Pasal-pasal dalam Statuta Roma yang Berkenaan pada Kejahatan

C. Pasal-pasal dalam Statuta Roma yang Berkenaan pada Kejahatan

Kemanusiaan di Thailand Selatan yang Dapat Dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional Adapun tindakan-tindakan dalam kejahatan kemanusiaan di Thailand Selatan yang telah memenuhi syarat materil sesuai dengan yang ada dalam Statuta Roma yang dapat dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional antara lain terdapat pada pasal-pasal dibawah ini: Pasal 7 2 a: “Serangan yang ditujukan terhadap suatu kelompok sipil” berarti serangkaian perbuatan yang mencakup pelaksnaan berganda dari perbuatan yang dimaksud dalam ayat 1 terhadap kelompok penduduk sipil, sesuai dengan atau sebagai kelanjutan dari kebijakan negara atau organisasi untuk melakukan serangan tersebut” Pasal 7 2 e “Penyiksaan” berarti ditimbulkannya secara sengaja rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik fisik ataupun mental, terhadap seseorang yang ditahan atau dibawah penguasaan tertuduh; kecuali kalau siksaan itu tidak termasuk rasa sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, yang melekat pada atau sebagai akibat dari, sanksi yang sah;” Pasal 7 2 g “Penganiayaan” berarti perampasan secara sengaja dan kejam terhadap hak-hak dasar yang bertentanagan dengan hukum internasional dengan alasan identitas kelompok atau kolektivitas tersebut;” Selain daripada apa yang ada di pasal 7, kejahatan kemanusiaan di Thailand Selatan juga bisa didakwakan dengan kejahatan perang. Adapun pasal- pasal yang memenuhi syarat materil untuk dapat diajukan ke Mahkamah Pidana Internasional terdapat di pasal 8 Statuta Roma tentang sengketa bersenjata non- internasional, yaitu: Pasal 8 2 e i “Secara sengaja melancarkan serangan terhadap sekelompok penduduk sipil atau terhadap setiap orang yang tidak ikut serta secara langsung dalam pertikaian itu; Pasal 8 2 e iv “Secara sengaja melakukan serangan-serangan terhadap gedung-gedung yang digunakan untuk tujuan-tujuan keagamaan, pendidikan, kesenian, keilmuan, atau sosial, monument bersejarah, rumah sakit dan tempat-tempat di mana orang- orang sakit dan terluka dikumpulkan, sejauh bahwa tempat tersebut bukan sasaran militer; Penjelasan tentang pasal 8 ayat 2 e tentang kejahatan perang dalam konflik bersenjata non-internasional dapat dilihat di pasal 8 ayat 2 f yang berbunyi: “Ayat 2 e berlaku untuk sengketa bersenjata yang tidak bersifat internasional dan dengan demikian tidak berlaku bagi situasi-situasi kekacauan, dan ketegangan dalam negeri, seperti misalnya huru-hara, tindakan kekerasan secara terpisah dan sporadis, atau perbuatan-perbuatan lain dengan sifat yang sama. Ayat ini berlaku terhadap sengketa bersenjata yang berlangsung dalam wilayah suatu Negara apabila terjadi sengketa bersenjata yang berkelanjutan antara pejabat pemerintah dan kelompok bersenjata terorganisasi atau antara kelompok-kelompok semacam itu. 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan 3 hal permasalahan mengenai konflik kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Thailand Selatan adalah sebagai berikut: 1. HAM adalah sesuatu yang bersifat melekat inherent pada diri setiap manusia, yang mana berarti HAM adalah karunia dari Tuhan dan bukan pemeberian dari manusia ataupun pemberian dari penguasa negara. HAM merupakan hak hukum legal rights serta substansinya bersifat universal. Hak hukum yang dimaksud berarti HAM dapat dituntut di Pengadilan, sedangkan sifat universal berarti eksistensi HAM berlaku secara keseluruhan dan tidak dibatasi oleh batas-batas geografis. 2. Perjalanan konflik di Thailand Selatan memuncak mulai dari tahun 1993 hingga tahun 2004 dan berlanjut sampai saat ini. Puncak terbesar dalam konflik di Thailand Selatan terjadi pada tahun 2004 dimana pada tahun tersebut insiden konflik di Thailand Selatan terjadi hingga 71. Narathiwat merupakan wilayah yang paling sering terjadi insiden konflik dibandingkan Patani dan Yala. Insiden yang terjadi dari dulu hingga sekarang lebih kepada penyerangan, pertempuran, sabotase dan demonstrasi. 3 faktor penyebab terjadinya kejahatan kemanunsiaan di Thailand Selatan disebabkan oleh kekerasan struktural, kekerasan kultural, dan kekerasan sejarah. Kekerasan kultural bersumber dari struktur politik