Perubahan Pola Tanam Sesudah Tahun1997 Hingga Sekarang

kerbau atau lembu. Untuk dapat memperoleh pupuk ini petani pun membelinya karena meskipun memiliki hewan peliharaan kerbau, kotoran yang dihasilkannya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman Jeruk petani. Petani membeli pupuk ini dengan harga yang cukup mahal juga. Selain membutuhkan pupuk yang teratur, tanaman Jeruk ini pun membutuhkan penyemprotan yang teratur. Penyemprotan yang dilakukan biasanya menggunakan pestisida jenis racun yang berguna untuk mengusir hama yang mengganggu tanaman ini. Jenis hama yang sering mengganggu tanaman Jeruk ini disebut dengan hama kutu merah yang hingga kini petani belum menemukan solusi untuk mengusir hama ini. Hama ini membuat buah Jeruk menjadi busuk dan juga sering menguning sebelum waktunya. Menguning artinya buah Jeruk tersebut belum matang tetapi menguning dengan sendirinya hingga buah tersebut jatuh dari batangnya sendiri. Hama ini sering juga menimbulkan kerugian bagi petani. Petani yang menanam Jeruk di Desa Munte tidak terlalu banyak karena tidak semua tanah di desa ini yang cocok ditanami Jeruk. Rasa Jeruk yang berasal dari desa ini juga tidak terlalu manis, karena ada faktor pengaruh tanah juga. Petani menjual hasil panen Jeruk mereka biasanya pada agen dan agen tersebut bukan berasal dari Desa Munte melainkan dari luar daerah ini. Hal ini dikarenakan tidak ada agen Jeruk yang berasal dari desa ini.

4.2. Perubahan Pola Tanam Sesudah Tahun1997 Hingga Sekarang

Perubahan pola tanam di Desa Munte dipicu oleh berbagai masalah yang dihadapi oleh petani. Mereka telah mengusahakan berbagai cara untuk mengatasi Universitas Sumatera Utara masalah yang mereka hadapai, tetapi kebanyakan solusi yang mereka temukan belum memberikan hasil yang maksimal. Kemudian mereka mengambil sebuah keputusan untuk mencoba merubah pola tanam mereka dan hal ini telah berlaku hingga sekarang.

4.2.1. Cokelat

Tanaman Cokelat masuk ke Desa Munte sekitar tahun 1999 dan diperkenalkan oleh PPL petugas penyuluh lapangan. Mereka mengajak masyarakat desa ini untuk mencoba menanam tanaman yang mereka bawa. Mereke memberi bibit secara cuma-cuma untuk masyarakat, tetapi tidak semua masyarakat yang merasa tertarik untuk menanam tanaman ini. Selain memberi bibit yang gratis mereka juga menerangkan cara merawat tanaman ini. Akhirnya hanya beberapa orang saja yang mau untuk mencoba tanaman ini. Selang beberapa tahun kemudian petani yang mencoba menanam Cokelat tersebut telah mendapatkan hasil dan hasil yang mereka peroleh pun cukup memuaskan. Oleh karena itu petani yang lain pun kemudian ikut untuk menanam Cokelat, dan kini hampir semua petani di desa ini memiliki tanaman Cokelat meskipun hanya beberapa batang saja. Tanaman ini kini menjadi salah satu solusi dari masalah yang dihadapi petani. Tanaman ini tidak memerlukan perhatian yang lebih seperti halnya tanaman padi. Memang tanaman ini tergolong tanaman tua tetapi dapat memberikan hasil yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman Padi. tanaman Cokelat ini perawatannya cukup mudah, tidak perlu terlalu sering untuk disiangi dan pemberian pupuknya dapat diiberi hanya sekali saja dalam setahun. Universitas Sumatera Utara Gambar 4. Tanaman Cokelat yang belum berbuah Tanaman Cokelat dapat dipanen sekali dalam seminggu atau ketika pada masa “pemberasenna” Cokelat ini dapat dipanen dua sampai tiga kali seminggu. Sebelum dijual Cokelat terlebih dahulu dikeringkan sehingga timbangannya menjadi lebih kering. Meskipun demikian hingga sekarang harga jualnya masih tetap tinggi, yakni berkisar Rp. 20.000,- sampai Rp. 25.000,- per kilonya. Ini tentunya lebih menguntungkan bagi petani bila dibandingkan dengan tetap mempertahankan tanaman Padi. Petani pun tidak perlu merasa khawatir kepada siapa akan menjual hasil panen Cokelat mereka, karena di desa ini terdapat agennya. Biasanya mereka membeli Cokelat sama seperti harga pasar yang sedang berlaku. Universitas Sumatera Utara

4.2.2. Tanaman Palawija

Sebelum merubah pola tanamnya, petani di Desa Munte juga telah menanam tanaman palawija. Setelah perubahan pola tanam terjadi pun petani masih juga menanam tanaman palawija tetapi dalam jenis yang lebih banyak. Petani kemudian mencoba untuk menanam Terong, baik Terong ungu Terong goreng maupun Terong taucu. Mereka tertarik untuk menanam tanaman jenis ini karena petani di Desa Nageri salah satu desa yang masih dalam cakupan Kecamatan Munte telah berhasil dalam mengusahakan tanaman ini. Menurut pengakuan petani tanaman jenis Terong ini cukup mudah untuk mengolahnya serta umurnya yang singkat sehingga petani lebih cepat untuk memanennya. Cara pemasarannya pun cukup mudah, selain dapat dijual secara eceran Terong ini pun dijual pada agen. Agen yang membeli Terong ini biasanya berasal dari luar Desa Munte tapi dapat dipercayai oleh petani. Umur tanaman ini sekitar 3 bulan. Petani hanya menunggu sebulan sampai tanaman ini menghasilkan buah. Setelah berbuah umumnya tanaman ini menghasilkan buah yang banyak asalkan cara perawatannya tepat. Seperti halnya tanaman lain, tanaman ini juga membutuhkan pupuk dan penyemprotan. Namun pupuk yang sering digunakan adalah pupuk kandang serta penyemprotan hanya akan dilakukan bila dibutuhkan saja. Namun pada dasarnya tanaman Terong ini hanya dibuat sebagai tanaman sampingan saja, karena hampir semua petani yang menanam tanaman ini hanya sebagian kecil saja. Universitas Sumatera Utara

4.2.3. Kayu Putih

Munculnya tanaman Kayu putih di Desa Munte juga diusulkan oleh Petugan Penyulauh Lapangan PPL sekitar tahun 1998. Tanaman ini diusulkan serentak dengan naiknya harga pupuk. Menurut petugas tersebut tanaman ini juga mudah cara perawatannya, oleh karena itu beberapa orang petani tertarik untuk mencobanya. Akan tetapi muncul masalah dalam petani menanam Kayu Putih ini, petani merasa kesulitan dalam memasarkannya. Tanaman Kayu Putih ini tergolong ke dalam jenis tanaman tua. Hal ini juga merupakan salah satu alasan petani untuk tidak mengikuti jejak petani yang menanam tanaman ini. Petani merasa terlalu lama menunggu hasil dari tanaman ini nantinya. Tanaman ini tergolong tanaman yang minoritas yang terdapat di Desa Munte. 4.3. Konsekuensi Perubahan Pola Tanam 4.3.1. Pendapatan Yang Tidak Menentu