Karakteristik dan Morfologi Genjer L. flava Komposisi Kimia Genjer L. flava

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik dan Morfologi Genjer L. flava

Sampel genjer terlebih dahulu dipreparasi, kemudian sampel diukur morfometriknya. Besaran yang digunakan dalam pengukuran tanaman genjer pada penelitian ini adalah panjang daun, diameter daun, panjang batang dan diameter batang. Secara umum hasil pengukuran tanaman genjer disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil pengukuran tanaman genjer L. flava Besaran pengukuran Rata-rata cm Ukuran minimal cm Ukuran maksimal cm Panjang daun 9,63 ± 0,54 9,00 10,70 Diameter daun 7,51 ± 0,12 7,30 7,70 Panjang batang 24,12 ± 0,77 23,00 25,50 Tebal batang 0,67 ± 0,11 0,43 0,97 Keterangan: Data diperoleh dari 30 tangkai tanaman genjer L. flava Hasil pengukuran daun genjer meliputi panjang daun dan diameter daun menunjukkan nilai berkisar pada 9,63± 0,54 cm dan 7,51± 0,12 cm. Panjang daun minimal adalah 9 cm dan maksimal adalah 10,70 cm. Diameter daun minimal sebesar 7,30 cm dan diameter daun maksimal sebesar 7,70 cm. Hasil pengukuran batang genjer meliputi panjang batang dan tebal batang menunjukkan nilai berkisar pada 24,12± 0,77 cm dan 0,67± 0,11 cm. Panjang batang genjer minimal sebesar 23 cm dan maksimal sebesar 25,50 cm. Tebal batang minimal sebesar 0,43 cm dan maksimal sebesar 0,97 cm. Selubung daun genjer sempit ke arah atas dan helai daun tipis, berwarna hijau muda, bentuk bulat, bulat telur atau berbentuk bulat panjang yang luas dan memiliki panjang daun berkisar antara 6 - 20 cm hampir sama-sama lebar. Puncak daun umumnya apiculate dengan hydathode kecil di ujungnya, dasar daun cuneate, dan margin daun berombak-ombak. Terdapat sekitar 1-4 peduncles tangkai bunga, yang aksila, tegak, berbentuk segitiga, diratakan di dasar dan memiliki panjang 120 cm Abhilash et al. 2009.

4.2 Komposisi Kimia Genjer L. flava

Analisis komposisi kimia genjer dilakukan melalui uji proksimat dalam kondisi segar dan setelah pengukusan dengan waktu pengukusan yang berbeda. Bagian tanaman genjer yang yang diteliti yaitu bagian yang dapat dimakan, terdiri dari daun dan batang. Analisis komposisi kimia yang dilakukan terdiri dari analisis kadar air, protein, lemak, abu, abu tidak larut asam, dan serat kasar. Komposisi kimia tanaman genjer dalam basis basah disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi kimia tanaman genjer dalam berat basah Analisa Proksimat Segar Segar Kukus 3 menit Kukus 5 menit Kadar air 93,91±0,13 79,34±0,15 92,49±0,04 91,27±0,04 Protein 2,38±0,00 0,28±0,01 2,81±0.53 2,03±0,31 Lemak 0,20±0,13 1,22±0,01 0,29±0,00 0,39±0,01 Kadar abu 0,89±0,13 0,79±0,03 0,99±0,01 0,70±0,14 Serat kasar 1,31±0,06 3,18±0,04 1,34±0,03 1,53±0,17 Abu tak larut asam 0,10±0,00 - 0,10±0,00 0,10±0,00 Hasil penelitian Saupi et.al. 2009 Hasil analisis komposisi kimia berdasarkan Tabel 4 menunjukkan perbedaan antara hasil penelitian dengan hasil Saupi el al. 2009. Menurut Miller 1996, komposisi akhir dari bagian tanaman yang dapat dimakan dipengaruhi dan dikontrol oleh kesuburan tanah, genetik tanaman, dan lingkungan pertumbuhan tanaman. Hal inilah yang menyebabkan hasil penelitian berbeda dengan yang dikemukakan oleh Saupi et al. 2009. Hasil analisis komposisi kimia genjer segar menunjukkan perubahan setelah dilakukan pengukusan. Kadar air, protein, dan abu mengalami penurunan, sedangkan kadar lemak, dan serat kasar mengalami peningkatan. Kadar air rata-rata genjer segar sebesar 93,91, kadar air pada genjer ini lebih besar daripada bayam 86,9, daun singkong 77,2, dan kangkung 89,7. Tingginya kadar air genjer ini tidak terlepas dari habitatnya yang berupa perairan. Menurut Rusyidi 2010 habitat perairan sebagai tempat hidup genjer menyebabkan kadar air tanaman genjer sangat tinggi. Jaringan penyusun organ menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan membentuk sistem ruang tempat terjadinya difusi ruang secara bebas. Menurut Utama et al. 2007, kandungan air pada tumbuhan dapat mencapai 85-98. Difusi gas ke dalam sel-sel tanaman diduga berawal dari pengangkutan sejumlah air oleh sistem pembuluh, kemudian terjadi penyerapan gas dengan tidak mengikutsertakan air melalui diafragma dari ruang antar selnya. Oleh karena itu semakin banyak gas yang dibutuhkan oleh tanaman air, maka semakin besar pula presentase air yang dikandung tanaman. Kadar air genjer setelah dilakukan proses pengukusan mengalami penurunan. Menurut Sulistiono 2009, perubahan kadar air pada proses pengukusan semanggi air disebabkan karena transfer panas dan pergerakan aliran air maupun udara, sehingga terjadi proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan yang mengakibatkan perubahan proses dehidrasi seperti penurunan konsentrasi protein pada makanan. Menurunnya kadar air pada sayuran akan mengakibatkan perubahan tekstur pada sayuran tersebut. Sayuran setelah dikukus akan menjadi lunak dan lebih mudah dikonsumsi. Kadar protein genjer segar hasil penelitian sebesar 2,38 lebih rendah dibandingkan bayam 3,50, kangkung 3,00, daun singkong 6,80, daun pepaya 8,00. Menurut Nosoetion et al. 1994 ketersediaan unsur nitrogen didalam media tumbuh tanaman tidak kalah penting dalam proses sintesis protein, baik sebagai asam amino, protein, klorofil dan tersedianya basa nitrogen terutama purin dan pirimidin. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan protein dari tiap-tiap jenis sayuran yang berbeda tempat hidupnya. Kadar protein genjer mengalami perubahan setelah dilakukan pengukusan yang menunjukkan adanya pengaruh proses pengukusan terhadap kadar protein genjer. Kadar lemak genjer segar hasil penelitian sebesar 0,20 lebih rendah dibandingkan bayam 0,50, kangkung 0,30, daun singkong 1,20, dan daun pepaya 20. Kadar lemak genjer segar hasil penelitian lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Saupi et al. 2007. Kadar lemak yang rendah pada sayuran mengakibatkan sayuran tidak mudah mengalami proses oksidasi yang mengakibatkan kerusakan pada bahan pangan. Kandungan lemak pada buah dan sayuran umumnya sedikit, lemak yang terkandung dalam pangan nabati biasanya berupa asam lemak tidak jenuh Wirakusumah 2007. Kadar lemak genjer mengalami perubahan setelah dilakukan pengukusan. Terjadi peningkatan kadar lemak setelah pengukusan, hal ini diduga karena proporsional terhadap penurunan kadar air, protein, dan abu. Kadar abu genjer segar hasil penelitian sebesar 0,90 berbeda dengan hasil kadar abu genjer segar yang dilakukan oleh Saupi et al. 2009 yaitu sebesar 0,79. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi habitat dan kandungan mineral di dalam tanah maupun lumpur yang berbeda. Kandungan abu dan komponennya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu genjer segar mengalami perubahan setelah dilakukan pengukusan. Kandungan serat kasar genjer segar hasil penelitian sebesar 1,31. Kandungan serat ini lebih besar apabila dibandingkan dengan kandungan serat pada bayam 0,9 dan selada 0,8. Serat banyak berasal dari dinding sel berbagai sayur dan buah-buahan. Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, dan non-karbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gumi, dan mucilage. Serat pada bahan pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil Winarno 2008. Kadar abu tidak larut asam yang diperoleh dalam penelitian adalah sebesar 0,10, kadar tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan EEC yaitu maksimum sebesar 2, sedangkan FAO dan FCC menetapkan maksimum 1. Menurut Basmal et al. 2003, kadar abu tak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan. T ingginya kadar abu tak larut asam pada teh daun murbei kanva mencerminkan tingginya kandungan logam yang terkandung di dalamnya. Abu tak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam tanaman genjer. Proses pegukusan secara nyata mengakibatkan perubahan komposisi kimia genjer. Hasil analisis menunjukkan penurunan setelah dilakukan pengukusan. Komposisi kimia tanaman bagian genjer berat kering setelah pengukusan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi kimia tanaman genjer berat kering setelah pengukusan Analisa proksimat Segar Kukus 3 menit Kukus 5 menit Kadar air Protein 39,12±0,86 a 37,46±6,84 a 23,23±3,46 b Lemak 3,29±2,10 a 3,92±0,01 a 4,52±0,06 a Kadar abu 14,73±2,54 a 13,24±0,02 a,b 8,01±1,58 b Serat kasar 21,54±1,41 a 17,84±0,47 a 17,51±2,02 a Abu tak larut asam 1,64±0,04 a 1,31±0,00 c 1,13±0,01 b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu baris menunjukkan bahwa perbedaan waktu pengukusan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap komposisi kimia p0,05 Tabel 5 menunjukkan hasil perubahan komposisi kimia genjer setelah pengukusan dalam berat kering. Menurut Rahayu 2010 pemanasan dengan pengukusan kadang-kadang tidak merata karena bahan makanan di bagian tepi biasanya mengalami pengukusan berlebihan, sementara di bagian tengah mengalami pengukusan lebih sedikit. Pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus Harris dan Karmas 1989. Kadar protein genjer segar basis kering sebesar 39,14 menurun menjadi 32,49 setelah pengukusan 3 menit dan 20,73 setelah pengukusan 5 menit. Hasil uji lanjut duncan Lampiran 13d, menunjukkan bahwa perlakuan kukus 3 menit tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein genjer segar, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein genjer dengan perlakuan kukus 5 menit. Menurut Gaman dan Sherrington 1992, perlakuan pemanasan pada suatu bahan pangan menyebabkan protein terkoagulasi dan terhidrolisis secara sempurna. Pengaruh pengukusan menyebabkan protein terdenaturasi dan membentuk agregat-agregat gel, endapan dan sebagainya. Dalam jaringan sel sayuran, protein tersimpan di vakuola dalam bentuk asam amino, di membran sel dalam bentuk lipoprotein dan dalam inti sel sebagai nukleoprotein Johnson dan Uriu 1990. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar lemak basis kering genjer setelah pengukusan mengalami peningkatan, namun berdasarkan hasil uji lanjut duncan Lampiran 13c menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengukusan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak genjer. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya kadar lemak secara nominal pada pengujian sebenarnya tidak berpengaruh secara statistik. Kadar abu pada genjer segar basis kering yaitu sebesar 14,80, menurun setelah mengalami proses pengukusan menjadi 13,31 pada kukus 3 menit dan 8,02 pada kukus 5 menit. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan Lampiran 13e menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengukusan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu genjer. Hal ini sejalan dengan penelitian Rusydi 2010 yang menyatakan bahwa presentase air yang hilang pada proses pengukusan genjer sedikit, sehingga kehilangan mineral yang larut dalam air juga sangat sedikit. Kadar serat kasar genjer segar basis kering menurun dari 21,55 menjadi 17,84 pada kukus 3 menit dan menjadi 17,53 pada kukus 5 menit. Hasil uji lanjut duncan Lampiran 13g menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengukusan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar serat kasar genjer. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya Muchtadi 2001. Sebagian besar serat pada tumbuhan berupa selulosa dan terhidrolisis menjadi senyawa- senyawa yang lebih sederhana seperti selodekstrin yang terdiri dari satuan glukosa atau lebih sedikit, kemudian selobiosa dan akhirnya glukosa Robinson 1995. Kadar abu tidak larut asam genjer segar basis kering sebesar 1,64, mengalami penurunan menjadi 1,33 pada kukus 3 menit dan 1,14 pada kukus 5 menit. Hasil uji lanjut duncan Lampiran 13f menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu tidak larut asam genjer. Menurut Basmal et al. 2003, kadar abu tak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan. Abu tak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam tanaman genjer.

4.3 Kandungan Vitamin Genjer L. flava