dikendarai oleh pelaku penyerangan. Setelah bermusyawarah, beberapa penduduk desa memutuskan untuk menyandera dua marinir hingga wartawan Malaysia
datang kemudian mewawancarai sandera tersebut. Penduduk desa tidak percaya kepada wartawan Thailand, karena pemberitaannya selalu berpihak kepada
pemerintah atau bias, dan sebagian besar wartawan Thailand lebih berpihak kepada militer Thailand daripada penduduk Melayu Muslim
72
. Namun, selama penyanderaan dan proses negosiasi, seseorang tak dikenal
masuk dan langsung menusuk kedua orang marinir hingga tewas. Penduduk desa mengatakan tidak mengenal pembunuhnya, dan pelakunya diduga anggota
pasukan keamanan yang menyamar. Hal ini dilakukan dengan alasan militer khawatir apabila kedua orang ini berhasil diwawancarai pers Malaysia, maka akan
mencoreng kredibilitas militer Thailand. Ketika wartawan Malaysia datang ke lokasi, kedua marinir telah tewas. Setelah insiden itu, semua laki-laki dan pemuda
Desa Tanyonglimo melarikan untuk menghindari operasi militer
73
.
6. Pembunuhan di Kampung Ketong Mukim-Buanga, Distrik Legih,
Narathiwat, 2006
74
Aparat keamanan harus menunggu hingga sebelas jam sebelum memasuki lokasi pembunuhan, dengan cara ditembak mati, sembilan orang anggota Keluarga
Sudin Awang Besar. Seperti pembantaian-pembantaian sebelumnya, terdapat dua versi yang berbeda antara pemerintah dengan penduduk desa. Pemerintah
mengatakan bahwa gerakan separatis telah menembak mati sembilan orang
72
Ibid
73
Ibid
74
Ibid
penduduk di Kampung Ketong, Distrik Legih, Narathiwat. Namun, salah seorang penduduk desa yang menjadi saksi mata mengatakan bahwa apa yang diberitakan
oleh media massa Malaysia dan Thailand mengenai pembunuhan Keluarga Sudin Awang Besar; tidak benar, karena pemerintah telah memutarbalikkan fakta.
Pada pukul 1.30 pagi 16 November 2005, saksi mata mendengar suara ledakan bom dan tembakan beruntun. Dia juga melihat seseorang dengan pakaian
loreng, seperti militer, menembak rumah tetangga beserta dirinya. Satu jam kemudian, pada pukul 2.30 pagi, semua penduduk desa keluar rumah dan
mengunjungi rumah Keluarga Sudin dan menemukan sembilan orang terbunuh secara brutal, termasuk anak-anak. Setelah kejadian ini, saksi mata beserta
keluarga melarikan diri ke Rantau Panjang untuk menghindari operasi militer, karena dia mengetahui bahwa militer yang berada di balik peristiwa ini. Mereka
melarikan diri ke Rantau Panjang Kelantan pada pukul 08.30 pagi hari. Saksi mata mengatakan bahwa pembantaian didalangi oleh tentara Thailand dan bukan
gerakan separatis
75
7. Serangan Umum di Yala, 2005
Pada tanggal 14 Juli 2005, kurang-lebih 60 bertopeng melakukan serangan
terkoordinasi ke Kota Yala. Mereka mengawali dengan meledakkan lima bom, termasuk pusat listrik, sehingga menggelapkan kota selama satu jam. Dalam
tembak-menembak dengan aparat, mereka membunuh satu orang aparat dan satu orang penyerang turut terbunuh. Paku-paku disebarkan oleh penyerang ke seluruh
75
Ibid
jalan sehingga tentara keamanan tidak berani segera memasuki kota. Setelah listrik padam, serangkaian bom minyak digunakan untuk menyerang rumah-
rumah, toko-toko, dan sekolah-sekolah di Yala
76
. Peristiwa ini mendorong sidang kabinet yang dipimpin Perdana Menteri
Thaksin untuk menetapkan keadaan darurat pada tanggal 19 Juli 2005, yang memberikan kewenangan penuh kepada perdana menteri untuk mengatasi
kekerasan di ketiga wilayah. Masyarakat bisnis setempat mengeluh kepada pemerintah bahwa ledakan bom terjadi secara bersamaan di seluruh kota dan
semua tempat terbakar, tetapi bantuan keamanan terlambat selama 2,5 jam. Pemerintah mengatakan bahwa pemadam kebakaran dan bala bantuan datang
terlambat, karena penyerang telah memblokade jalan masuk ke Yala. Seorang informan mengatakan bahwa pemerintah sengaja memperlambat pemadam
kebakaran dan bala bantuan agar keadaan semakin parah sehingga pemerintah memiliki alasan untuk menetapkan keadaan darurat
77
.
8. Peristiwa Serangan Militer Thailand di Yala, 2011