Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa rerata tekanan darah sistol sebelum intervensi adalah 113,1 mmHg, sedangkan rerata tekanan darah sistol setelah
intervensi adalah 115,1 mmHg, dengan selisih antara sebelum dan sesudah intervensi adalah 2 mmHg. Rerata tekanan darah diastol sebelum intervensi adalah 74,2 mmHg,
sedangkan rerata tekanan darah diastol setelah intervensi adalah 75,4 mmHg, dengan selisih antara sebelum dan sesudah intervensi adalah 1,2 mmHg.
Hasil analisis dengan uji statistik t berpasangan terhadap tekanan darah sistol menunjukkan nilai probabilitas p adalah 0,019 p0,05, dan terhadap tekanan darah
diastol menunjukkan nilai probabilitas p adalah 0,035 p0,05. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah sistol maupun diastol sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi.
4.3.2 Pengaruh Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji
Terhadap Temperatur Tubuh
Intervensi yang dilakukan berupa pengaturan waktu istirahat selama 15 menit dan pemberian jus jambu biji sebanyak 250 ml pada pukul 10.00 dan 15.00 wib
terhadap 18 orang pekerja bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang yang menjadi responden menunjukkan bahwa responden mengalami peningkatan
temperatur tubuh setelah dilakukan intervensi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini :
Hikmah Ridha Siregar: Upaya Pengendalian Efek Fisiologis Akibat Heat Stress Pada Pekerja Industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara tahun 2008, 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.8 Distribusi Rata-rata Temperatur Tubuh Sebelum dan Sesudah Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji
Temperatur Tubuh Mean
SD SE
p n
Temperatur tubuh sebelum intervensi Temperatur tubuh setelah intervensi
36,1 36,3
0,2 0,3
0,06 0,07
0,001 0,001
18 18
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, diketahui bahwa rerata temperatur tubuh sebelum intervensi adalah 36,1
C, sedangkan rerata temperatur tubuh setelah intervensi adalah 36,3
C, dengan selisih antara sebelum dan sesudah intervensi adalah 0,2
C. Hasil analisis dengan uji statistik t berpasangan terhadap temperatur tubuh
sebelum dan sesudah intervensi, menunjukkan nilai probabilitas p adalah 0,001 p0,05. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara temperatur tubuh sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi.
Hikmah Ridha Siregar: Upaya Pengendalian Efek Fisiologis Akibat Heat Stress Pada Pekerja Industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara tahun 2008, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB 5 PEMBAHASAN
Kondisi fisik tempat kerja harus benar-benar sesuai dengan standar Nilai Ambang Batas NAB, karena bila melebihi NAB sangat berpengaruh terhadap
kesehatan pekerja. Heat stress didefinisikan sebagai akibat dari panas yang diproduksi oleh tubuh
dan sumber dari luar yang melampaui kemampuan tubuh untuk mendinginkannya sendiri. Pengaruh heat stress di lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan dan
memberikan keluhan subyektif pada pekerja. Dari tabel 4.3 diketahui bahwa keluhan yang sering dirasakan responden yaitu kelelahan yang sangat sebesar 50, kemudian
pusing 27,8, dan kakukram otot 11,1. Menurut Allen 1976 gejala-gejala heat stress yaitu keringat bertambah, denyut jantung meningkat, lelah, pusing, mual, dan
sakit kepala, dan menurut Suma’mur 1996 gejala-gejala heat stress yaitu pingsan, enek, muntah-muntah dan lelah yang ditandai dengan rasa pusing, mual, dan sakit
kepala. Bekerja secara terus-menerus menyebabkan energi yang keluar dari tubuh
sangat banyak sehingga tubuh mengambil cadangan energi dari protein dan lemak dalam jaringan otot. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti dengan oksidasi glukosa
yang merubah glikogen menjadi tenaga dan asam laktat. Dengan beban kerja yang terus menerus menyebabkan persediaan oksigen dalam jaringan berkurang sehingga
pengeluaran karbon dioksida terbatas dan asam laktat menumpuk yang akhirnya
Hikmah Ridha Siregar: Upaya Pengendalian Efek Fisiologis Akibat Heat Stress Pada Pekerja Industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara tahun 2008, 2008.
USU e-Repository © 2008