manusia yang baik. Dalam budaya Banjar, nama-nama itu biasanya mengikut tradisi Islam. Sementara itu, upacara turun
tanah adalah suatu simbol bahwa anak itu kelak harus mandiri dengan bekerja sesuai di bidangnya. Adapun perlengkapan yang digunakan adalah kelapa, uang logam, gula-gula
dan tumpukan tanah. Prosesnya adalah pertama dibacakan doa oleh alim ulama, kemudian anak
kakinya dipijakkan ke tanah, diajari melangkah. Lantas setelah itu uang syiling dan gula- gula diperebutkan kepada anak-anak lain yang hadir untuk mengekspresikan
kegembiraan dan rasa syukur kepada Allah. Pada saat menabalkan nama anak ini selalu
Universitas Sumatera Utara
pula dipergunakan tari dan musik Banjar, seperti pertunjukan syair madihin, serta marhaban dan barzanji.
5.4.2.4 Upacara Melepas dan Menyambut Haji