pada Wakil Presiden kala itu, Jusuf Kalla agar bersedia menjadi mediasi pertemuan antara delegasi militer Thailand dengan pemimpin perjuangan
Thailand Selatan
88
. Di era pemerintahan PM Yingluck di tahun 2013, diadakan upaya
perdamaian dengan penandatangan kesepakatan damai antara pemerintah Kerajaan Thailand dengan pihak pejuang Thailand Selatan di Kuala Lumpur,
Malaysia, dimana Malaysia senidiri jadi tuan rumah untuk menjembatani kesepakatan damai tersebut. Dan erikut adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam
penyelesaian konflik di Thailand Selatan:
1. Pembentukan Komisi Rekonsiliasi Nasional National
Reconciliation ComissionNRC 2004
Terbentuknya NRC dilatarbelakangi oleh meluasnya eskalasi konflik dan kekerasan di Thailand Selatan pada bulan Oktober 2004, yang ditandai dengan
Peristiwa Tak Bai 25 Oktober 2004. Hal tersebut mengundang keprihatinan sejumlah tokoh cendekiawan terkemuka di Thailand seperti Dr. Surichai Wungaeo
Prince Songkhla University, Dr. Prawase Wasi Mahidol University, Dr Uthay Dulayakaseem Walailak University, Dr Chaiwat Satha Anand Thammasat
University, dan lain-lain. Gagasan membentuk NRC dimulai oleh 144 dosen dari 20 universitas di seluruh Thailand, yang mengirim surat terbuka kepada Perdana
Menteri Thaksin Shinawatra pada 14 November 2004. Isi surat tersebut adalah meminta pemerintah untuk meminta maaf kepada korban-korban yang jatuh pada
Peristiwa Tak Bai dan meninjau kembali kebijakan penyelesaian konflik di ketiga
88
Ibid
daerah perbatasan Thailand Selatan, termasuk membentuk Komisi Rekonsiliasi Nasional NRC
89
. Tiga daerah perbatasan selatan, yaitu Pattani, Narathiwat, dan Yala,
merupakan daerah yang memiliki kekayaan sejarah dan budaya tersendiri, yang berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Namun, sejak Januari 2004, ketiga daerah
ini diliputi ketakutan yang mencekam akibat konflik dan kekerasan yang berlarut- larut. Meskipun pemerintah telah berupaya menyelesaikan konflik tersebut dengan
menggunakan pendekatan keamanan untuk memulihkan situasi; namun kebijakan tersebut terbukti gagal untuk menyelesaikan permasalahan sekaligus gagal dalam
menciptakan perdamaian. Dengan pertimbangan tersebut, pemerintah memandang perlu untuk melibatkan partisipasi semua lapisan masyarakat guna membantu
menyelesaikan permasalahan sehingga akan tercipta rekonsiliasi, perdamaian, dan keadilan dalam jangka panjang. Berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan
Negara tahun 2534 1991, Perdana Menteri mengangkat sejumlah tokoh masyarakat dan pemerintah untuk menjadi anggota Komisi Rekonsiliasi Nasional
atau NRC
90
. Komisi pada dasarnya tidak hanya untuk menyelesaikan konflik, tetapi
juga ditugaskan menjaga masa depan masyarakat Thailand yang bergantung pada hubungan antarelemen masyarakat yang berbeda-beda. Jika masyarakat hidup
dalam harmoni, maka mereka akan kuat dan aman; tetapi jika mereka saling bermusuhan satu sama lain, maka masyarakat Thailand akan diwarnai kekerasan
dan semakin sulit untuk mengembalikan perdamaian ke tengah-tengah
89
Cahyo Pamungkas, op.cit. hal 215
90
Ibid
masyarakat. Berdasarkan pernyataan tersebut, NRC bekerja tidak hanya untuk menghentikan kekerasan sehari-hari, tetapi memfungsikan dirinya sebagai
katalisator bagi perubahan untuk mengurangi kekerasan dalam masyarakat Thailand, serta membangun perdamian yang berkelanjutan. Kegiatan-kegiatan
NRC memiliki tujuan utama sebagai berikut: 1. Mencari jalan bagi masyarakat Melayu Muslim dan Thai Budha di
ketiga daerah perbatasan untuk hidup berdampingan secara damai sebagai warga negara di bawah sistem sosial dan politik Thailand
2. Mencari jalan bagi mayoritas masyarakat Thailand untuk memahami kompleksitas permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat di ketiga daerah perbatasan selatan 3. Bekerja menuju sebuah masa depan di mana orang-orang yang berbeda
budaya dapat hidup berdampingan di ketiga daerah perbatasan Thailand Selatan; dan di antara orang-orang yang tinggal di sana
dengan masyarakat Thailand secara keseluruhan dapat hidup secara damai
91
Ketika NRC pertama kali didirikan, Perdana Menteri Thaksin menekankan bahwa NRC akan sepenuhnya independen dan pemerintah akan memberikan
segala sesuatu yang diperlukan serta memenuhi permintaan yang dibutuhkan tanpa pertanyaan. Namun, pada tanggal 29 September 2005, perdana menteri
mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mengimplementasikan rekomendasi- rekomendasi yang berlawanan dengan keamanan naisonal Thailand. Perdana
91
Ibid
menteri juga menekankan bahwa apabila rekomendasi-rekomendasi NRC bagus dan berguna untuk bangsa dan rakyat, maka pemerintah akan
mengimplementasikan sesuai dengan rekomendasi tersebut. Namun, jika rekomendasi NRC bertentangan dengan kebijakan keamanan nasional, maka
pemerintah tidak akan mengikuti rekomendasi tersebut
92
. Pernyataan perdana menteri tersebut terkesan memberikan rambu-rambu
yang tidak boleh dilanggar, yaitu bertentangan dengan kebijakan keamanan nasional. Pada tingkatan tertentu, hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak
ingin NRC terlalu jauh mencampuri pendekatan keamanan yang telah dilakukan. Sejak awal, niat baik pemerintah untuk mendirikan NRC telah mengundang
pertanyaan, terutama mengenai apa urgensi dan wewenang komisi ini dalam menyelesaikan konflik di Thailand Selatan. Terlepas dari batasan-batasan yang
diberikan pemerintah, NRC menjadi satu-satunya lembaga yang mampu menghubungkan antara Pemerintah Thailand dengan masyarakat Melayu Muslim
di ketiga daerah perbatasan selatan. Inkonsistensi atas pendirian NRC terlihat pada standar ganda yang
dilakukan pemerintah. Di satu sisi, pemerintah ingin memperlihatkan kepada publik bahwa pendekatan rekonsiliasi akan dilakukan, namun pada sisi lain,
pendekatan militer tetap dijalankan. Dalam pertemuan khusus seluruh komisioner NRC pada tanggal 19 Juli 2005; pemerintah menetapkan dekrit yang berisi
pemberlakuan keadaan darurat di ketiga daerah perbatasan selatan. Hal ini membuat Ketua NRC dan sebagian besar komisoner merasa kecewa serta
92
Ibid
frustasi.7 Hal ini dapat dipahami mengingat NRC tengah bekerja keras dan berdialog dengan masyarakat Melayu Muslim, serta meyakinkan mereka bahwa
komisi ini akan memperjuangkan penyelesaian konflik melalui cara non- kekerasan. Hal ini dapat diartikan sebagai bentuk ketidakpercayaan pemerintah
terhadap keberadaan NRC. Pemberlakuan dekrit menggambarkan bahwa komitmen pemerintah untuk menyelesaikan konflik secara damai justru semakin
rendah
93
. Selanjutnya, NRC menyatakan pada 19 Juli 2005 bahwa keputusan
pemerintah untuk menetapkan Executive Decree on Public Administration in Emergency Situations; hanya akan membuat rekonsiliasi yang sedang berlangsung
di masyarakat Thailand; lebih banyak mendapatkan tentangan serta meminimalkan kesempatan untuk bekerja di jalur non-kekerasan. Komisi juga
mengeluarkan pernyataan resmi pada tanggal 25 Juli 2005 yang mengutuk dikeluarkannya dekrit; dengan mengatakan bahwa hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah kembali kepada kerangka keamanan yang pertama kali digunakan; serta tidak akan menyelesaikan masalah, namun akan memicu munculnya konflik
dan kekerasan yang lebih besar. Pernyataan NRC sebetulnya berkaitan dengan tugas untuk mengusahakan rekonsiliasi yang akan semakin sulit setelah dekrit
dikeluarkan. Pemberlakuan dekrit oleh Perdana Menteri Thaksin serta pernyataan protes dari Ketua NRC, Anand Panyarachoon, menyebabkan masyarakat melihat
93
Ibid
adanya perbedaan sikap antara pemerintah dengan NRC dalam menyelesaikan konflik di ketiga daerah perbatasan selatan
94
. Perbedaan pendapat yang tajam antara pemerintah dengan NRC
ditunjukkan dalam diskusi antara Ketua NRC, Anand Panyarachoon, dengan Perdana Menteri Thaksin yang ditayangkan melalui program siaran untuk konflik
di wilayah selatan, dari Kantor Perdana Menteri pada tanggal 28 Juli 2005. Ketua NRC menyarankan perlunya pendekatan damai dan dialog, sementara Perdana
Menteri Thaksin menekankan pendekatan keamanan dan dominasi atas ketiga daerah di perbatasan selatan. Dilaporkan bahwa masyarakat yang melihat
tayangan tersebut mendapat kesan adanya perbedaan cara berpikir yang tajam antara NRC dengan pemerintah. Masyarakat Melayu Muslim merasakan bahwa
NRC membela mereka, sedangkan pemerintah justru menyerang mereka. Perbedaan pendapat tersebut menimbulkan kebingungan di masyarakat. Untuk
meredamnya, Ketua NRC memberikan konferensi pers di Pattani pada 7 Agusus 2005. Berikut kutipan pernyataan Ketua NRC Ananad Panyarachoon tentang misi
NRC dan Pemerintah
95
. “Pada permulaan, ada sedikit kebingungan dan NRC mungkin tidak
mampu memberikan informasi yang lengkap. Namun, dalam seminggu yang lalu, media nampak mengerti isu yang sesungguhnya dan mampu membedakan antara
misi pemerintah dengan misi NRC. Mereka juga dapat membedakan antara tujuan jangka pendek dengan tujuan jangka panjang. Kerja paralel yang dilakukan oleh
pemerintah dan apa yang dilakukan oleh NRC; harus dilakukan secara terpisah
94
Ibid
95
Ibid
didasarkan apa yang telah kita usulkan sejauh ini. Apa yang telah saya alami adalah adanya sense of welcoming terhadap NRC dari masyarakat lokal di sana.
Ini sangat penting bagi kita untuk membuat kita sendiri jelas pada semua kelompok dan semua daerah, sehingga masyarakat mendapatkan pemahaman
mengenai konsep dan pendekatan kami.
96
” Dari keterangan tersebut dapat diketahui perbedaan cara pandang antara
pemerintah dengan NRC yang menimbulkan pertanyaan di masyarakat dan media tentang tugas NRC. Apa yang disampaikan Anand adalah tugas pemerintah
berbeda dengan tugas NRC, terutama dalam hal orientasi kerja. Bila kerja-kerja yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan kekerasan yang terjadi setiap hari
day to day violence di ketiga daerah perbatasan selatan, maka kerja-kerja NRC untuk mencegah kekerasan terjadi di masa depan. Oleh karena itu, sebenarnya
kerja-kerja pemerintah maupun kerja-kerja NRC berjalan secara paralel
97
. Anand memberikan pesan kepada publik Thailand bahwa kerja-kerja NRC
dan kerja-kerja pemerintah bersifat selaras dan tidak perlu dipertentangkan. Perbedaan di antara keduanya terletak pada metodologi dan pendekatan untuk
mengatasi konflik, di mana ruang lingkup tugas NRC lebih luas daripada pemerintah, karena terkait dengan pencapaian misi jangka panjang untuk
menciptakan perdamaian yang permanen di Thailand. Dalam konferensi pers tersebut, Ketua NRC menjelaskan:
“Tugas NRC adalah memberikan laporan, rekomendasi kebijakan dan ukuran-ukuran; dan sekali laporan tersebut diserahkan, selanjutnya terserah
96
Ibid
97
Ibid
kepada pemerintah. Mereka dapat memilih untuk setuju atau tidak setuju. Kalau mereka setuju, beberapa rekomendasi akan diimplementasikan; jika mereka tidak
setuju, rekomendasi tersebut tidak akan diimplementasikan. Setelah itu, NRC akan dibubarkan dan kami tidak memiliki kekuasaan untuk menekan pemerintah.
Karena tidak ada aturannya, kami tidak dapat memaksa pemerintah. Masyarakat sipil yang harus membaca laporan kami dan jika mereka setuju dengan beberapa
hal, mereka seharusnya menindaklanjutinya kepada pemerintah. Hal ini serupa dengan penyusunan draf UUD 1997 yang ditujukan kepada
parlemen untuk setuju atau menolaknya. Dengan draf itu, masyarakat sudah tersadarkan. Anda ingat, ketika itu beberapa politisi yang berkuasa mengancam
untuk menolak draf tersebut. Namun, ketika mayoritas masyarakat mengatakan draf tersebut adalah baik, para politisi harus mengubah hati mereka. Mirip dengan
kasus ini, pemerintah harus menghormati tuntutan masyarakat dan harus mengubah cara berpikir mereka sesuai dengan tuntutan masyarakat. Kami tidak
memiliki kekuasaan untuk memaksa mereka dan NRC akan dibubarkan. Sesudah menyampaikan laporan tersebut, misi NRC adalah selesai, karena kami hanya
bermaksud untuk memberikan rekomendasi. Kami bukan bayangan pemerintah. Namun, media cenderung menulis seolah-olah ada dua perdana menteri dan dua
pemerintahan. Hal ini adalah imajinasi yang dibesar-besarkan.
98
” Dalam kesempatan ini, Ketua NRC menekankan misi NRC, yaitu sebatas
memberikan laporan yang berisi rekomendasi kebijakan resolusi konflik Thailand Selatan. Tugas dan kewajiban NRC selesai ketika laporan tersebut diserahkan.
98
Ibid
Disebutkan dan ditekankan secara berulang-ulang bahwa NRC tidak memiliki kekuasaan untuk mengimplementasikan rekomendasi kebijakan tersebut, karena
tugas NRC sebatas memberikan rekomendasi. Kekuasaan sepenuhnya untuk mengimplementasikan atau tidak mengimplementasikan adalah pada pemerintah.
Rekomendasi yang dibuat NRC tidak memiliki kekuatan mengikat dan tidak memiliki konsekuensi bagi pemerintah untuk melaksanakan atau tidak
melaksanakannya. Analogi yang dicontohkan oleh Ketua NRC serupa dengan proses penyusunan draf UUD Thailand pada 1997. Pada waktu itu, sebagian
politisi di parlemen cenderung untuk menolak, namun masyarakat kemudian menekan parlemen sehingga yang terakhir ini mengesahkan UUD tahun 1997.
Dalam konteks rekomendasi kebijakan NRC, diharapkan masyarakat Thailand akan mendukung rekomendasi ini dan memengaruhi pemerintah untuk
melaksanakannya
99
. Hal ini senada dengan pendapat Prawase Wasi, Wakil Ketua NRC, dan Dr.
Chaiwat Satha Anand, Direktur Penelitian NRC. Dr. Chaiwat, dalam sebuah wawancara, menyebutkan bahwa keberhasilan NRC diukur dari sejauh mana
rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan efektif untuk mengatasi kekerasan di ketiga daerah di perbatasan selatan. Selain itu, diukur dari sejauh mana NRC
mampu menjembatani kesenjangan di antara kelompok-kelompok yang memiliki perbedaan dalam budaya. Prawase Wasi menekankan bahwa keberhasilan NRC
adalah sejauh mana lembaga ini mampu memberikan pendidikan dan menyadarkan masyarakat Budha di seluruh Thailand untuk menghormati budaya-
99
Ibid
budaya lokal minoritas, sehingga mereka toleran terhadap perbedaan. Prawase Wasi juga mengatakan bahwa faktor paling penting tidak terletak dari kesediaan
pemerintah untuk menerima rekomendasi ini, tetapi sejauh mana rekomendasi ini dapat menjadi agenda publik, sehingga dapat memaksa pemerintah untuk
melaksanakannya serta menyebarkan gagasan tentang multikulturalisme pada masyarakat Thailand
100
. Masalah lain yang dihadapi NRC adalah ketakutan masyarakat untuk
mengatakan apa yang diketahui mengenai tindak kekerasan. Ketakutan itu disebabkan mereka yang mengetahui permasalahan sesungguhnya di ketiga
daerah perbatasan selatan; belum memercayai sepenuhnya NRC. Mereka takut mengungkapkan kebenaran mengenai permasalahan tersebut, karena menyadari
konsekuensi-konsekuen yang akan diterima apabila menyampaikan hal tersebut. Ketua NRC Anand Panyarachoon, dalam konferensi pers tanggal 7 Agustus
menungkapkan sebagai berikut: “Satu tantangan utama sekarang ini adalah kesulitan untuk mencari pelaku
tindakan kekerasan atau melakukan investigasi penyebab-penyebab konflik, karena kekurangan saksi dan bukti. Orang-orang merasa terlalu ketakutan untuk
memberikan informasi dan mereka tidak akan memberikan banyak informasi kepada pejabat-pejabat pemerintah atau orang-orang yang mereka tidak percaya.
Mereka takut untuk berbicara terbuka, mereka akan menderita karena akibat- akibat dari keterbukaan itu, sehingga mereka menolak untuk bekerja sama.
100
Ibid
Bagaimanapun, hal ini tidak berarti mereka memutuskan untuk berpihak terhadap musuh-musuh kita pelaku tindak kekerasan.
101
” Jika dilihat secara politis, maka pendirian NRC dipengaruhi oleh
perjuangan kekuasan antarelit politik yang bekerja untuk monarki; melawan elit politik pendukung Perdana Menteri Thaksin. Hal ini dibuktikan dengan manuver-
manuver Ketua Privy Council, Dewan Penasehat Raja Thailand, Jenderal Prem Tin Sulanonda terhadap pemerintah. Jenderal Prem menyampaikan, dalam pidato
publiknya pada Februari 2005, mengenai situasi di ketiga daerah perbatasan selatan yang semakin memburuk dan menyarankan agar perdana menteri
menerima nasihat raja dan ratu. Saran Raja Buhimobol dan Ratu Sirikit adalah pemerintah sebaiknya menggunakan pendekatan damai dan berhati-hati untuk
menyelesaikan konflik di selatan daripada menggunakan kekuatan militer tanpa memahami situasi yang sesungguhnya terjadi. Namun, pada sisi lain, perdana
menteri masih bersikeras untuk menyelesaikan dengan pendekatan militer melalui Hukum Darurat Perang, walaupun hal ini akan semakin memperbesar konflik
102
. Namun, perdana menteri membuat manuver yang mengejutkan, yaitu
mendirikan NRC secara tiba-tiba ketika eskalasi kekerasan mencapai puncak yang paling tinggi. Pertanyaan yang muncul, apakah Perdana Menteri Thaksin benar-
benar tulus untuk menyelesaikan konflik di Thailand Selatan secara damai, atau tidak? Dalam konteks ini, terdapat dua analisa politik yang dapat menjelaskan,
yaitu:
101
Ibid
102
Ibid
Pertama, NRC dibentuk sebagai bentuk kompromi politik pemerintah terhadap tekanan dari monarki dan elit politik pendukungnya. Hal ini dibuktikan
oleh pengangkatan Anand Panyarachoon, yaitu seorang mantan perdana menteri dan figur politisi yang terkenal membela dan mempertahankan keberadaan
monarki Thailand. Sebagian besar komisioner yang kemudian diangkat adalah orang-orang yang secara personal dekat dengan Anand Panyarachoon
103
. Kedua, NRC didirikan sebagai tempat untuk berbagi beban dalam
menghadapi tekanan publik yang luar biasa, karena kegagalan Hukum Darurat Militer. Pesan politik yang berusaha disampaikan adalah pihak yang gagal untuk
menyelesaikan konflik tidak hanya pemerintah, tetapi juga NRC. Apapun analisanya, pemberlakuan the Executive Decree on Public Administration in
Emergency Situations pada 19 Juli 2005 membuktikan bahwa Perdana Menteri Thaksin membentuk NRC hanya untuk meredam kritik, namun dia tetap
menyelesaikan konflik dengan caranya sendiri, yaitu mengirim militer dan polisi ke tiga daerah di perbatasan selatan
104
. Pemberlakuan dekrit dapat dipandang sebagai wujud besarnya dominasi
dan pengaruh politik Menteri Dalam Negeri Jenderal Pol. Chichai Vanasatid dan pejabat tinggi kepolisian lainnya di dalam Pemerintahan Thaksin. Bahkan,
pemerintah turut mengabaikan rekomendasi kebijakan resolusi konflik dari Deputi Perdana Menteri Chaturon Chaisan. Dekrit ini diperbarui lagi pada 19 Oktober
2005 dan didesain lebih halus ketimbang Hukum Darurat Perang, namun kenyataannya lebih kejam daripada yang pertama. Dekrit memberikan kekebalan
103
Ibid
104
Ibid
hukum impunity terhadap pasukan keamanan, baik polisi maupun militer, dalam menumpas pemberontakan di ketiga daerah perbatasan selatan
105
. Peraturan, pengumuman, perintah, dan tindakan di bawah dekrit; tidak
tunduk kepada hukum prosedur administrasi maupun hukum tentang pengadilan tata usaha negara serta prosedur pengadilan tata usaha negara Pasal 16 Dekrit 19
Oktober 2005. Seorang pejabat yang berwenang dan seseorang yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan dekrit; tidak akan tunduk terhadap hukum sipil,
pidana atau disciplinary liabilities; yang muncul dari kinerja untuk mengakhiri atau mencegah tindakan-tindakan melawan hukum; serta apabila dilakukan
dengan keyakinan yang baik good faith, tidak diskriminatif non- discriminatory, dan beralasan dalam kondisi yang diperlukan. Namun, tidak
menghapus hak korban untuk mendapatkan kompensasi dari pemerintah sesuai hukum mengenai kewajiban untuk pejabat yang salah Pasal 17 Dekrit
106
. Selain menyatakan protes terhadap pemberlakuan dekrit, NRC juga
membujuk perdana menteri untuk menangguhkan beberapa bagian yang dianggap memiliki sifat membunuh draconian. Misalnya, ukuran-ukuran yang dijelaskan
pada pasal 9 yang mengizinkan pemerintah untuk melakukan sensor terhadap media dan surat-menyurat personal, serta melarang orang-orang berkumpul
bersama di manapun.18 Pada pasal 9 tertulis, “Dalam kasus kebutuhan untuk mengatasi dan menyelesaikan situasi krisis atau mencegah situasi memburuk,
perdana menteri memiliki kekuasaan untuk mengeluarkan peraturan sebagai berikut:
105
Ibid
106
Ibid
1 untuk melarang siapapun bepergian dari tempat tinggalnya ke tempat lain selama waktu yang ditentukan, kecuali mendapatkan izin dari
pejabat yang berwenang atau termasuk orang yang dikecualikan, 2 untuk melarang orang-orang berkumpul di manapun atau setiap
kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusuhan, 3 untuk melarang press release, distribusi surat, publikasi melalui alat
komunikasi yang mengandung teks yang dapat menimbulkan ketakutan masyarakat, atau ditujukan untuk merusak informasi yang
menyesatkan pemahaman dari situasi krisis yang dapat memengaruhi keamanan negara atau keamanan publik atau moral, baik masyarakat di
daerah di mana keadaan krisis telah dinyatakan, atau di seluruh negara, 4 untuk melarang penggunaan jalan atau kendaraan atau kondisi-kondisi
yang ditentukan terhadap penggunaan jalan dan kendaraan, 5 untuk melarang penggunaan gedung-gedung atau memasuki untuk
tinggal dalam banyak tempat 6 untuk mengevakuasi orang-orang keluar dari area demi keselamatan
orang-orang tersebut, atau melarang orang-orang untuk memasuki daerah yang ditentukan.
107
” Perdana Menteri juga menyetujui untuk menangguhkan pasal 4 dan 5
bagian 11, yang memberikan kekuasaan kepada pejabat yang berwenang untuk menyadap telepon, mencegah komunikasi individual, dan mencegah orang-orang
pergi dari kerajaan. Pasal 6 bagian 11 yang memberikan negara kekuasaan tidak
107
Ibid
terbatas terhadap wilayah selatan juga ditangguhkan oleh perdana menteri. Pasal 4, 5, dan 6 bagian 11 dapat dilihat sebagai berikut
108
: 1 untuk mengeluarkan pengumuman bahwa pejabat berwenang akan
memiliki kekuasaan untuk mengeluarkan surat guna mencari, memindahkan, menarik atau merusak bangunan-bangunan, struktur atau penghalang-penghalang
yang diperlukan; dalam menjalankan fungsinya untuk mengakhiri situasi serius di mana sebuah keterlambatan akan menyebabkan situasi menjadi semakin tidak
dapat dikontrol. 2 mengeluarkan pengumuman bahwa pejabat yang berwenang akan
memiliki kekuasaan untuk mengeluarkan perintah memeriksa surat-surat, buku- buku, cetakan-cetakan, transmisi telegrafik, komunikasi telepon atau setiap alat
komunikasi; guna membatalkan atau menangguhkan kontak atau komunikasi, untuk mencegah atau mengakhiri peristiwa serius seperti yang disyaratkan dalam
Hukum Investigasi Khusus yang tunduk secara mutatis mutandis. 3 mengeluarkan pengumuman larangan bagi setiap instruksi dalam
menjalankan tindakan, sejauh memang diperlukan untuk mempertahankan keamanan negara dan keselamatan masyarakat. Jauh dari membantu untuk
memulihkan rasa percaya antara Pemerintahan Perdana Menteri Thaksin dengan Melayu Muslim; Hukum Darurat Militer 5 januari 2004 dan Dekrit Situasi Krisis
membuat situasi di ketiga daerah perbatasan selatan semakin memburuk dari hari ke hari
109
.
108
Ibid
109
Ibid
Keberadaan NRC seolah-olah tidak memiliki makna dalam upaya-upaya menghentikan konflik dan kekerasan di Thailand Selatan. Sebagai buktinya, pada
15 Juni 2006 atau satu hari setelah perayaan 60 tahun kenaikan tahta Raja Thailand, Bhumobol Adulyadej, serta bertepatan satu minggu setelah NRC
menyerahkan Laporan Akhir NRC kepada Perdana Menteri Thaksin tentang bagaimana mengatasi kekerasan di tiga daerah perbatasan selatan; 50 bom
meledak di 29 tempat mencakup Pattani 18 bom, Narathiwat 20 bom, dan Yala 12 yang membunuh tiga orang
110
. Bom ini telah ditanam di sekitar dan di dalam gedung-gedung pemerintah serta bangunan publik yang merupakan tantangan
paling besar yang dihadapi aparat keamanan dalam beberapa tahun.
2. Perundingan Damai di Istana Bogor, Indonesia 2008