Upaya Pengendalian Efek Fisiologis Akibat Heat Stress Pada Pekerja Industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara tahun 2008.

(1)

UPAYA PENGENDALIAN EFEK FISIOLOGIS

AKIBAT HEAT STRESS PADA PEKERJA

INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG

KECAMATAN BINJAI UTARA

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

HIKMAH RIDHA SIREGAR

067010006/KK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

Judul Tesis : UPAYA PENGENDALIAN EFEK FISIOLOGIS AKIBAT HEAT STRESS PADA PEKERJA INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG KECAMATAN BINJAI UTARA TAHUN 2008 Nama Mahasiswa : Hikmah Ridha Siregar

Nomor Pokok : 067010006

Program Magister : Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, MKes) (dr. Halinda Sari Lubis, MKKK)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(3)

UPAYA PENGENDALIAN EFEK FISIOLOGIS AKIBAT HEAT STRESS PADA PEKERJA

INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG KECAMATAN BINJAI UTARA

TAHUN 2008

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (MKes)

Dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HIKMAH RIDHA SIREGAR 067010006/KK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 21 Agustus 2008

=============================================================

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, MKes Anggota : dr. Halinda Sari Lubis, MKKK

Ir. Kalsum, MKes dr. Taufik Azhar, MKes


(5)

PERNYATAAN

UPAYA PENGENDALIAN EFEK FISIOLOGIS

AKIBAT HEAT STRESS PADA PEKERJA

INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG

KECAMATAN BINJAI UTARA

TAHUN 2008

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2008


(6)

ABSTRAK

Pekerja bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara terpapar panas pada suhu 32,90C selama 8 (delapan) jam kerja. Kondisi ini akan menyebabkan gejala heat stress seperti pusing, kaku/kram otot, lelah, jantung berdebar-debar, dan mual/muntah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui besar tekanan panas pada bagian penggorengan, mengetahui keluhan subyektif pekerja akibat heat stress, mengetahui pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji terhadap tekanan darah, dan mengetahui pengaruh waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji terhadap temperatur tubuh akibat heat

stress di lingkungan kerja.

Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen, one group before and after

design, dengan intervensi pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji

pada pekerja. Sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 18 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran tekanan darah menggunakan spigmomanometer serta pengukuran temperatur tubuh menggunakan termometer aksila. Uji statistik dilakukan dengan uji t berpasangan menggunakan program komputer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar tekanan panas rata-rata pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang yaitu 32,90C, keluhan subyektif yang sering dirasakan pekerja yaitu kelelahan 50%, pusing 27,8%, dan kaku/kram otot 11,1%, pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan tekanan darah sistol dan diastol, serta pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan temperatur tubuh pekerja bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang.

Disarankan kepada pekerja untuk tetap melaksanakan waktu istirahat dan mengkonsumsi jus jambu biji serta memakai pakaian kerja yang terbuat dari katun, dan kepada pengusaha untuk mengatur tata letak lokasi penggorengan dengan baik dan bekerjasama dengan petugas kesehatan dalam melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Kata kunci : Heat stress, waktu istirahat, jus jambu biji, tekanan darah, temperatur tubuh.


(7)

ABSTRACT

The workers in the frying section of Tiga Bintang Kerupuk Industry in Binjai Utara are exposed to the temperature of 32.90C for 8 (eight) working hours. This condition will result ini the symptoms of heat stress such as feeling dizzy, stiff/muscle cramp, tired, heart pounding, and nausea/vomiting.

The type of this research is quasi-experiment, i.e. one group before and after design with an intervention of arranging the break time and giving guava juice to the workers. The purpose of this study is to examine the degree of heat pressure in the frying section, to find out the workers’ subjectives complaint due to heat stress, to look at the influence of arranging the break time and giving guava juice on blood pressure, and to explore the influence of arranging the break time and giving guava juice on body temperature caused by heat stress in the work environment. The sample for this study is 18 workers working in the frying section. The data for this study were collected through questionnaire-based interviews, measuring blood pressure by using spigmomanometer and measuring body temperature by means of axilla thermometer. The data obtained were statistically analyzed by using pair t test using computer program.

The result of this study shows that the average of heat temperature in the frying section of Tiga Bintang Kerupuk Industry is 32.90C, the subjective complaint felt by the workers are feeling tired 50%, feeling dizzy 27,8% and feeling stiff/muscle cramp 11,1%. Break time arrangement and guava juice administration have a significant influence on the increase of systolic and diastolic blood pressure, and break time arrangement and guava juice administration have a significant influence on the increase of body temperature of the workers working in the frying section of Tiga Bintang Kerupuk Industry.

It is suggested that the workers keep making use of their break time and consume guava juice and wear cotton clothes. It is recommended to the companies to arrange a good lay out of the frying section and cooperate with the healthy workers to carry out a periodical medical check-up.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Pasca Sarjana USU, Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara serta Bapak dan Ibu seluruh staf Dosen yang selama ini memberikan pengajaran ilmu yang sangat berharga kepada penulis.

2. Komisi pembimbing yaitu : Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, MKes dan Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK yang selalu membimbing dan memberi saran-saran hingga selesainya Tesis ini.

3. Komisi penguji yaitu : Ibu Ir. Kalsum, MKes dan Bapak dr. Taufik Azhar, MKes yang banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan Tesis ini.


(9)

4. Bapak Kasmarwanto selaku pemilik industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara serta seluruh pekerja yang turut membantu terlaksananya penelitian hingga selesai.

Tidak lupa pula penulis haturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, Bapak Muhammad Nurdin Siregar dan Ibu Hj. Amanah Nurbaiyah yang telah membesarkan,mendidik dan membina dengan penuh kasih sayang serta diiringi do’a hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Strata Magister. Kiranya hanya do’a yang dapat penulis panjatkan semoga Allah SWT yang akan membalas segala apa yang telah mereka berikan.

Dengan penuh rasa kasih penulis sampaikan kepada suami tercinta, Mulyu Hendri, SpdI yang selalu memberi dukungan, motivasi dan perhatian dalam menyelesaikan Tesis ini, seiring rasa kasih yang mendalam kepada ananda Muhammad Rafiq Mustafa, yang senantiasa membawa kegembiraan dan semangat dalam hidup ini. Dengan rasa haru Umi persembahkan Tesis ini kiranya menjadi pendorong bagi Ananda untuk selalu mencintai ilmu dan meraih jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Tesis ini, semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan

kerja khususnya.

Medan, Agustus 2008


(10)

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

1. Nama : Hikmah Ridha Siregar

2. Jenis Kemin : Perempuan

3. Agama : Islam

4. Tempat/Tanggal lahir : Medan, 27 Desember 1976

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri 060794 Medan Tahun 1983 - 1989

2. SMP Negeri 3 Medan Tahun 1989 - 1992

3. SMA Negeri 5 Medan Tahun 1992 - 1995

4. FKM USU Medan Tahun 1995 - 1999

5. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pasca Sarjana

USU Medan Tahun 2006 - 2008

C. RIWAYAT PEKERJAAN


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Hipotesis Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Tekanan Panas (Heat Stress) ... 9

2.2 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas ... 13

2.3 Tekanan Darah ... 15

2.4 Temperatur Tubuh ... 18

2.5 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas ... 20

2.6 Buah Jambu Biji (Psidium guajava linn) ... 23

2.7 Landasan Teori ... 28

2.8 Kerangka Konsep ... 31

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 32

3.3 Populasi dan Sampel ... 33

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 34

3.6 Pelaksanaan Penelitian ... 36

3.7 Metode Pengukuran ... 38


(12)

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 41

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 41

4.2 Analisis Univariat ... 44

4.2.1 Karakteristik Responden ... 44

4.2.2 Data Keluhan Subyektif Responden ... 46

4.2.3 Hasil Pengukuran ... 47

4.3 Analisis Bivariat ... 49

4.3.1 Pengaruh Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji Terhadap Tekanan Darah ... 49

4.3.2 Pengaruh Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji Terhadap Temperatur Tubuh ... 50

BAB 5 PEMBAHASAN ... 52

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

6.1 Kesimpulan ... 59

6.2 Saran ... 59


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Pengaturan Waktu Kerja dengan ISBB ... 12 2.2 Kandungan Gizi Jambu Biji dalam 100 gr Bagian yang

Dapat Dimakan (BDD) ... 26 4.1 Tekanan Panas di Industri Kerupuk Tiga Bintang

Mei 2008 ... 43 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Bagian

Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang . ... 44 4.3 Data Keluhan Subyektif Responden Selama Bekerja Akibat

Heat Stress di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk

Tiga Bintang ... 46 4.4 Data Keluhan Subyektif Pengeluaran Keringat, Kebiasaan

Minum, dan Kebiasaan Buang Air Kecil (BAK) Responden

di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang ... 47 4.5 Tekanan Darah Responden Sebelum dan Sesudah Pengaturan

Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji di Bagian

Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang ... 48 4.6 Temperatur Tubuh Responden Sebelum dan Sesudah Pengaturan

Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji di Bagian

Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang ... 48 4.7 Distribusi Rata-rata Tekanan Darah Sistol dan Diastol Sebelum

dan Sesudah Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus

Jambu Biji ... 49 4.8 Distribusi Rata-rata Temperatur Tubuh Sebelum dan Sesudah


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Landasan Teori ... 30 2.2 Kerangka Konsep ... 31 3.1 Skema Penelitian... 36


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Jadwal Penelitian ... 64

2. Surat Pernyataan ... 65

3. Kuesioner ... 66


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan di bidang kesehatan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan, terus-menerus dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita luhur yakni terciptanya masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun material. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 2004 mengamanatkan perlunya meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung melalui pendekatan paradigma sehat, dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi. Pokok-pokok pemikiran dalam GBHN tersebut merupakan dasar untuk mengembangkan rencana Pembangunan Indonesia Sehat 2010 (Darmanto, 1999).

Menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Maka dengan kesehatan yang baik manusia akan mampu bekerja dan berprestasi. Bagi tenaga kerja, kesehatan merupakan modal utama untuk dapat bekerja dengan baik.

Kesehatan kerja merupakan suatu spesialisasi ilmu kesehatan yang mempunyai tujuan meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik maupun mental dengan usaha-usaha preventif maupun kuratif terhadap


(17)

penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 86 ayat 2 menyatakan bahwa upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/ buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.

Agar seseorang dapat bekerja dengan baik maka perlu kenyamanan lingkungan tempat kerja, karena lingkungan fisik yang tidak nyaman terutama bekerja pada tekanan panas dapat mempengaruhi kesehatan pekerja. Ketidaknyamanan iklim kerja fisik mengakibatkan perubahan fungsional pada organ tubuh manusia. Kondisi panas yang berlebih-lebihan mengakibatkan rasa letih, kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan angka kesalahan kerja (Grandjean, 1986). Suhu panas berakibat menurunnya prestasi kerja fikir dan penurunan sangat hebat sesudah 320C. Suhu

panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan otak, mengganggu koordinasi saraf perasa dan saraf motoris (Suma’mur, 1996).

Seorang karyawan dapat bekerja secara efisien dan produktif bila lingkungan kerja nyaman. Banyak faktor yang mempengaruhi kenyamanan lingkungan kerja di antaranya adalah tekanan panas. Menurut hasil penelitian suhu udara yang dirasakan nyaman bagi pekerja Indonesia adalah antara 24-260C dan kelembaban relatif 30-70%


(18)

pekerja terpaksa bekerja di lingkungan kerja yang tingkat tekanan panasnya di atas nilai ambang batas (Agati, 2003).

Pemerintah telah membuat Undang-Undang tentang kesehatan kerja khususnya pada Kepmenaker No : Kep 51/Men/1999 bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja yang bekerja pada iklim di atas nilai ambang batas (NAB) dan Permenakertrans RI No. Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.

Kenyataannya di lapangan masih banyak perusahaan yang tidak menghiraukan peraturan tersebut. Penyebabnya mungkin karena kurangnya pengertian tenaga kerja maupun para pengelola industri terhadap masalah-masalah yang ada hubungannya dengan kesehatan dan keselamatan, ditambah lagi dengan sulitnya mencari pekerjaan atau kesempatan bekerja yang sangat terbatas sehingga berbagai risiko karena pekerjaan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari belum dianggap sesuatu yang perlu diperhatikan (Agati, 2003).

Menurut Siswantara (2006) pekerja di dalam lingkungan kerja panas dapat mengalami tekanan panas. Panas yang dihasilkan selama proses produksi akan menyebar ke seluruh lingkungan kerja, sehingga mengakibatkan suhu udara di lingkungan kerja juga meningkat. Iklim kerja yang panas mempunyai dampak negatif terhadap respon fisiologis pekerja sehingga diperlukan pekerja yang sehat, fit, muda, dan sudah beraklimatisasi untuk bekerja didalamnya. Asupan air dan garam yang cukup merupakan salah satu bentuk pengendalian selain itu perlu juga penyesuaian beban kerja dengan ketentuan yang diperkenankan.


(19)

Paparan panas selama berjam-jam mengganggu sistem keseimbangan tubuh, di mana tubuh mengeluarkan keringat sebagai mekanisme kompensasi. Pusat panas tubuh terletak pada bagian otak yang mengatur aliran darah melalui pembuluh-pembuluh kulit seperti keringat dan pusat panas ini akan mengatur keseimbangan panas di dalam tubuh. Pada temperatur lingkungan di atas 250C, kulit manusia

mampu untuk kehilangan panas melalui proses konveksi atau radiasi dan keluarnya keringat merupakan satu-satunya mekanisme yang ada (Nurmianto, 2004). Hilangnya banyak cairan karena berkeringat menyebabkan kelelahan, tekanan darah rendah dan kadang pingsan. Pengeluaran keringat merupakan mekanisme penguapan tubuh sehingga temperatur tubuh turun dan kulit tubuh menjadi dingin (NIOSH, 1986).

Heat stress dapat menimbulkan efek negatif berupa gangguan psikologis dan gangguan fisiologis bagi tenaga kerja. Gangguan fisiologis berupa meningkatnya kapasitas pembuluh darah yang mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan lemah dan pusing sehingga produktivitas pekerja menurun. Meningkatnya pengeluaran keringat yang merupakan mekanisme penguapan tubuh dapat menyebabkan temperatur tubuh menurun. Apabila heat stress tidak dilakukan upaya pengendaliannya dapat mengakibatkan kedaruratan heat stress yaitu : heat rash, heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke (OSHA, 1995).

Keseimbangan air di dalam tubuh dipengaruhi oleh persentase larutan dalam tubuh dan tekanan osmotik. Kedua keadaan ini dapat mengalami perubahan oleh karena adanya cairan elektrolit (NaCl), cairan non elektrolit (glukosa, urea dan


(20)

kreatinin) serta molekul yang lebih besar (plasma protein). Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi elektrolit yang sesuai di dalam cairan tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Ketidakseimbangan terjadi pada kondisi dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan) akibat terpapar panas dalam waktu yang cukup lama (Almatsier, 2004).

Pemberian jus jambu biji diharapkan dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat paparan panas yang tinggi pada lingkungan kerja. Jambu biji merupakan buah yang sangat istimewa karena memiliki kandungan zat gizinya yang tinggi, seperti vitamin C, potasium, dan besi. Selain itu, juga kaya zat nongizi, seperti serat pangan, komponen karotenoid, dan polifenol. Vitamin C sangat dibutuhkan tubuh untuk aklimatisasi setelah terpapar panas, dengan memberikan vitamin C setiap hari sangat baik bagi tubuh yang langsung bekerja dalam lingkungan panas selama 4-8 jam sehari, dengan meningkatnya pengeluaran keringat dapat meningkatkan laju aliran darah (Utami, 2004).

Pengaturan waktu istirahat diperlukan bagi mereka yang terpapar panas selama bekerja. Periode istirahat pendek diberikan selama masa kerja yang panjang, untuk itu perlu disediakan ruangan istirahat yang dingin dan tidak terpapar panas. Pengaturan waktu istirahat 15 menit setelah 2 jam bekerja terus-menerus pada lingkungan kerja panas dengan tingkat beban kerja sedang harus diberikan (NIOSH, 1986).

Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2004) tentang Program Intervensi dalam Upaya Pengendalian Tekanan Darah dan Temperatur Tubuh Pekerja Akibat


(21)

Heat Stress di instalasi Gizi RS Dr. Pirngadi Medan menunjukkan bahwa dengan pemberian minuman jus tomat dan pengaturan waktu istirahat mempengaruhi tekanan darah dan temperatur tubuh petugas gizi secara signifikan akibat heat stress.

Survei awal yang dilakukan pada pekerja industri kerupuk di bagian penggorengan, diketahui bahwa pekerja terpapar panas dalam waktu yang lama dan pada suhu yang cukup tinggi serta belum dilakukan upaya pengendalian akibat tekanan panas (heat stress) tersebut. Tempat para pekerja berada di dalam satu ruangan berukuran 8 meter x 6 meter, di mana terdapat 6 tungku pembakaran yang dijajarkan memanjang. Para pekerja di tempat tersebut sering merasakan ketidaknyamanan dalam bekerja akibat suhu panas tadi. Keringat yang dihasilkanpun cukup banyak, ditambah lagi mereka bekerja secara terus-menerus, di mana tidak adanya jam istirahat yang ditetapkan secara khusus. Jika hal ini diabaikan akan menimbulkan dampak negatif bagi pekerja yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas kerja. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui efek fisiologis akibat heat stress dan upaya pengendaliannya pada pekerja industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara tahun 2008.

1.2 Perumusan Masalah

Industri kecil seperti industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara yang dikelola secara tradisional mempunyai lingkungan kerja yang buruk yaitu ruangan yang cukup panas terutama di bagian penggorengan ditambah juga proses


(22)

pekerjaan yang juga panas. Bila bekerja dengan lingkungan panas dibutuhkan waktu istirahat pendek di antara istirahat panjang dan harus mengkonsumsi makanan/ minuman pengganti cairan tubuh yang hilang, karena lingkungan panas dapat menurunkan tekanan darah dan suhu tubuh disebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak. Berdasar uraian tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : perlu dilakukan upaya pengendalian efek fisiologis akibat heat stress pada pekerja industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara tahun 2008.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui besar tekanan panas pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang.

2. Mengetahui keluhan subyektif pekerja akibat heat stress pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang.

3. Mengetahui pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji terhadap tekanan darah pekerja akibat heat stress di lingkungan kerja. 4. Mengetahui pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu

biji terhadap temperatur tubuh pekerja akibat heat stress di lingkungan kerja.


(23)

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji terhadap tekanan darah pekerja akibat heat stress di industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara.

2. Ada pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji terhadap temperatur tubuh pekerja akibat heat stress di industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberi masukan kepada pihak pengusaha upaya apa yang dapat dilakukan dalam mengatasi heat stress di tempat kerja untuk mendapatkan hasil produktivitas yang tinggi.

2. Sebagai pedoman bagi pekerja yang bekerja di lingkungan panas untuk mengantisipasi terjadinya pengaruh paparan panas di tempat kerja.

3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam mencari solusi terbaik pengendalian heat stress di tempat kerja.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Panas (Heat Stress) 2.1.1 Definisi Heat Stress

Menurut Suma’mur (1996) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.

Tekanan panas (heat stress) adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (seperti temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2001).

2.1.2 Lingkungan Kerja Panas

Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan, boiler, oven, tungku, pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas pada lingkungan panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Menurut Suma’mur (1984) dan Priatna (1990) dalam Tarwaka (2004) bahwa suhu tubuh manusia dipertahankan


(25)

hampir menetap (homoeotermis) oleh suatu pengaturan suhu (thermoregulatory system). Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan di antara panas yang dihasilkan dari metabolisme tubuh dan pertukaran panas di antara tubuh dan lingkungan sekitarnya.

Menurut VOHSC & VCAB (1991) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka (2004) produksi panas di dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan, gangguan sistem pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dan lain-lain. Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi, panas radiasi, dan panas penguapan.

Di samping itu pekerja di lingkungan panas juga dapat beraklimatisasi untuk mengurangi reaksi tubuh terhadap panas (heat strain). Pada proses aklimatisasi menyebabkan denyut jantung lebih rendah dan laju pengeluaran keringat meningkat. Khusus untuk pekerja yang baru di lingkungan panas diperlukan waktu aklimatisasi selama 1-2 minggu. Jadi, aklimatisasi terhadap lingkungan panas sangat diperlukan pada seseorang yang belum terbiasa dengan kondisi tersebut. Aklimatisasi tubuh terhadap panas memerlukan sedikit liquid tetapi lebih sering diminum. Tablet garam juga diperlukan dalam proses aklimatisasi. Seorang tenaga kerja dalam proses aklimatisasi hanya boleh terpapar 50% waktu kerja pada tahap awal, kemudian dapat ditingkatkan 10 % setiap hari (Grantham, 1992, dalam Tarwaka, 2004).


(26)

2.1.3 Parameter Tekanan Panas

Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai berikut (Suma’mur, 1996) :

1. Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi. Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme.

2. Indeks suhu basah bola (Wet Bulb Globe Temperature Index), yaitu rumus-rumus sebagai berikut :

a. ISBB indoor = 0,7 x suhu basah bola (tnwb) + 0,3 x suhu radiasi (tg) b. ISBB outdoor = 0,7 x suhu basah bola (tnwb) + 0,2 x suhu radiasi (tg) +

0,1 suhu kering (ta)

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-51/MEN/1999, tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 5 berbunyi : “Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya”.

“Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang


(27)

merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola”.

Tabel 2.1. Pengaturan Waktu Kerja dengan ISBB

ISBB (0C) Pengaturan waktu kerja

Beban Kerja Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat Bekerja terus menerus (8 jam/hari)

75 % kerja 50 % kerja 25 % kerja

- 25 % istirahat 50 % istirahat 75 % istirahat

30,0 30,6 31,4 32,2 26,7 28,0 29,4 31,1 25,0 25,9 27,9 30,0 Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No : Kep-51/MEN/1999

Catatan :

a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 Kkal/ jam b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200-350 Kkal/ jam c. Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350-500 Kkal/ jam

3. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (=predicated-4-hour sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan gerakan udara serta panas radiasi. Dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan-pekerjaan. 4. Indeks Belding-Hatch, dihubungkan dengan kemampuan berkeringat dari orang

standard yaitu seseorang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap


(28)

panas. Dalam lingkungan panas, efek pendinginan dari penguapan keringat adalah terpenting untuk keseimbangan termis. Maka dari itu, Belding dan Hatch mendasarkan indeksnya atas perbandingan banyaknya keringat yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuran-pengukuran suhu kering dan basah, suhu globetermometer, kecepatan aliran udara, produksi panas akibat kegiatan dalam pekerjaan.

2.2 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas

Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Menurut Pulat (1992) dalam Tarwaka (2004) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara di luar comfort zone adalah sebagai berikut :

a. Vasodilatasi

b. Denyut jantung meningkat c. Temperatur kulit meningkat

d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain

Selanjutnya apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus berlanjut, maka risiko terjadi gangguan kesehatan juga akan meningkat. Menurut Graham (1992) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka (2004) reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius. Pemaparan terhadap tekanan panas


(29)

juga menyebabkan penurunan berat badan. Menurut hasil penelitian Priatna (1990) dalam Tarwaka (2004) bahwa pekerja yang bekerja selama 8 jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) antara 32,02-33,010C menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23 %.

Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Gangguan perilaku dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian, dan lain-lain.

b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5 % gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.

c. Heat Rash, keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat

kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.

d. Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat

keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

e. Head Syncope atau Fainting, keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak

tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.


(30)

f. Heat Exhaustion, keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

2.3 Tekanan Darah

2.3.1 Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan di mana tekanan yang dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Sebenarnya tekanan darah berarti tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan daerah dari dinding pembuluh tersebut (Guyton, 1981).

Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka 120/80 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi, disebut dengan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi, disebut dengan tekanan diastolik (Ganong, 1983).

Tekanan darah diukur dengan manometer air raksa (spigmomanometer) dalam satuan milimeter air raksa atau mmHg. Tekanan darah ini sangat penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah aliran darah yang menetap (Pearce, 1999).


(31)

Tekanan darah seseorang dapat lebih atau kurang dari batasan nilai normal. Jika melebihi normal, orang tersebut menderita tekanan darah tinggi/hipertensi. Sebaliknya jika kurang dari normal, orang tersebut menderita tekanan darah rendah/hipotensi (Vitahealth, 2004).

Tekanan darah rendah adalah kondisi abnormal di mana tekanan darah seseorang jauh lebih rendah dari pada biasanya, yang dapat menyebabkan gejala pusing/tidak bisa berpikir secara jernih atau bergerak dengan mantap (light headedness).

Penyebab tekanan darah rendah antara lain ”hipotensi ortostatik”, yang berarti bahwa pembuluh darah tidak menyesuaikan diri terhadap posisi berdiri, sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Penyebab lainnya adalah dehidrasi (kekurangan cairan), reaksi tubuh terhadap panas, sehingga darah berpindah ke pembuluh darah di kulit, sehingga memicu dehidrasi, gagal jantung, serangan jantung, perubahan irama jantung, pingsan (stres emosional, takut, rasa tidak aman/nyeri), anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam jiwa), donor darah, peredaran darah di dalam tubuh, kehilangan darah, kehamilan, atherosklerosis (pengerasan dinding arteri).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu (Kozier, 1987) : a. Usia

Perbedaan usia mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah rata-rata orang dewasa 30-45 tahun systolic 110-140 mmHg dan diastolic 60-90 mmHg.


(32)

b. Latihan

Latihan fisik meningkatkan cardiac output oleh karena itu meningkatkan tekanan darah.

c. Emosi dan stres fisik

Emosi, kecemasan, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat meningkatkan tekanan darah oleh karena rangsangan terhadap saraf simpatis menghasilkan peningkatan cardiac output dan vasokonstriksi arteri.

2.3.3 Proses Penurunan Tekanan Darah Akibat Lingkungan Panas

Air secara normal akan hilang dari tubuh ke lingkungan melalui 4 jalan : ginjal (kemih), usus halus (feses), paru-paru (penguapan air dalam udara ekspirasi), dan kulit (melalui penguapan dan keringat). Hilangnya air melalui penguapan dari paru-paru dan kulit dikenal sebagai kehilangan air yang tidak disadari yang bertujuan untuk mengatur temperatur tubuh.

Keringat adalah cairan hipotonik yang terutama terdiri dari air, natrium, dan klorida. Selama latihan yang berat pada lingkungan yang panas, bisa terjadi kehilangan 1 L keringat/jam, sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume cairan jika asupannya tidak mencukupi. Kebutuhan normal cairan setiap hari pada orang dewasa kira-kira 2,5 L.

Berkurangnya volume ekstrasellular (hipovolemia) menganggu curah jantung dengan mengurangi arah balik vena ke jantung. Manifestasi klinis dari berkurangnya volume terlihat pada efek langsung yang menurunkan curah jantung, dan efek sekunder yang mengaktivasi mekanisme homeostatik sebagai kompensasi penurunan


(33)

curah jantung. Karena tekanan arteri = curah jantung x tahanan perifer total, maka penurunan curah jantung berakibat menurunnya tekanan darah (Price, 1984).

2.4 Temperatur Tubuh

2.4.1 Definisi Temperatur Tubuh

Temperatur tubuh adalah keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas yang hilang. Tubuh seseorang yang sehat dapat mempertahankan temperatur secara tetap terhadap perubahan kondisi lingkungan oleh karena keberadaan organ sistem pengatur tubuh atau thermoregulatory system yaitu hypothalamus (Kozier, 1987).

Menurut Suma’mur (1996) suhu tubuh manusia hampir menetap dipertahankan oleh suatu sistem pengatur suhu. Suhu menetap ini karena adanya keseimbangan antara panas yang dihasilkan di dalam tubuh karena proses metabolisme dan pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitar.

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Temperatur Tubuh

Faktor- faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh yaitu (Kozier, 1987) : a. Usia

Perbedaan usia menyebabkan adanya perbedaan temperatur. Temperatur tubuh rata-rata orang dewasa usia 30-45 tahun adalah 36,70C-37,20C atau 980F-990F.


(34)

b. Emosi

Pengaruh emosi menyebabkan perbedaan yang besar terhadap temperatur tubuh. Emosi yang tinggi dapat meningkatkan temperatur tubuh dan dalam keadaan depresi temperatur tubuh berkurang oleh karena menurunnya produksi panas. c. Latihan

Temperatur tubuh dapat mengalami peningkatan karena aktivitas otot, misalnya latihan fisik.

d. Makanan, minuman dan alkohol

Makanan panas atau dingin dapat menyebabkan temperatur tidak menetap, contoh makan es krim dapat menurunkan temperatur mulut sekitar 0,90C atau 1,60F.

e. Lingkungan

Lingkungan memberikan pengaruh terhadap temperatur tubuh walaupun tidak semua temperatur pasien mengalami peningkatan karena cuaca panas, hanya sebagian.

2.4.3 Proses Penurunan Temperatur Tubuh Akibat Lingkungan Panas

Tubuh mempunyai kadar air yang tinggi. Komponen air di dalam tubuh dikenal sebagai cairan tubuh dan mengandung elektrolit dan mineral seperti sodium, potassium, kalsium dan klorida. Keseimbangan air tubuh diatur oleh hormon antidiuretik (ADH) yang mempertahankan isoosmotik plasma. Peningkatan osmolalitas plasma merangsang rasa haus maupun pelepasan ADH.

Kehilangan air melalui keringat dapat terjadi pada temperatur lingkungan yang tinggi. Keluarnya keringat berarti keluarnya air dan elektrolit yang pada


(35)

akhirnya mempengaruhi keseimbangan garam-garam di dalam tubuh. Keseimbangan garam diatur oleh hormon aldosteron dengan tujuan mempertahankan volume ekstrasellular. Akibat kekurangan volume cairan, yang berarti berkurangnya volume ekstrasellular (hipovolemia) mengganggu curah jantung, mengurangi alir balik vena ke jantung.

Paparan panas di lingkungan kerja meningkatkan aliran darah untuk membawa panas tersebut ke permukaan tubuh. Akibat aliran darah tersebut, kulit tubuh mengalami dilatasi dan membuka pori-pori untuk mengeluarkan panas melalui pengeluaran keringat. Mekanisme penguapan menyebabkan tubuh menjadi dingin dan temperatur tubuh menurun (Price, 1994).

2.5 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas

Untuk mengendalikan pengaruh paparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur ISBB pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar. Di samping itu koreksi itu juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem pengendalian yang telah dilakukan di masing-masing tempat kerja (Tarwaka, 2004).

Teknik pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut :


(36)

a. Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi. b. Mengurangi beban panas radiasi dengan cara :

1. Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas. 2. Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas.

3. Penggunaan tameng panas dan alat pelindung yang dapat memantulkan panas. c. Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui

ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan secara mekanis (mechanical cooling). Cara ini telah terbukti secara dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan (Bernard, 1996 dalam Tarwaka, 2004). d. Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi

buatan dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak boleh melebihi 0,2 m/det. Sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan udara pada temperatur yang tinggi (> 400C) dapat berakibat kepada

peningkatan panas.

e. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara :

1. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari.

2. Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan. 3. Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai

ISBB. Menurut Suma’mur (1996) produktivitas seseorang akan menurun setelah bekerja 4 jam, keadaan ini terjadi seiring dengan menurunnya kadar gula dalam darah. Pengaturan waktu istirahat diperlukan bagi mereka yang terpapar panas selama bekerja. Periode istirahat pendek diberikan selama


(37)

masa kerja yang panjang, untuk itu perlu disediakan ruangan istirahat yang dingin dan tidak terpapar panas. Pengaturan waktu istirahat 15 menit setelah 2 jam bekerja terus-menerus pada lingkungan kerja panas dengan tingkat beban kerja sedang harus diberikan (NIOSH, 1986).

f. Mengganti cairan yang hilang selama terpapar panas. Hilangnya air melalui keringat merupakan kehilangan cairan yang tidak disadari. Tipe kehilangan air ini meningkat pada temperatur lingkungan yang tinggi. Untuk itu perlu dilakukan pemeliharaan keseimbangan cairan tubuh dengan cara :

1. minum air dingin yang mempunyai suhu 500F-600F.

2. minum air sebelum bekerja dan total air yang diminum selama bekerja 4-6 gelas per hari (Martin, 1987).

3. Jus buah juga baik dikonsumsi untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Selain rasanya enak dan segar, pada jus terkandung beragam vitamin dan mineral yang dapat menyehatkan dan mengembalikan kebugaran tubuh (PDGI, 2006).

g. Meningkatkan kemampuan fisik pekerja terhadap lingkungan panas, yaitu : 1. melakukan latihan/senam misalnya : aerobik.

2. tidak meminum alkohol.

h. Menyediakan alat pelindung diri berupa : baju atau jaket dingin, pakaian yang terbuat dari katun.


(38)

2.6 Buah Jambu Biji (Psidium guajava linn) 2.6.1 Kandungan dan Manfaat Buah Jambu Biji

Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika Tengah, menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu (Prihatman, 2000).

Jambu biji dikatakan buah yang sangat istimewa karena memiliki kandungan zat gizinya yang tinggi, seperti vitamin C, potasium, dan besi. Selain itu, juga kaya zat nongizi, seperti serat pangan, komponen karotenoid, dan polifenol. Buah jambu biji bebas dari asam lemak jenuh dan sodium, rendah lemak dan energi, tetapi tinggi akan serat pangan.

Di antara berbagai jenis buah, jambu biji mengandung vitamin C yang paling tinggi dan cukup mengandung vitamin A. Dibanding buah-buahan lainnya seperti jeruk manis yang mempunyai kandungan vitamin C 49 mg/100 gram bahan, kandungan vitamin C jambu biji 2 kali lipat. Vitamin C ini sangat baik sebagai zat antioksidan. Sebagian besar vitamin C jambu biji terkonsentrasi pada kulit dan daging bagian luarnya yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C jambu biji mencapai puncaknya menjelang matang (Astawan, 2006).

Kandungan vitamin C pada jambu biji sanggup memenuhi kebutuhan harian anak berusia 13-20 tahun yang mencapai 80-100 mg per hari, atau kebutuhan vitamin C harian orang dewasa yang mencapai 70-75 mg per hari. Dengan demikian, sebutir


(39)

jambu biji dengan berat 275 gr per buah dapat mencukupi kebutuhan harian akan vitamin C pada tiga orang dewasa atau dua anak-anak (Yuan, 2008).

Vitamin C merupakan komponen dasar pembentukan jaringan penghubung dalam tubuh. Pembentukan kolagen optimal sangat diperlukan untuk pembentukan ligamen, tendon, dentin, kulit, pembuluh darah, dan tulang. Juga membantu proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan. Vitamin C juga berperan dalam proses penyerapan zat besi nonorganik (zat besi dan makanan nonhewani) sehingga dapat mencegah dan membantu penyembuhan anemia (lesu darah). Vitamin C memiliki kemampuan sebagai antioksidan, yang dapat membantu mencegah kerusakan sel akibat aktivitas molekul radikal bebas. Dalam tubuh, molekul radikal bebas mengoksidasi protein, asam lemak, dan DNA. Kerusakan akibat radikal bebas berimplikasi pada timbulnya sejumlah penyakit, termasuk kanker, kardiovaskular, dan katarak.

Secara signifikan, hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa asupan vitamin C yang tinggi dari makanan dapat mencegah kenaikan LDL teroksidasi. Kadar LDL teroksidasi tinggi merupakan faktor utama berkembangnya penyakit jantung. Beberapa penelitian epidemiologi memang telah memperlihatkan hubungan signifikan antara asupan vitamin C dengan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular (Suryana, 2008).

Jambu biji juga mengandung kalium yang berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel-sel tubuh, mengendalikan keseimbangan cairan pada jaringan


(40)

dan sel tubuh serta menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah. Menurut Dr. James Cerda dengan memakan jambu biji 0,5 - 1 kg/hari selama 4 minggu risiko terkena penyakit jantung dapat berkurang sebesar 16 % (Astawan, 2006).

Jambu biji juga mengandung natrium sebesar 26 mg/100 gram, yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh. Natriumlah yang sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari sel (Almatsier, 2004).

Jambu biji juga kaya serat, khususnya pektin (serat larut air). Manfaat pektin antara lain menurunkan kolesterol dengan cara mengikat kolesterol dan asam empedu dalam tubuh serta membantu mengeluarkannya (Yuan, 2008).

Di samping manfaat jambu biji untuk menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah serta mencegah munculnya kanker, memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, meningkatkan kesehatan gusi, gigi dan pembuluh kapiler serta membantu penyerapan zat besi dan penyembuhan luka. Jambu biji juga berkhasiat anti radang, anti diare dan menghentikan pendarahan (Ditjen BPPHP Deptan, 2002).

Kandungan gizi dalam 100 gram jambu biji disajikan pada tabel berikut (Ditjen BPPHP Deptan, 2002) :


(41)

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Jambu Biji dalam 100 Gram Bagian yang Dapat Dimakan (BDD)

Kandungan Jumlah Kandungan Jumlah

Energi 49,00 kal Vitamin A 25 SI

Protein 0,90 gr Vitamin B1 0,05 mg

Lemak 0,30 gr Vitamin B2 0,04 mg

Karbohidrat 12,20 gr Vitamin C 87,00 mg

Kalsium 14,00 mg Niacin 1,10 mg

Fosfor 28,00 mg Serat 5,60 gr

Besi 1,10 mg Air 86 gram

Bagian yang Dapat

Dimakan (BDD) 82 %

2.6.2 Keseimbangan Cairan Tubuh dan Elektrolit

Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan keluar tubuh. Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh setiap waktu berada di dalam jumlah yang tetap/konstan. Ketidakseimbangan terjadi pada dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan) dan intoksikasi air (kelebihan air). Konsumsi air terdiri atas air yang diminum dan yang diperoleh dari makanan, serta air yang diperoleh sebagai hasil metabolisme. Air yang keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai urine, air di dalam feses, dan air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru (Almatsier, 2004).

Dalam proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh, air mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai pembawa zat-zat nutrisi seperti karbohidrat, vitamin dan


(42)

mineral serta juga akan berfungsi sebagai pembawa oksigen (O2) ke dalam sel-sel

tubuh. Selain itu, air di dalam tubuh juga akan berfungsi untuk mengeluarkan produk samping hasil metabolisme seperti karbon dioksida (CO2) dan juga senyawa nitrat.

Selain berperan dalam proses metabolisme, air yang terdapat di dalam tubuh juga akan memiliki berbagai fungsi penting antara lain sebagai pelembab jaringan-jaringan tubuh seperti mata, mulut dan hidung, pelumas dalam cairan sendi tubuh, katalisator reaksi biologik sel, pelindung organ dan jaringan tubuh serta juga akan membantu dalam menjaga tekanan darah dan konsentrasi zat terlarut. Selain itu agar fungsi-fungsi tubuh dapat berjalan dengan normal, air di dalam tubuh juga akan berfungsi sebagai pengatur panas untuk menjaga agar suhu tubuh tetap berada pada kondisi ideal yaitu ± 370C (Irawan, 2007).

Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi elektrolit yang sesuai di dalam cairan tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengaturan ini penting bagi kehidupan sel, karena sel harus secara terus menerus berada di dalam cairan dengan komposisi yang benar, baik cairan di dalam maupun di luar sel. Mineral makro terdapat dalam bentuk ikatan garam yang larut dalam cairan tubuh. Sel-sel tubuh mengatur ke mana garam harus bergerak dengan demikian mengatur ke mana cairan tubuh harus mengalir, karena cairan mengikuti garam. Kecenderungan air mengikuti garam disebut osmosis.

Jumlah berbagai jenis garam di dalam tubuh hendaknya dijaga dalam keadaan konstan. Bila terjadi kehilangan garam dari tubuh, maka harus diganti dari sumber di


(43)

luar tubuh, yaitu dari makanan dan minuman. Tubuh mempunyai suatu mekanisme yang mengatur agar konsentrasi semua mineral berada dalam batas-batas normal. Pengaturan ini terutama dilakukan oleh saluran cerna dan ginjal.

Secara normal, tubuh juga mampu mempertahankan diri dari ketidakseimbangan elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak mampu mengatasinya. Ini terjadi bila kehilangan terjadi dalam jumlah banyak sekaligus, seperti pada muntah-muntah, diare, berkeringat luar biasa, terbakar, luka/perdarahan, dan sebagainya. Dalam keadaan ini elektrolit pertama yang hilang adalah natrium dan klorida, karena keduanya merupakan elektrolit ekstraseluler utama dalam tubuh, dan biasanya perlu segera diberikan cairan elektrolit (Almatsier, 2004).

2.7 Landasan Teori

Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup, terbuka, bergerak ataupun tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha di mana terdapat sumber-sumber bahaya (UU Nomor 1/ 1970 tentang Keselamatan Kerja).

Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangat banyak, salah satunya adalah bahaya kondisi fisik berupa tekanan panas. Kondisi ini hampir pasti ditemui pada industri di Indonesia. Sangat disayangkan hingga saat ini masih belum terlihat upaya maksimal untuk mengatasi hal tersebut. Padahal Indonesia telah memperhatikan permasalahan keselamatan kerja sejak tahun 1969, yaitu awal


(44)

REPELITA pertama. Namun saat ini program ini terlihat belum populer dalam komunitas industri, tenaga kerja, maupun masyarakat secara umum (Khairida, 2007).

Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan ciri utamanya adalah suhu dan kelembaban yang tinggi. Kondisi awal seperti seharusnya sudah menjadi perhatian karena iklim kerja yang panas merupakan beban bagi tubuh ditambah lagi dengan pekerja yang harus mengerjakan pekerjaan fisik yang berat. Hal ini dapat memperburuk kondisi kesehatan dan stamina pekerja (Agati, 2003).

Panas merupakan sumber penting dalam proses produksi maka tidak menutup kemungkinan pekerja terpapar langsung, dalam jangka waktu yang lama pekerja yang terpapar panas dapat mengalami penyakit akibat kerja yaitu menurunnya daya tahan tubuh dan berpengaruh terhadap timbulnya gangguan kesehatan sehingga berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi kerja (Suma’mur, 1996).

Respon-respon fisiologis akan nampak jelas terhadap pekerja dengan iklim panas tersebut, seperti hasil penelitian Sari (2007) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sebelum dan sesudah pemaparan panas, yang jelas sekali akan memperburuk kondisi pekerja. Selain respon tekanan darah, sistem termoregulator di otak (hypothalamus) akan merespon dengan beberapa mekanisme kontrol seperti konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi dengan tujuan untuk mempertahankan suhu tubuh sekitar 36-370C. Namun apabila paparan

dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan kelelahan (fatigue) dan akan menyebabkan mekanisme kontrol ini tidak lagi bekerja yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya efek ”heat stress” (Logan dan Bernard, 1999).


(45)

Pengaruh dari cuaca kerja digambarkan pada bagan sebagai berikut (Suma’mur, 1996) :

Hilang Panas dengan konveksi dan radiasi Pemindahan Panas dari dalam ke Pori-pori Suhu kulit naik Dilatasi pembuluh darah Syncope oleh karena panas Oedema Ketidak mantapan peredaran darah dan vasomotor Kehilangan garam Kehilangan cairan Menurunkan kemampuan berkeringat Kejang panas Kehilangan panas oleh hilangnya garam Kelelahan panas oleh karena Hilangnya cairan Keringat

berkurang Kelelahan panas Suhu dalam naik Berhenti berkeringat Pukulan panas Dilatasi pembuluh darah lebih lanjut dan keluar keringat Hilang panas oleh pengupan Tekanan panas


(46)

2.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Tekanan Darah - Temperatur Tubuh - Pengaturan Waktu Istirahat

- Pemberian Jus Jambu Biji


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat kuasi eksperimen jenis rancangan one group before and after design (Arikunto, 2006), dengan intervensi pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji pada pekerja.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada industri kerupuk Tiga Bintang yang beralamat di Kelurahan Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai. Industri ini memproduksi makanan ringan berupa keripik ubi, alen-alen dan pop corn.

Adapun pemilihan lokasi ini dikarenakan :

1. Ruangan penggorengan di industri kerupuk ini cukup panas, proses kerja juga panas, dan bangunan ruangan kurang memadai untuk proses kerja.

2. Belum pernah dilakukan upaya program pengendalian lingkungan kerja panas di industri tersebut .

3. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak pengusaha untuk melakukan penelitian di industri tersebut.


(48)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, konsultasi, dilanjutkan dengan mempersiapkan proposal penelitian, kolokium, dan penelitian di lapangan, pengumpulan data, analisis data serta penyusunan laporan penelitian atau seminar hasil, membutuhkan waktu selama 8 (delapan) bulan mulai bulan Desember 2007 s/d Juli 2008.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pada bagian penggorengan di industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara sejumlah 20 orang, di mana yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 18 orang.

3.3.2 Sampel

Cara pengambilan sampel dengan pembatasan subjek yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

a. usia 20-40 tahun dan terpapar panas selama lebih atau sama dengan 4 jam b. tidak ada riwayat hipotensi/hipertensi

c. berbadan sehat

d. Indeks Massa Tubuh (IMT) normal, pada laki-laki 20,1-25,0 dan pada perempuan 18,7-23,8


(49)

f. tidak menggunakan obat tertentu yang dapat mencegah pengaturan suhu tubuh dan tekanan darah, seperti antidepressant, obat penenang dan obat kardiovaskular.

Besarnya sampel dalam penelitian ini menggunakan total populasi yaitu seluruh pekerja pada bagian penggorengan.

3.4 Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer

Berupa data hasil pengukuran tekanan darah dan temperatur tubuh, data karakteristik pekerja dan keluhan-keluhan subyektif masing-masing sampel penelitian yang diperoleh dengan metode wawancara menggunakan kuesioner.

2. Data Sekunder

Berupa gambaran umum industri kerupuk yang diperoleh dari pengusaha industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

Variabel penelitian ini dikelompokkan menjadi :

1. Variabel bebas (independen) adalah upaya pengendalian berupa pengaturan waktu istirahat dan pemberian minum jus jambu biji.


(50)

2. Variabel terikat (dependen) adalah efek fisiologis yang dilihat dari tekanan darah dan temperatur tubuh.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Heat stress adalah tekanan panas di dalam lingkungan kerja diukur dengan heat

stress monitor di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara.

2. Efek Fisiologis adalah respon tubuh jika mendapat tekanan panas yang tinggi dari lingkungan, di mana yang diukur dalam penelitian ini adalah :

a. Tekanan darah yaitu suatu kekuatan darah yang menekan dinding pembuluh darah diukur dalam satuan mmHg dengan alat ukur spigmomanometer. Pengukuran tekanan darah yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Hasilnya kemudian dibandingkan antara hasil pengukuran sebelum dan sesudah intervensi.

b. Temperatur tubuh yaitu besarnya panas yang dihasilkan tubuh dihubungkan dengan besarnya panas lingkungan diukur dalam satuan oC. Pengukuran

temperatur tubuh yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Hasilnya kemudian dibandingkan antara hasil pengukuran sebelum dan sesudah intervensi.

3. Pengaturan waktu istirahat adalah pemberian waktu istirahat pendek di antara istirahat panjang. Pengaturan waktu istirahat ini disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Untuk pekerjaan yang dilakukan di industri kerupuk ini, istirahat pendek diberikan selama 15 menit sebanyak 2 kali selama masa kerja


(51)

yaitu pukul 10.00 WIB dan pukul 15.00 WIB dan istirahat panjang pukul 12.00 WIB.

4. Pemberian jus jambu biji adalah pemberian 1 gelas jus jambu biji dengan daging buah warna putih, yang berfungsi untuk menggantikan kehilangan cairan akibat heatstress di lingkungan kerja panas. Kandungan gizi dalam 1 gelas jus jambu biji (250 ml) yaitu energi 94,3 kalori, protein 0,63 gr, karbohidrat 23,54 gr, vitamin C 60,9 mg dan natrium 18,2 mg (Konversi nilai gizi berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan/DKBM).

3.6 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari pre intervensi, intervensi dan post intervensi, seperti terlihat pada skema berikut ini :

PRE INTERVENSI POST INTERVENSI EFEK FISIOLOGIS :

- Tekanan darah - Temperatur tubuh

EFEK FISIOLOGIS : - Tekanan darah - Temperatur tubuh

UPAYA PENGENDALIAN : - Pengaturan waktu istirahat - Pemberian Jus Jambu Biji


(52)

3.6.1 Pre Intervensi

1. Memberi penjelasan kepada responden tentang tujuan penelitian dan jalannya penelitian.

2. Pengukuran heat stress dengan menggunakan peralatan heat stress monitor dilakukan di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara.

3. Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah dengan menggunakan spigmomanometer setelah responden terpapar panas selama bekerja 1 jam. Selanjutnya dilakukan pengukuran temperatur tubuh dengan menggunakan termometer aksila, di mana pengukurannya dilakukan bersamaan dengan tekanan darah.

3.6.2 Intervensi

Sesudah dilakukan pengukuran tekanan darah dan temperatur tubuh untuk mengetahui efek fisiologis setelah terpapar panas, kemudian dilakukan tahap intervensi yaitu :

1. Pengaturan waktu istirahat, berdasarkan standar NIOSH diperlukan istirahat pendek 15 menit setelah 2 jam kerja terus-menerus dengan beban kerja sedang. Pada pengaturan waktu istirahat ini, sampel akan diberikan 2 kali waktu istirahat pendek 15 menit setelah 2 jam bekerja yaitu pukul 10.00 WIB dan pukul 15.00 WIB, dan istirahat panjang pukul 12.00 WIB. Untuk keperluan istirahat bagi yang terpapar panas selama bekerja perlu disediakan satu ruangan yang berbeda dengan ruangan tempat bekerja dan cukup


(53)

sirkulasi udara (Martin, 1987). Saat pelaksanaan istirahat pendek sampel ditempatkan dalam ruangan yang berbeda dengan tempat bekerja yang cukup sirkulasi udara, hal ini dimaksudkan agar selama masa istirahat sampel tidak terpapar panas. Sebaiknya suhu 220C-260C diperlukan bagi mereka yang

terpapar panas (Suma’mur, 1996).

2. Selanjutnya pemberian minum jus jambu biji yang diberikan pada istirahat pendek pertama yaitu pukul 10.00 dan istirahat pendek kedua yaitu pukul 15.00. Pemberian 1 gelas jus jambu biji (250 ml) dimaksudkan untuk menggantikan kehilangan cairan akibat heatstress di lingkungan kerja panas. 3. Pelaksanaan upaya pengendalian ini dilakukan selama 5 hari berturut-turut.

Hal ini dapat mewakili adanya perubahan terhadap tekanan darah. Lamanya perlakuan (intervensi) ini disesuaikan dengan lamanya pemberian sodium pada keadaan sakit, diare atau berkeringat banyak. Pada keadaan tertentu pemberian sodium dapat diberikan untuk mengganti kehilangan garam tersebut selama 2-5 hari sebagai maintenance (Garrow, 1993 dalam Utami, 2004).

3.6.3 Post Intervensi

Jika kedua upaya pengendalian telah dilakukan pada responden, selanjutnya dilakukan kembali pengukuran tekanan darah dan temperatur tubuh. Dalam hal ini dapat dilihat ada tidaknya peningkatan tekanan darah dan temperatur tubuh dengan membandingkan hasil pengukuran pre intervensi dan post intervensi.


(54)

3.7. Metode Pengukuran

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah pengukuran langsung, kuesioner serta anamnese.

1. Untuk mengukur tekanan panas di lingkungan kerja dengan Heat Stress Monitor yaitu pengukuran WBGT (Wet Bulb Globe Temperature) di bagian penggorengan.

2. Tekanan darah diukur dengan menggunakan spigmomanometer. Pengukuran dilengkapi dengan alat stetoscope yang berguna untuk mengetahui bunyi denyut jantung systole dan diastole. Pengukuran tekanan darah pada posisi berbaring, manset diletakkan di lengan atas sambil mengunci balon. Stetoscope diletakkan pada kedua telinga dan ujung stetoscope berada pada arteri branchialis, pompa hingga jarum tensi bergerak secara perlahan-lahan buka pengunci balon sambil melihat jarum dan terdengar bunyi detakan ”dug” yang pertama hingga bunyi terakhir. Bunyi pertama itulah systolic dan bunyi terakhir diastolic. Pengukuran ini dilakukan oleh tenaga perawat.

3. Temperatur tubuh diukur dengan menggunakan termometer aksila. Pengukuran temperatur tubuh sampel dengan alat termometer yang diletakkan pada ketiak (aksila) sampel, kemudian ditunggu lebih kurang 5 menit, secara otomatis air raksa akan naik pada angka tertentu sesuai dengan temperatur tubuh. Pengukuran dilakukan oleh tenaga perawat.

4. Kuesioner berisikan : data pribadi pekerja, penyakit yang pernah dialami, riwayat penyakit terdahulu, gangguan yang pernah dirasakan,


(55)

kebiasaan-kebiasaan pekerja dan lain-lain, hasilnya dicatat pada lembar instrumen pengumpul data.

3.8 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisis dengan :

1. Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel.

2. Analisis bivariat untuk menguji apakah ada perbedaan bermakna efek fisiologis antara sebelum dan sesudah intervensi. Uji statistik dilakukan dengan uji t berpasangan pada = 5 %.


(56)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Industri kerupuk Tiga Bintang terletak di Kecamatan Binjai Utara tepatnya di Jl. KL Yos Sudarso Gg. Famili No. 4 Kelurahan Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai. Industri ini didirikan di suatu lokasi yang mempunyai luas lebih kurang 800 m2. Bangunan industri ada tiga bagian, yaitu bagian penggorengan,

bagian pengepakan dan bagian penyimpanan (gudang). Industri ini merupakan salah satu usaha kecil menengah di kota Binjai. Batas-batas bangunan industri kerupuk Tiga Bintang yaitu :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kebun dan ternak ikan b. Sebelah Selatan berbatasan dengan mesjid Mukhlisin c. Sebelah Barat berbatasan dengan sawah penduduk d. Sebelah Timur berbatasan dengan pemukiman penduduk

Industri yang dimiliki oleh Bapak Kasmarwanto ini dimulai sejak tahun 1998, pada mulanya hanya terdiri dari 1 tungku hingga setahun kemudian mencapai 6 tungku sampai dengan sekarang. Daerah pemasarannya ditujukan ke Medan, Binjai, Deli Serdang, Langkat dan Aceh.

Pemilik industri ini tidak memberlakukan sistem shift kerja. Rata-rata tenaga kerja bekerja 6-8 jam sehari tergantung dengan ketersediaan bahan baku. Adapun upah yang diberikan kepada pekerja sebesar Rp. 200.000,- per minggu.


(57)

Dilihat dari posisi bangunan, industri ini berada di tengah-tengah pemukiman penduduk dan bangunan merupakan semi permanen. Luas bangunan pada bagian penggorengan yaitu 8 x 6 m2, di mana ruangan tidak memiliki dinding dan hanya

ditopang dengan 6 buah tiang kayu. Tungku penggorengan berjumlah 6 buah yang dijajarkan secara memanjang, dengan 6 buah wajan yang berdiameter kurang lebih 1 m. Adapun bahan bakar yang digunakan yaitu kayu bakar. Atap bangunan terbuat dari seng sehingga menambah tekanan panas di ruangan penggorengan tersebut.

Lingkungan kesehatan tempat kerja yang buruk dapat menurunkan derajat kesehatan dan juga produktivitas. Hasil pengukuran dari komponen iklim kerja pada industri ini diketahui dengan menekan tombol wet bulb temperature, dry bulb temperature dan globe temperature. Dan didapati kondisi paparan tekanan panas di bagian penggorengan tinggi yaitu 32,90C dan telah melebihi NAB, di mana

berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No: Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang di mana bekerja secara terus-menerus (8 jam per hari) ISBB tidak boleh melebihi 26,70 C. Kegiatan yang dilakukan pada tingkat beban kerja sedang yaitu :

berdiri, kerja pada mesin atau bongkar, kadang-kadang jalan. Jalan-jalan, dengan mengangkat atau mendorong beban yang sedang beratnya (Suma’mur, 1996).

Sumber paparan panas di industri ini ada 2 macam yaitu dari proses produksi yang menggunakan tungku-tungku penggorengan dan juga kondisi atap bangunan yang terbuat dari seng. Pada tabel 4.1 berikut terlihat bahwa sumber paparan panas di bagian penggorengan telah melebihi NAB (Nilai Ambang Batas).


(58)

Tabel 4.1 Tekanan Panas di Industri Kerupuk Tiga Bintang Mei 2008 No Pengukuran Suhu Titik 1 Titik 2 Titik 3 Rata-Rata

1 2 3 4 5 6 7 WBGT Indoor WBGT Outdoor Wet Bulb Dry Bulb Globe Heat Index Relative Humidity

32,80C 31,50C 27,20C 32,40C 45,80C 35,20C 48,7%

36,10C 34,00C 28,40C 33,90C 54,00C 35,20C 37,6%

35,00C 33,40C 27,90C 34,90C 51,80C 38,50C 28,3%

34,60C 32,90C 27,80C 33,70C 50,50C 36,30C 38,2%

Keterangan :

1. WBGT Indoor : keseimbangan panas di dalam ruangan yang dinyatakan dengan

proses penguapan yang dibutuhkan dibandingkan dengan panas penguapan maksimum.

2. WBGT Indoor : keseimbangan panas di luar ruangan yang dinyatakan dengan

proses penguapan yang dibutuhkan dibandingkan dengan panas penguapan maksimum.

3. Wet Bulb : parameter untuk menilai tingkat iklim kerja, merupakan hasil

perhitungan antara suhu kering, suhu basah alami dan suhu bola.

4. Dry Bulb : suhu udara yang diukur dengan termometer suhu kering.

5. Globe : suhu yang diukur dengan menggunakan termometer suhu bola yang

sensornya dimasukkan dalam bola tembaga yang dicat hitam, sebagai indikator tingkat radiasi.

6. Heat Index : kondisi iklim yang relatif dirasakan seseorang dengan suhu 21-490C.

7. Relative humidity : kelembaban udara 21-99 %.

ISBB1 + ISBB2 + …….. + ISBBn

ISBB rata-rata = n = 31,50 + 340 + 33,40 3

= 98,9 = 32,90C 3


(59)

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Normalitas data umur, masa kerja, tekanan darah sistol dan diastol, serta temperatur tubuh diuji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa semua variabel berdistribusi normal.

4.2.1 Karakteristik Responden

Dari 20 orang pekerja di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang, responden yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 orang yang terdiri dari 9 orang pekerja laki-laki dan 9 orang pekerja perempuan. Distribusi frekuensi karakteristik responden pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang

Variabel n %

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 9 9 50,0 50,0 Umur

< 27 tahun ≥ 27 tahun

12 6

66,7 33,3 Masa Kerja

< 2 tahun ≥ 2 tahun

15 3 83,3 16,7 Pendidikan SD SMP SMA 8 7 3 44,4 38,9 16,7


(60)

Dari distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang memiliki pekerja laki-laki yang sama banyak dengan pekerja perempuan. Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa dari 18 orang responden yang bekerja di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang, sebanyak 9 orang (50,0%) adalah laki-laki dan 9 orang lainnya (50,0%) adalah perempuan.

Umur responden yang bekerja di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang berkisar antara 20 tahun sampai 40 tahun. Tabel 4.2 memberi gambaran bahwa dari 18 orang pekerja yang menjadi responden, sebanyak 66,7% pekerja berusia di bawah 27 tahun, sedangkan sebanyak 33,3% berusia lebih atau sama dengan 27 tahun.

Masa kerja responden yang bekerja di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang bervariasi antara 1 tahun sampai 10 tahun. Pada tabel 4.2 diketahui bahwa dari 18 orang responden yang bekerja di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang, sebanyak 83,3% pekerja memiliki masa kerja kurang dari 2 tahun, sedangkan sebanyak 16,7% telah bekerja dengan masa kerja lebih atau sama dengan 2 tahun.

Tingkat pendidikan responden yang bekerja di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang bervariasi antara SD sampai SMA. Pada tabel 4.2 juga memberi gambaran bahwa dari 18 orang pekerja yang menjadi responden, sebanyak 44,4% berpendidikan SD, 38,9% berpendidikan SMP, dan 16,7% berpendidikan SMA.


(61)

4.2.2 Data Keluhan Subyektif Responden

Hasil penilaian kuesioner terhadap 18 orang pekerja pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang dapat dilihat pada tabel 4.3 bahwa keluhan yang sering dirasakan oleh responden adalah kelelahan yang sangat sebesar 50,0%, kemudian pusing 27,8%, dan kaku/kram otot 11,1%.

Tabel 4.3 Data Keluhan Subyektif Responden Selama Bekerja Akibat Heat Stress di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang

Keluhan ++ % + % - %

Pusing 5 27,8 8 44,4 5 27,8

Kaku/kram otot 2 11,1 6 33,3 10 55,6

Lelah 9 50,0 8 44,4 1 5,6

Jantung berdebar 0 0.0 5 27,8 13 72,2

Mual/muntah 0 0.0 3 16,7 15 83,3

Keterangan : ++ : Sering

+ : Kadang-kadang - : Tidak

Hasil penilaian kuesioner terhadap 18 orang pekerja pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang dapat dilihat pada tabel 4.4 bahwa pengeluaran keringat yang sangat banyak (ditandai dengan pakaian basah) oleh responden adalah sebesar 44,4%, kebiasaan minum yang sangat banyak (1 gelas tiap


(62)

20-30 menit) sebesar 33,3% dan kebiasaan buang air kecil (BAK) yang sangat banyak (lebih dari 3 kali selama bekerja) sebesar 33,3%.

Tabel 4.4 Data Keluhan Subyektif Pengeluaran Keringat, Kebiasaan Minum, dan Kebiasaan Buang Air Kecil (BAK) Responden di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang

Keluhan ++ % + % - %

Pengeluaran keringat 8 44,4 10 55,6 0 0.0

Kebiasaan Minum 6 33,3 9 50,0 3 16,7

Kebiasaan BAK 6 33,3 11 61,1 1 5,6

Keterangan : ++ : Sangat banyak + : Banyak

- : Sedikit

4.2.3 Hasil Pengukuran

Hasil pengukuran tekanan darah terhadap 18 orang pekerja pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang dapat dilihat pada tabel 4.5 yaitu responden yang mengalami peningkatan tekanan sistol sebanyak 10 orang (55,56%) dan yang tidak mengalami peningkatan tekanan sistol sebanyak 8 orang (44,44%). Dari tabel juga terlihat bahwa responden yang mengalami peningkatan tekanan diastol sebanyak 10 orang (55,56%) dan yang tidak mengalami peningkatan tekanan diastol sebanyak 8 orang (44,44%).


(63)

Tabel 4.5 Tekanan Darah Responden Sebelum dan Sesudah Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang

Tekanan Darah Sesudah Tekanan Darah

Sebelum + -

+ 0 8 8

- 10 0 10

10 8 Keterangan :

+ = Mengalami peningkatan - = Tidak mengalami peningkatan

Hasil pengukuran temperatur tubuh terhadap 18 orang pekerja pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang dapat dilihat pada tabel 4.6 yaitu responden yang mengalami peningkatan temperatur tubuh sebanyak 16 orang (88,89%) dan yang tidak mengalami peningkatan temperatur tubuh sebanyak 2 orang (11,11%) .

Tabel 4.6 Temperatur Tubuh Responden Sebelum dan Sesudah Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang

Temperatur Tubuh Sesudah Temperatur Tubuh

Sebelum + -

+ 0 2 2

- 16 0 16

16 2 Keterangan :

+ = Mengalami peningkatan - = Tidak mengalami peningkatan


(64)

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat menggunakan uji t berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95 %.

4.3.1 Pengaruh Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji Terhadap Tekanan Darah

Intervensi yang dilakukan berupa pengaturan waktu istirahat selama 15 menit dan pemberian jus jambu biji sebanyak 250 ml pada pukul 10.00 dan 15.00 wib terhadap 18 orang pekerja bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang yang menjadi responden menunjukkan bahwa responden mengalami peningkatan tekanan darah baik sistol maupun diastol setelah dilakukan intervensi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini :

Tabel 4.7 Distribusi Rata-rata Tekanan Darah Sistol dan Diastol Sebelum dan Sesudah Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji

Tekanan Darah Mean SD SE p n

Tekanan darah sistol sebelum intervensi Tekanan darah sistol setelah intervensi Tekanan darah diastol sebelum intervensi Tekanan darah diastol setelah intervensi

113,1 115,1 74,2 75,4 7,9 8,7 4,5 5,4 1,9 2,1 1,1 1,3 0,019 0,019 0,035 0,035 18 18 18 18


(65)

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa rerata tekanan darah sistol sebelum intervensi adalah 113,1 mmHg, sedangkan rerata tekanan darah sistol setelah intervensi adalah 115,1 mmHg, dengan selisih antara sebelum dan sesudah intervensi adalah 2 mmHg. Rerata tekanan darah diastol sebelum intervensi adalah 74,2 mmHg, sedangkan rerata tekanan darah diastol setelah intervensi adalah 75,4 mmHg, dengan selisih antara sebelum dan sesudah intervensi adalah 1,2 mmHg.

Hasil analisis dengan uji statistik t berpasangan terhadap tekanan darah sistol menunjukkan nilai probabilitas (p) adalah 0,019 (p<0,05), dan terhadap tekanan darah diastol menunjukkan nilai probabilitas (p) adalah 0,035 (p<0,05). Ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah sistol maupun diastol sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

4.3.2 Pengaruh Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji Terhadap Temperatur Tubuh

Intervensi yang dilakukan berupa pengaturan waktu istirahat selama 15 menit dan pemberian jus jambu biji sebanyak 250 ml pada pukul 10.00 dan 15.00 wib terhadap 18 orang pekerja bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang yang menjadi responden menunjukkan bahwa responden mengalami peningkatan temperatur tubuh setelah dilakukan intervensi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini :


(66)

Tabel 4.8 Distribusi Rata-rata Temperatur Tubuh Sebelum dan Sesudah Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji

Temperatur Tubuh Mean SD SE p n

Temperatur tubuh sebelum intervensi Temperatur tubuh setelah intervensi

36,1 36,3

0,2 0,3

0,06 0,07

0,001 0,001

18 18

Berdasarkan tabel 4.8 di atas, diketahui bahwa rerata temperatur tubuh sebelum intervensi adalah 36,10C, sedangkan rerata temperatur tubuh setelah

intervensi adalah 36,30C, dengan selisih antara sebelum dan sesudah intervensi adalah

0,20C.

Hasil analisis dengan uji statistik t berpasangan terhadap temperatur tubuh sebelum dan sesudah intervensi, menunjukkan nilai probabilitas (p) adalah 0,001 (p<0,05). Ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara temperatur tubuh sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.


(67)

BAB 5 PEMBAHASAN

Kondisi fisik tempat kerja harus benar-benar sesuai dengan standar Nilai Ambang Batas (NAB), karena bila melebihi NAB sangat berpengaruh terhadap kesehatan pekerja.

Heat stress didefinisikan sebagai akibat dari panas yang diproduksi oleh tubuh dan sumber dari luar yang melampaui kemampuan tubuh untuk mendinginkannya sendiri. Pengaruh heat stress di lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan dan memberikan keluhan subyektif pada pekerja. Dari tabel 4.3 diketahui bahwa keluhan yang sering dirasakan responden yaitu kelelahan yang sangat sebesar 50%, kemudian pusing 27,8%, dan kaku/kram otot 11,1%. Menurut Allen (1976) gejala-gejala heat stress yaitu keringat bertambah, denyut jantung meningkat, lelah, pusing, mual, dan sakit kepala, dan menurut Suma’mur (1996) gejala-gejala heat stress yaitu pingsan, enek, muntah-muntah dan lelah yang ditandai dengan rasa pusing, mual, dan sakit kepala.

Bekerja secara terus-menerus menyebabkan energi yang keluar dari tubuh sangat banyak sehingga tubuh mengambil cadangan energi dari protein dan lemak dalam jaringan otot. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti dengan oksidasi glukosa yang merubah glikogen menjadi tenaga dan asam laktat. Dengan beban kerja yang terus menerus menyebabkan persediaan oksigen dalam jaringan berkurang sehingga pengeluaran karbon dioksida terbatas dan asam laktat menumpuk yang akhirnya


(68)

menimbulkan rasa lelah. Meningkatnya rasa lelah menyebabkan kondisi tubuh menjadi lemas karena berkurangnya energi dari dalam tubuh. Setelah diberikan intervensi pemberian minum jus jambu biji yang mengandung energi 94,3 kalori, protein 0,63 gr, karbohidrat 23,54 gr, vitamin C 60,9 mg dan natrium 18,2 mg, maka dapat mengganti kehilangan energi dan cadangan energi (protein dan lemak) yang habis selama bekerja. Ditambah lagi dengan pemberian waktu istirahat memberikan kesempatan pada otot untuk istirahat dan menurunkan kerja otot, sehingga darah yang beredar dapat membawa asam laktat ke hati (Almatsier, 2004). Hal ini sesuai dengan pengakuan sebagian pekerja yang menyatakan bahwa keluhan subyektif yang mereka rasakan selama ini berupa pusing, kaku/kram otot, lelah, jantung berdebar-debar, dan mual/muntah menjadi berkurang setelah dilakukan intervensi berupa pemberian jus jambu biji dan pengaturan waktu istirahat.

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pengeluaran keringat yang sangat banyak (ditandai dengan pakaian basah) oleh responden adalah sebesar 44,4%, kebiasaan minum yang sangat banyak (1 gelas tiap 20-30 menit) sebesar 33,3% dan kebiasaan buang air kecil (BAK) yang sangat banyak (lebih dari 3 kali selama bekerja) sebesar 33,3%. Heat stress dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, keluar keringat yang berlebihan, dan kehausan. Hal ini sesuai dengan penelitian Pusat Hiperkes Depnaker tahun 1989-1990 terhadap 35 perusahaan dengan tekanan panas lebih besar dari 300C

mencatat gejala gangguan kesehatan yaitu : rasa haus 90%, cepat lelah 80%, kulit selalu basah 100%, rasa tidak nyaman selama bekerja 80%, dan gatal-gatal pada kulit 1%, serta keluhan kaku/kram otot lengan atau tungkai 7,5%.


(1)

T-Test

[DataSet2] D:\TESIS\Data Rerata.sav

Paired Samples Statistics

74.17 18 4.502 1.061

75.39 18 5.436 1.281

TDDiaspre TDDiaspost Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

18

.913

.000

TDDiaspre & TDDiaspost

Pair 1

N

Correlation

Sig.

Paired Samples Test

-1.222

2.264

.534

-2.348

-.097

-2.291

17

.035

TDDiaspre - TDDiaspost

Pair 1

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Mean

Lower

Upper

95% Confidence

Interval of the

Difference

Paired Differences


(2)

T-Test

[DataSet2] D:\TESIS\Data Rerata.sav

Paired Samples Statistics

36.094

18

.2363

.0557

36.339

18

.2768

.0652

TTpre

TTpost

Pair

1

Mean

N

Std. Deviation

Std. Error

Mean

Paired Samples Correlations

18

.534

.022

TTpre & TTpost

Pair 1

N

Correlation

Sig.

Paired Samples Test

-.2444

.2502

.0590

-.3689

-.1200

-4.145

17

.001

TTpre - TTpost

Pair 1

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Mean

Lower

Upper

95% Confidence

Interval of the

Difference

Paired Differences


(3)

Pusing Kram Lelah Berdebar Mual

1 + ++ ++ +

-2 + + ++ -

-3 ++ - + -

-4 - + ++ -

-5 ++ + ++ +

-6 - - + -

-7 - - + -

-8 ++ ++ ++ +

-9 + - + -

-10 + - + - +

11 ++ + ++ -

-12 + - ++ -

-13 + + ++ - +

14 ++ + ++ + +

15 + - + -

-16 - - + -

-17 + - + +

-18 - - - -

++ = Sering

+ = Kadang-kadang

- = Tidak

Responden

Kebiasaan BAK

1

+

2

+

3

+

4

++

5

+

6

++

7

+

8

++

9

++

10

-11

+

12

+

13

+

14

+

15

++

16

+

DATA KELUHAN SUBYEKTIF PADA RESPONDEN AKIBAT HEAT STRESS

DI INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG KECAMATAN BINJAI UTARA TAHUN 2008

Responden

Keluhan

Keterangan :

DATA PENGELUARAN KERINGAT, KEBIASAAN MINUM & KEBIASAAN BAK PEKERJA

DI INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG KEC. BINJAI UTARA TAHUN 2008

Pengeluaran Keringat

Kebiasaan Minum

++

++

++

++

++

++

++

++

++

++

++

++

+

+

+

++

++

++

+

++

+

+

+

+

+

+

-+

+

+

+


(4)

(5)

Gambar 1. Pengukuran tekanan panas dengan menggunakan Heat Stress Monitor

pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang.


(6)

Gambar 3. Pengukuran tekanan darah dan temperatur tubuh pekerja pada bagian

penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang.

Gambar

4.

Pengukuran berat badan dan tinggi badan pekerja pada bagian

penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang.