Bila ada petani yang tidak merasa puas dengan harga yang ditawarkan oleh agen, biasanya mereka menjual langsung hasil pertaniannya ke Tigabinanga.
Perbedaan harganya memang tidak terlalu jauh namun para petani tetap merasa rugi, apalagi bila petani memiliki hasil pertanian yang banyak. Para agen atau
petani yang menjual barang mereka ke Tigabinanga biasanya menjual barang mereka pada hari Selasa karena pada hari tersebut merupakan hari pajak di daerah
tersebut. Hasil tanaman petani seperti sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh
masyarakat desa itu sendiri dijual di pajak sore tiga karaben. Pajak sore ini ada setiap sore dan bertempat di “losd silima merga” kecuali hari Jumat. Hari Jumat
pajak sore akan berpindah ke “losd tiga” yang letaknya lebih jauh dari losd silima merga. Losd tiga memang sedikit lebih besar dari losd silima merga. Biasanya
pajak sore yang hari Jumat akan lebih meriah dibandingkan dengan pajak sore pada hari lainnya, karena para petani dari desa lain banyak berdatangan untuk
menjual hasil pertanian mereka sekaligus untuk berbelanja keperluan sehari-hari mereka juga.
3.2. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Tanah, Bibit, Musim, Pasar, serta Hama dan Penyakit
3.2.1. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Tanah
Bagi masyarakat Karo secara umum tanah merupakan salah satu wujud dari kekayaan yang dimiliki. Tanah yang dimiliki biasanya didapatkan dari
warisan dan hal tersebut telah mendarah daging dan telah berlaku secara turun- temurun. Tanah yang dimiliki seseorang mencerminkan identitasnya pada orang
Universitas Sumatera Utara
lain. Bagi masyarakat Karo tanah sangat dianggap berharga karena hanya tanah yang dapat dan lebih sering terwariskan, karena tidak semua keluarga yang
memiliki kekayaan seperti emas, atau benda lain yang dapat diwariskan kepada anak-anaknya.
Selain nilai tanah seperti yang telah dijelaskan diatas, dengan bermata pencaharian bertani pengalaman-pengalaman bertani pun dimiliki oleh petani di
Desa Munte. Pengetahuan-pengetahuan atau pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh petani didapatkan secara turun-temurun dan juga dari orang-orang
yang terlebih dahulu telah berhasil. Petani mengharapkan hasil yang baik dari setiap tanaman yang mereka tanam, meskipun hal tersebut tidak selalu tercapai.
Permukaan tanah yang ada di Desa Munte berbentuk seperti kuali yang artinya tanah yang digunakan masyarakat untuk bertani berbukit-bukit sedangkan
tanah yang digunakan sebagai pemukiman berdataran rendah. Masyarakat mengakui tanahnya yang subur sehingga cocok untuk pertanian.
Tanah yang subur menurut para petani adalah tanah yang memiliki warna hitam kecokelatan dan juga gembur. Tanah hitam kecokelatan dan juga berpasir
juga dianggap baik. Tanah yang seperti ini sangat cocok untuk tanaman Padi dan juga untuk tanaman palawija. Selain itu tanah yang juga dianggap baik adalah
tanah yang berminyak. Tanah yang demikian adalah tanah yang agak lembab dan pada tanah yang seperti ini rumput mudah dicabut karena tanahnya yang gembur.
Berbeda dengan tanah lain yang dianggap subur oleh petani tanah “merebben” hanya dapat menghasilkan dalam bebrapa waktu tertentu saja karena tingkat
kesuburan dan warnanya akan berubah. Bila sudah demikian maka tanah terrsebut akan ditinggalkan dalam jangka waktu tertentu. Awalnya tanah ini subur,
Universitas Sumatera Utara
berwarna hitam, tetapi lama-kelamaan akan berubah berwarna kecokelatan dan hanya cocok ditanami Jagung.
Tanah yang kering adalah tanah yang kurang baik bagi petani di Desa Munte. Tanah seperti ini biasanya dibiarkan saja atau ditanami dengan tanaman
Jagung atau Cokelat. Selain itu tanah liat juga dianggap tidak baik karena tidak akan menghasilkan apa-apa. Di tanah liat tersebut akan tumbuh ilalang yang
sangat mengganggu pertumbuhan tanaman yang ditanam oleh petani atau di tanah liat tersebut akan dibangun gubuk untuk tempat berlindung bagi petani atau sering
disebut dengan istilah “sapo”. Bila petani sudah merasa kalau tanah yang dimiliki sudah tidak baik lagi
maka petani membiarkan tanahnya begitu saja, tidak ditanami apa-apa. Bila tetap ditanami tidak akan memberikan hasil yang maksimal bagi petani, karena unsur
hara dalam tanah sudah berkurang. Berkurangnya unsur hara yang ada dalam tanah diakibatkan oleh pemakaian pupuk dan obat-obatan kimia dalam jumlah
yang besar dan dalam jangka waktu yang lama juga. Tanah tersebut akan dibiarkan ditumbuhi semak belukar selama 1 sampai 3 tahun. Tujuan dari
tindakan ini adalah untuk menyuburkan kembali tanah tersebut. Setelah itu baru petani akan menanami kembali tanahnya. Hasilnya tanaman yang mereka tanam
dapat tumbuh dengan subur.
3.2.2. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Bibit
Untuk mendapatkan tanaman yang baik dan subur maka masalah yang sangat penting untuk diperhatikan adalah bibitnya. Bibit yang akan digunakan
hendaknya sudah terpilih kualitasnya karena bibit sangat menentukan
Universitas Sumatera Utara
perkembangan, pertumbuhan serta hasil tanaman. Penggunaan bibit yang baik diyakini menjadi kunci utama dalam keberhasilan tanaman yang ditanam oleh
petani. Dalam penggunaan bibit petani dapat membeli atau membuat bibit yang
digunakan sendiri. Tetapi petani mengakui lebih baik membuat sendiri bibit yang digunakan karena akan memberikan hasil yang lebih baik. Petani memilih
tanaman yang berkualitas baik untuk dijadikan sebagai bibit. Bibit ditentukan menurut ukuran, warna, bentuk dan juga umur tanaman yang dijadikan bibit.
Selain itu petani harus memastikan bahwa bibit yang dipilih tersebut bebas dari penyakit dan juga hama. Tidak jarang bila petani ingin mendapatkan bibit yang
baik, mereka membelinya dari petani lain yang tanamannya dianggap lebih baik. Setelah pemilihan bibit, maka bibit tersebut disemai terlebih dahulu hingga
beberapa waktu. Waktu penyemaian disesuaikan dengan bibit yang ditanam. Setelah disemai kemudian bibit-bibit tersebut masih dipilih yang baik lagi, karena
tidak semua bibit-bibit tersebut tumbuh dengan baik. Biasanya bibit yang siap tanam berumur berkisar antara 30 sampai 40 hari.
Sebelum bibit dipindahkan dari tempat penyemaian terlebih dahulu disiapkan lahan untuk menanamnya. Setelah cukup umur bibit dipindahkan ke
tempat yang sudah ditentukan. Bila tanaman tersebut sudah berumur 3 minggu, tiba waktunya untuk pemberian pupuk. Sebelum pemberian pupuk dilakukan
baiknya dilakukan penyiangan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghindari rumput yang dapat memakan pupuk yang hendak diberi ke tanaman.
Pupuk diberi tidak terlalu dekat dengan tanaman, alasannya karena pupuk dapat membuat batang tanaman menjadi panas hingga tanaman tersebut dapat mati.
Universitas Sumatera Utara
Selain pemberian pupuk tanaman palawija juga membutuhkan beberapa kali penyemprotan. Tujuannya adalah untuk menghindari atau mengusir penyakit
atau hama yang menyerang tanaman tersebut. Penyemprotan yang dilakukan petani menggunakan pestisida. Biasanya petani akan menyemprot tanaman
mereka 2 sampai 3 kali dalam seminggu. Sebaiknya jangan menggunakan pestisida yang terlalu banyak karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman. Selain itu penggunaan pestisida juga dapat menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsi tanaman yang menggunakan pestisida. Dampak negatif lain
yang ditimbulkan oleh pemakaian pestisida adalah menimbulkan penyakit atau hama lain yang mengganggu tanaman. Hal ini disebabkan oleh pemakaian
pestisida yang berlebihan. Oleh karena itu hendaknya para petani berhati-hati dalam menggunakan pestisida yang digunakan.
3.2.3. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Musim
Secara umum pengetahuan petani tentang musim sama dengan pengetahuan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Musim dikenal ada dua,
yaitu musim hujan dan musim kemarau. Begitu juga dengan para petani di Desa Munte. Musim hujan disebut dengan “wari perudan” dan musim kemarau disebut
dengan “wari perlego”. Menurut pandangan dan berdasarkan pengalaman petani di Desa Munte musim hujan berlaku mulai dari bulan September sampai dengan
bulan Maret tahun berikutnya dan musim kemarau berlaku mulai dari bulan April sampai dengan bulan Agustus. Akan tetapi kini musim hujan dan musim kemarau
tidak dapat lagi diprediksikan masa berlangsungnya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghindari kerugian para petani di Desa Munte kini mulai menanam tanaman yang dianggap sesuai dengan musim yang sedang berlangsung.
Bila musim hujan tiba maka para petani akan menanam tanaman yang membutuhkan debet air yang banyak, seperti tanaman sayur-sayuran dan begitu
juga dengan sebaliknya. Apabila musim kemarau berlangsung terlalu lama masyarakat di Desa
Munte yang penduduknya mayoritas petani pernah melakukan ritual memanggil hari hujan yang disebut dengan “ndilo wari udan” atau sering juga disebut
dengan istilah “dogal-dogal”. Pada tahun 2008 lalu masyarakat Desa Munte pernah melakukan ritual tersebut. Ketika itu musim kemarau sudah berlangsung
selama 7 bulan. Hasil tanaman petani pun banyak yang tidak berhasil. Sungai irigasi yang ada di desa tersebut pun perlahan-lahan debet airnya mulai berkurang,
hingga menimbulkan kekeringan pada lahan pertanian petani. Padahal sungai tersebut menjadi salah satu harapan petani. Hingga suatu hari timbul kesepakatan
masyarakat untuk melaksanakan ritual “ndilo wari udan”. Kesepakatan ini muncul setelah diadakan musyawarah terlebih dahulu.
Pada upacara ini dipilih sepasang mudamudi untuk mengenakan pakaian adat lengkap. Sepasang mudamudi ini akan memimpin masyarakat desa untuk
mengelilingi desa. Selain itu ditunjuk juga beberapa orang yang mengenakan topeng yang sama seperti boneka, sehingga terlihat sama seperti orang-orangan di
sawah. Orang yang mengenakan topeng tersebutlah yang disebut dengan “dogal- dogal”. Dogal-dogal ini akan bergoyang dan menari mengelilingi desa dan diikut i
juga oleh masyarakat. Sambil berjalan mengelilingi desa masyarakat juga akan saling siram-siraman sampai basah kuyup, bahkan orang-orang yang melintasi
Universitas Sumatera Utara
Desa Munte pada waktu itu juga ikut disirami masyarakat. Mereka tidak perduli dengan tujuan mereka, yang mereka tahu hanya menyirami setiap orang yang
melintasi desa. Air yang digunakan untuk menyirami setiap orang diambil dari rumah
sendiri dan ada juga masyarakat yang mengambil air yang berasal dari parit dan disiramkan juga pada orang yang lewat. Yang harus disiram oleh setiap orang
awalnya adalah “rebuna”, yang artinya “ simehangkena”. Setelah itu kemudian dapat menyirami siapa saja.
Upacara ndilo wari udan ini diadakan selama 4 hari. Setiap hari masyarakat hanya bersiram-siraman mengelilingi desa sambil menari dan pantang
pergi ke lading atau “kujuma”. Selama itu pula setiap orang yang melintasi desa ini akan kena siraman masyarakat. Upacara ini dapat juga dilakukan oleh anak-
anak dan artinya semua masyarakat Desa Munte ikut dalam pelaksanaan ritual tersebut. Selama berlangsungnya acara ritual “ndilo wari udan“ masyarakat
kelihatan sangat gembira. Mereka bahkan rela menggunakan kendaraan sendiri sambil membawa air dan menyiram setiap orang yang dilihat tapi hanya orang
yang berada dalam kawasan Desa Munte saja. Hasil dari ritual yang dilakukan masyarakat Desa Munte tersebut
kemudian membuahkan hasil. Selang beberapa hari hujan mulai turun dan tentunya masyarakat Desa Munte menyambutnya dengan gembira karena usaha
mereka tidak sia-sia. Setelah itu mereka dapat menanam tanaman yang mereka inginkan dan sampai sekarang masyarakat Desa Munte belum pernah lagi
melaksanakan upacara yang sama.
Universitas Sumatera Utara
3.2.4. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Pasar
Tanaman yang akan ditanam oleh petani di Desa Munte tidak ditentukan dengan sembarangan. Biasanya mereka menentukannya dengan musim yang
sedang berlangsung dan juga dengan permintaan pasar. Tanaman yang disesuaikan dengan harga pasar biasanya adalah tanaman sayur-sayuran, seperti
Buncis dan juga Cabai. Mereka akan memulai menanam ketika harga pasar sedang turun. Harga
yang rendah sudah berlangsung beberapa waktu ketika petani mulai melakukan masa penanaman. Dengan demikian mereka yakin ketika masa panen tiba maka
harga sudah mulai tinggi lagi. Hal ini sering dilakukan oleh petani di Desa Munte, bahkan hal tersebut masih berlaku hingga sekarang. Namun tidak jarang juga
dugaan mereka ini tidak tepat. Terkadang mereka juga mengalami kerugian dari hasil panen yang didapatkan. Harga tanaman yang mereka tanam tetap saja
rendah, inilah resiko yang harus mereka terima. Bila sudah demikian mereka bahkan rela membiarkan tanaman mereka begitu saja. Tidak diurus hingga
menyebabkan tanaman tersebut lebih cepat mati. Kemudian petani akan menggantinya dengan tanaman yang lain tetapi setelah tanaman sebelumnya mati.
Hasil pertanian di Desa Munte ada bermacam-macam yang antara lain adalah tanaman palawija, Jeruk, Cokelat dan lainnya. Cara pemasaran hasil
pertanian tersebut pun ada beberapa macam. Umumnya hasil pertanian seperti sayur-sayuran dijual langsung di desa itu sendiri, tapi bila hasil sayur-sayuran
tersebut dalam jumlah yang besar petani menjualnya ke Kabanjahe. Lain halnya dengan tanaman Jeruk. Tanaman Jeruk biasanya dijual pada agen dan agen ini
akan menjualnya ke luar daerah dan bahkan sampai ke antar propinsi. Bukan
Universitas Sumatera Utara
Jeruk saja yang dijual sampai ke antar propinsi , tanaman lainnya pun ada dijual sampai ke antar propinsi, seperti sayuran. Akan tetapi tidak semua jenis sayuran
yang bisa dikirim sampai ke antar propinsi. Sayuran yang di jual sampai ke antar propinsi adalah sayuran seperti Labu Kuning atau disebut “Jambe” dalam bahasa
lokalnya, juga Terong. Penjualan sampai ke antar propinsi ini tentunya juga melalui agen. Agen-agen tersebut ada yang berasal dari Desa Munte sendiri dan
ada juga yang berasal dari luar dareah ini.
3.2.5. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Hama dan Penyakit
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dan yang kini menjadi salah satu hal utama yang harus dihadapi oleh para petani adalah masalah hama dan penyakit
yang menyerang tanaman mereka. Hama dan penyakit yang muncul tidak sama pada setiap tanaman, tetapi ada juga penyakit atau hama yang sama menyerang
tanaman yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh musim yang sedang berlangsung.
3.2.5.1. Hama
a. Hama Tikus Bicara mengenai hama tanaman, ada satu hama yang cukup unik
kehadirannya di tengah-tengah masyarakat Desa Munte. Hama tersebut adalah hama tikus. Hama tikus biasanya menyerang tanaman Padi dan juga tanaman
Jagung. Namun tanaman yang paling banyak dirugikan adalah tanaman Padi. Banyak petani yang harus mengalami kerugian bila hama tikus ini telah
menyerang, bahkan ada juga petani yang tidak panen Padi sama sekali karena tanaman Padi yang dimilikinya habis diserang tikus. Hama tikus ini biasanya
menyerang batang dan juga buah Padi.
Universitas Sumatera Utara
Banyak usaha yang telah diusahakan oleh petani untuk mengusir hama ini dari tanaman mereka, tetapi usaha yang mereka lakukan belum maksimal, masih
ada saja hama tikus yang menyerang tanaman Padi mereka. Usaha sekeras apapun sampai sekarang yang dilakukan oleh petani belum menampakkan hasil yang
maksimal. Usaha-usaha yang dilakukan oleh petani untuk mengusir hama tikus dari tanaman mereka antara lain adalah dengan menjebak tikus menggunakan
perangkap, kegiatan ini sering disebut dengan “niding”. Perangkap atau “siding” yang digunakan disebut dengan “rakgum”. Biasanya alat ini dibuat sendiri oleh
petani dan dapat juga dibeli. Perangkap tersebut dipasang di tengah-tengah Padi atau di tempat kemungkinan hama tikus akan menyerang. Usaha ini belum dapat
memberikan hasil yang maksimal. Usaha lainnya adalah dengan mengitari tanaman Padi dengan plastik
secara keseluruhan, kegiatan ini disebut dengan “mbide”. Usaha ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Tak jarang pula petani menyewa plastik
yang akan digunakan karena tidak memiliki biaya yang cukup. Seluruh Padi ditutup dengan plastik yang penahan atau tiangnya dibuat dari bambu. Usaha ini
mencegah hama tikus memasuki tanaman Padi petani tapi plastik tersebut masih dapat dijebol tikus sehingga plastik berlobang.
Usaha yang lebih sering dilakukan oleh para petani dalam memberantas hama tikus ini adalah dengan berburu, kegiatan ini disebut dengan “erburu”.
Usaha ini memanfaatkan kebolehan anjing dalam berburu karena anjing dapat mencium keberadaan tikus, dan untuk menangkapnya petani menggunakan alat
yang diberi nama “tutak”. Tutak ini terbuat dari bambu yang dibelah dan sudah berukuran kecil dan ujungnya pun sudah diruncingkan. Menurut petani, usaha
Universitas Sumatera Utara
inilah yang sampai sekarang memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan usaha-usaha lainnya. Biasanya kegiatan berburu ini dilakukan petani pada
malam hari, alhasil petani dapat mengumpulkan tikus sampai puluhan ekor per malam.
Usaha lainnya yang juga dilakukan oleh petani adalah dengan menebar racun pada tanaman Padi mereka. Namun usaha ini masih jarang dilakukan petani
karena dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif tersebut antara lain adalah tanaman Padi petani pun dapat ikut terkena racun.
Petani sudah meminta bantuan ke Pemda setempat untuk mengatasi hama ini, namun sampai sekarang permohonan tersebut belum terkabulkan. Para petani
sangat berharap agar Pemda setempat dapat segera membantu mereka dengan memberikan solusi yang tepat untuk menghindarkan hama tikus ini dari tanaman
mereka. Hal unik seperti yang disinggung sebelumnya adalah masyarakat Desa
Munte mengkonsumsi tikus. Tikus yang dikonsumsi diperoleh dari hasil buruan sendiri atau bahkan masyarakat rela membeli tikus untuk dikonsumsi. Hal ini
merupakan satu hal positif dari keberadaan tikus di desa ini. Di bawah ini merupakan ungkapan dari salah satu masyarakat yang mengkonsumsi tikus:
“ adina ku akap menci e tabehen asangken daging manok, apai ka adi sikap ban nggulesa e lanai lit
tandingenna”. Artinya menurut saya tikus ini lebih enak dibandingkan dengan daging ayam, apalagi kalau
memasaknya dibuat dengan benar maka tidak akan ada lagi tandingannya.
Masyarakat yang berburu tikus menjual hasil buruan mereka pada masyarakat lainnya. Mereka akan memperoleh Rp. 5.000,- per satu bungkus tikus.
Satu bungkus tikus terdiri dari 3 ekor tikus yang ukurannya tidak terlalu besar.
Universitas Sumatera Utara
Mereka biasanya menjualnya ke pajak sore tiga karaben atau hanya pada tetangga mereka.
Sebelum dijual tikus-tikus tersebut “itutung” terlebih dahulu agar bulu- bulunya hangus. Setelah itu bagian dalamnya atau “tukana” dibuang kecuali
hatinya, karena menurut masyarakat bagian yang paling enak dari tikus ini adalah hatinya. Setelah “itukai” maka tikus-tikus tersebut dibungkus dan dijual.
Akan tetapi tidak semua masyarakat Desa Munte yang mengkonsumsi tikus ini. Masyarakat yang tidak mengkonsumsinya adalah penganut agama Islam.
Menurut mereka tikus ini tidak halal dan tidak layak untuk dikonsumsi. Mereka juga beranggapan bahwa tikus ini jorok.
b. Hama Siput atau Keong Hama siput atau keong ini akan banyak menyerang tanaman ketika
berlangsungnya musim hujan karena pada musim ini juga hama tersebut berkembang biak dengan cepat. Pada musim hujan ini hampir keseluruhan
tanaman masyarakat akan diserang oleh hama ini. Hama ini biasanya akan menyerang daun dan juga batang tanaman, dan sebagian kecil menyerang buah
juga. Hama ini akan membuat tanaman menjadi tidak tumbuh dengan subur dan juga membuat daun menjadi kuning.
Keong mas umumnya menyerang tanaman Padi. Padi yang baru ditanamlah yang sering menjadi korban dari keong mas ini. Keong mas akan
memakan habis batang Padi yang baru ditanam, apalagi ketika musim hujan sedang berlangsung keong mas ini semakin banyak berkembang biak dan
meresahkan petani.
Universitas Sumatera Utara
Usaha untuk mencegah Keong ini petani biasanya menyemprot tanaman mereka dengan menggunakan pestisida. Pestisida yang digunakan seperti Sepitok,
pestisida ini dapat dibeli di toko pupuk yang ada di desa ini sendiri. c. Hama Ulat
Hama ulat biasanya akan menyerang daun pada tanaman dan hama ini paling banyak menyerang tanaman seperti sayur-sayuran. Daun tanaman
berlubang-lubang karena dimakan oleh hama ulat ini. Hal tersebut menyebabkan kerugian bagi petani, khususnya bagi petani yang menanam sayuran seperti Sayur
Pahit. Harga jual sayur ini akan turun bila pembeli melihat ada daun yang berlubang diakibatkan oleh ulat. Selain menyerang daun tanaman hama ulat ini
juga sebagian kecil menyerang batang tanaman juga yang membuat tanaman menjadi kering hingga akhirnya mati. Biasanya pengendalian hama ini dilakukan
dengan menyemprotkan bahan pestisida sejenis racun sesuai dengan dosis yang terter dalam kemasan, namun apabila hama sudah terlalu banyak dosis yang
digunakan akan lebih dari dosis yang ditetapkan. Akan tetapi pemakaian pestisida yang berlebihan dapat juga mengakibatkan munculnya hama atau penyakit yang
baru pada tanaman.
3.2.5.2. Penyakit
a. Penyakit Yang Menyerang Batang Penyakit yang menyerang batang tanaman membuat tanaman tidak
tumbuh dengan baik, bahkan dapat juga membuat tanaman menjadi mati. Bila penyakit ini sudah menyerang maka batang tanaman akan menjadi kering dan
kemudian mati. Penyakit ini akan menghambat pertumbuhan tanaman. Bila
Universitas Sumatera Utara
penyakit sudah menyerang maka batang tanaman menjadi kering. Akibatnya, daun serta buah pun ikut menjadi kering pula hingga kemudian mati.
b. Penyakit Yang Menyerang Daun Penyakit yang menyerang daun tanaman biasanya akan membuat daun
menjadi kuning dan kering. Contohnya pada tanaman Cabai, daunnya menjadi keriting dan juga “meseng”. Bila sudah demikian tanaman tidak dapat lagi
tumbuh dengan baik lagi dan juga tidak bisa menghasilkan buah yang maksimal. Daun Cabai yang menjadi keriting dan juga “meseng” ini dapat juga diakibatkan
karena musim kemarau yang berkepanjangan. c. Penyakit Yang Menyerang Buah
Penyakit yang menyerang buah misalnya pada tanaman Padi. Bila penyakit sudah menyerang buahnya sering buah Padi tidak berisi atau kosong.
Padi yang tidak berisi ini disebut dengan “lapong”. Contoh lainnya adalah tanaman sayuran seperti Terong. Bila penyakit menyerang buahnya maka sering
buahnya berulat atau disebut dengan “nipe-nipen”. Hal ini disebabkan karena penyemprotan pestisida pencegah penyakit yang kurang teratur.
3.3. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pupuk dan Pestisida 3.3.1. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pupuk
Umumnya petani di Desa Munte menggunakan pupuk anorganik atau pupuk ilmiah untuk tanaman mereka. Pupuk tersebut antara lain adalah seperti
Urea PUSRI, Paten Kali KCL, Garam ZA, Amapos SS, dan NPK. Pupuk- pupuk tersebut dapat mereka beli di toko pupuk yang ada di desa ini, namun
terkadang mereka membeli pupuk ke Kabanjahe karena mereka beranggapan
Universitas Sumatera Utara
harganya akan jauh lebih murah. Akan tetapi sekarang ini ada subsidi pupuk dari pemerintah. Masyarakat dituntut untuk membentuk kelompok masing-masing,
biasanya masyarakat membagi kelompoknya menurut letak lahan pertanian yang merekamasing-masing. Tapi hal ini menjadi masalah baru bagi petani di desa ini.
Berikut adalah keluhan bapak Matius Tarigan ketika di wawancarai: “ kenca pedarat pemerintah subsidi pupuk sange maka
go reh serana akap kami ndatken pupuk nda pe, emaka kuakap la pedah min ndai i subsidi pemerintah pupuk e
sebab subsidikenna pe tetap ka nge galang si man galaren kami me seri nari nge bagi nukur kami bas toko
pupuk nari”. Artinya setelah keluar keputusan pemerintah untuk
mensubsidikan pupuk membuat kami semakin sulit untuk memperoleh pupuk, menurut saya pemerintah
tidak perlu mensubsidikan pupuk karena disubsidikan pun kami akan tetap membayar mahal hal ini tentu saja
sama dengan kami membeli pupuk dari toko pupuk.
Selain biaya administrasi yang mahal petani pun sering menunggu lama untuk memperoleh pupuk yang mereka butuhkan. Terkadang mereka juga
diharuskan untuk memesan terlebih dahulu pupuk yang mereka butuhkan, tak jarang pula pembagian pupuk tersebut tidak merata. Petani yang sanggup membeli
lebih mahal yang selalu mendapat pupuk yang lebih banyak. Di samping menggunakan pupuk anorganik atau pupuk ilmiah petani juga
menggunakan pupuk organik. Pupuk organik merupakan pupuk buatan dan biasanya berasal dari kotoran hewan peliharaan mereka sendiri. Pupuk organik
tersebut antara lain kotoran kerbau atau lembu dan juga kotoran ayam. Bila memiliki lebih petani juga menjualnya pada petani yang lain. Petani menggunakan
pupuk ini biasanya pada tanaman Jeruk dan Cokelat. Pemberian pupuk pada tanaman sebaiknya jangan terlalu dekat dengan
batang tanaman karena akan membuat pertumbuhan tanaman menjadi kurang
Universitas Sumatera Utara
baik. Ada juga petani yang menggunakan kedua jenis pupuk, pupuk anorganik dan juga pupuk organik. Menurut mereka hal tersebut dapat memberikan hasil yang
lebih baik.
3.3.2. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pestisida
Petani di Desa Munte menggunakan pestisida untuk membasmi dan mencegah munculnya hama dan penyakit pada tanaman mereka. Jenis pestisida
yang sering mereka gunakan adalah racun. Pemakaian pestisida ini biasanya dilakukan dengan penyemprotan dan harus dilakukan secara teratur pula.
Akan tetapi pemakaian pestisida ini dapat menimbulkan dampak yang tidak baik. Dampak tersebut antara lain tanaman yang disemprot menggunakan
pestisida juga ikut terkena racun sehingga sering pula tanaman ikut menjadi mati. Dampak lainnya adalah dengan pemakaian pestisida yang berlebihan dapat
mengakibatkan munculnya hama dan penyakit yang baru. Pestisida jenis racun ini juga digunakan petani untuk membasmi rumput
yang mengganggu tanaman mereka. Akan tetapi penyemprotannya jangan terlalu dekat dengan tanaman. Pestisida yang digunakan untuk membasmi rumput adalah
Gramaxson. Pestisida ini diakui petani sangat keras sehingga petani harus berhati- hati dalam menggunakannya.
3.4. Masa Panen dan Tenaga Kerja 3.4.1. Masa Panen