Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Rancangan Percobaan dan Analisis Data

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Industri Hasil Perairan dan Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis proksimat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis mineral di Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan Fakultas Peternakan dan analisis kadar vitamin dilakukan di Balai Besar Industri Agro BBIA Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah genjer L. flava. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat meliputi akuades; kjeltab jenis selenium; larutan H 2 SO 4 pekat, asam borat H 3 BO 3 2 yang mengandung indikator bromcherosol green-methyl red 1:2 berwarna merah muda; larutan HCl 0,1 N; pelarut lemak n-heksana; larutan HCl 10; dan larutan AgNO 3 0,10 N. Analisis serat kasar menggunakan H 2 SO 4 1,25; NaOH 1,25; dan alkohol. Bahan yang digunakan untuk analisis vitamin C adalah asam metafosfat 0,3 M dan asam asetat 1,4 M. Analisis beta karoten menggunakan bahan-bahan yaitu KOH dalam metanol 5; hekasana aseton; akuades; gas N 2 dan Na 2 SO 4; dan Fenolftalein 1. Bahan yang digunakan untuk analisis mineral adalah HNO 3; HClO 4; H 2 SO 4; dan HCl. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian meliputi: cawan, oven, desikator, tanur, labu kjeldahl, erlenmeyer, dan alat ekstraksi soxhlet untuk analisis proksimat. Pengujian vitamin menggunakan tabung reaksi, becker glass, mortar, erlenmeyer, HPLC Shimadzu LC 9A dan labu ukur. Analisis mineral menggunakan AAS Atomic absorption spectrophotometer, hot plate, labu takar 100 ml, glass wool.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahapan pengambilan sampel, preparasi bagian sampel yang dapat dimakan, pengukusan, analisis kimia tanaman genjer berupa analisis proksimat kadar air, lemak, protein, abu, dan abu tidak larut asam, serat, analisis kandungan vitamin C, beta-karoten, dan analisis kandungan mineral. Diagram alir metode penelitian disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Diagram alir metode penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel genjer diambil dari Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga - Bogor. Tanaman genjer yang digunakan dalam penelitian berumur kira-kira satu bulan. Tanaman genjer ini tumbuh di daerah sekitar persawahan. Sampel tanaman genjer yang diambil untuk pengukuran morfometrik tanaman adalah sebanyak 30 sampel yang diharapkan dapat mewakili seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian ini.Tanaman genjer yang tumbuh di tepi sawah dengan cara diambil dengan media tumbuhnya yaitu tanah dan sedikit air lalu dimasukkan ke dalam Pengambilan sampel genjer dan preparasi Penentuan ukuran dan berat rata- rata sampel Analisis kimia: 1. Analisis proksimat 2. Analisis mineral 3. Analisis vitamin C 4. Analisis beta karoten Genjer segar Genjer kukus 5 ’ Genjer kukus 3 ’ kantong plastik agar sampel tidak mudah layu. Sampel selanjutnya dipreparasi untuk tahap selanjunya.

3.3.2 Pengukuran tanaman genjer

Pengukuran tanaman genjer dilakukan terhadap daun dan batang tanaman. Tanaman genjer yang diukur berjumlah 30 sampel. Pengukuran daun meliputi panjang dan lebar daun serta pengukuran batang meliputi panjang dan tebal batang. Pengukuran panjang dan lebar daun, serta panjang tangkai dilakukan dengan penggaris stainless merk kenko. Pengukuran tebal tangkai menggunakan jangka sorong merk NSK. Panjang daun diukur dari ujung daun hingga pangkal dekat batang dengan menggunakan penggaris. Diameter daun diukur dari sisi kanan hingga kiri pada bagian tengah daun dengan menggunakan penggaris. Panjang batang diukur dari ujung batang dekat daun hingga pangkal batang dekat akar dengan menggunakan penggaris. Ketebalan batang diukur pada bagian tengah batang dengan menggunakan jangka sorong Lampiran 15. Setelah pengukuran selesai, genjer kemudian diprepasi untuk diambil bagian-bagian yang biasanya dikonsumsi masyarakat. Tanaman genjer selanjutnya dibagi dalam tiga perlakuan, yaitu segar, kukus 3 menit, dan kukus 5 menit.

3.3.3 Pengukusan Tanaman Genjer

Pengukusan genjer dilakukan terhadap bagian dari tanaman genjer yang dapat dikonsumsi, yaitu daun dan batang. Proses pengukusan bertujuan untuk menentukan perubahan yang terjadi terhadap analisis proksimat, kandungan vitamin C, beta karoten, serta mineral genjer. Proses pengukusan dilakukan pada menit ke 3 dan 5 hingga daun terlihat agak layu tetapi warna genjer tetap hijau. Waktu pengukusan yang digunakan merupakan waktu yang biasa digunakan masyarakat ketika mengukus. Langkah selanjutnya setelah proses pengukusan adalah analisis proksimat kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu tidak larut asam, serat kasar, pengujian kandungan vitamin C, beta karoten dan mineral. Pengukusan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan kandungan gizi genjer segar dan yang telah dikukus.

3.3.4 Analisis proksimat AOAC 2005

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya analisis kadar air, abu, lemak, protein dan abu larut asam. 1 Analisis kadar air AOAC 2005 Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator kurang lebih 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 o C selama 5 - 8 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai proses kemudian cawan tersebut diletakkan pada desikator ± 30 menit dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air : Kadar air = B – C x 100 B – A Keterangan : A = Berat cawan kosong gram B = Berat cawan yang diisi dengan sampel gram C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan gram 2 Analisis kadar abu AOAC 2005 Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 o C, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 o C sampai pengabuan sempurna, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus: Kadar abu = C – A x 100 B – A Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong gram B = Berat cawan dengan sampel gram C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan gram 3 Analisis kadar abu tidak larut asam menurut SNI-2354.1-2010 SNI 2010 Abu bekas pengukuran kadar abu total dilarutkan dengan penambahan 25 ml HCl 10, didihkan selama 5 menit, saring larutan dengan kertas saring bebas abu dan cuci dengan air suling sampai bebas klorida. Selanjutnya keringkan kertas saring dalam oven, setelah dikeringkan kertas saring dimasukkan di dalam cawan porselin yang sudah diketahui berat tetapnya kemudian abukan dalam tanur listrik pada suhu 600 ⁰C. Setelah dilakukan pengabuan sampel didinginkan di dalam desikator dan kemudian ditimbang beratnya dan diukur kadar abu tidak larut asam dengan rumus: Kadar serat kasar = C – A x 100 Berat sampel Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong gram C = Berat cawan dengan sampel abu tak larut asam gram 4 Analisis kadar protein AOAC 2005 Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram; kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml; lalu ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 ml H 2 SO 4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410 o C sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40; kemudian dilakukan proses destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat H 3 BO 3 2 dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 200 ml maka proses destilasi dihentikan, lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : N = ml HCL – ml blanko x N HCL x fp x 14,007 x 100 mg berat sampel Kadar protein = N x faktor konversi Faktor Konversi = 6,25 5 Analisis kadar lemak AOAC 2005 Sampel seberat 5 gram W 1 dimasukkan ke dalam kertas saring dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W 2 dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 ºC dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W 3 . Perhitungan kadar lemak: Kadar lemak = W3 – W2 x 100 W3 Keterangan : W 1 = Berat sampel gram W 2 = Berat labu lemak kosong gram W 3 = Berat labu lemak dengan lemak gram

3.3.5 Analisis kadar serat kasar SNI 01-2891-1992

Metode analisis kadar serat kasar yaitu sebanyak 2-4 gram sampel dilarutkan dengan 100 ml H 2 SO 4 1,25 dan dipanaskan hingga mendidih kemudian didestruksi selama 30 menit dan ditambahkan 50 ml NaOH 1,25, kemudian didihkan kembali. Tahap selanjutnya adalah disaring menggunakan kertas saring Whatman ф:10 cm dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dibilas dengan 100 ml NaOH 1,25 selama 30 menit. Setelah itu disaring dengan cara seperti diatas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H 2 SO 4 1,25; 2,5 ml air sebanyak 3 kali; dan 25 ml alkohol. Residu beserta kertas saring dipindahkan ke cawan porselin yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan dalam oven 130 o C selama 2 jam. Setelah dingin residu beserta cawan porselin ditimbang A, dan dimasukkan dalam tanur 600 o C selama 30 menit, lalu didinginkan dan ditimbang kembali B. Penghitungan kadar serat kasar pada genjer: kadar serat kasar = berat endapan pada kertas saring – berat abu x 100 berat sampel

3.3.6 Analisis vitamin C Ismail dan Fun 2003

Vitamin C diekstraksi menurut metode modifikasi dari Abdulnabi et al. 1997. Sebanyak 10 gram sampel dihomogenkan dengan asam metafosfat 0,3 M dan asam asetat 1,4 M. Campuran ditempatkan dalam gelas ukur dibungkus dengan aluminium foil dan dihomogenkan dengan orbital shacker pada kecepatan 100 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Campuran tersebut kemudian disaring melalui kertas Whatman No 4 untuk mendapatkan ekstrak. Semua sampel diekstraksi dalam tiga ulangan. Dua teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi vitamin C pada kromatogram adalah membandingkan waktu retensi dan spiking tes dengan L-asam askorbat. Standar vitamin C dibuat dengan melarutkan 100 mg asam L-askorbat dalam asam metafosfat 0,3 M dan asam asetat 1,4 M, larutan pada konsentrasi akhir 1 mg ml. Ekstrak yang berisi vitamin C dapat dianalisis menggunakan HPLC. Sistem yang dianjurkan adalah sebagai berikut: Fase gerak : 0,1 M potassium acetate pH 4,9, Acetonitrile-air 50:50 Kolom : reverse phase C18 Kecepatan aliran : 1,5 mlmenit Detektor : UV visible 254 nm Rekorder : 1 cmmenit

3.3.7 Analisis beta karoten Ismail dan Fun 2003

Beta karoten dalam sampel diekstraksi menurut metode yang dijelaskan oleh Tee et al. 1996. Sampel sebanyak 10 gram ditambahkan dengan 40 ml etanol 99,8 dan 10 ml kalium hidroksida 100 wv, dan dihomogenisasi selama 3 menit menggunakan magnetic stirrer. Campuran selanjutnya disaponifikasi menggunakan alat refluks dan dipanaskan menggunakan water bath selama 30 menit, selanjutnya didinginkan pada suhu ruang. Campuran kemudian dipindahkan ke labu ukur dan ditambahkan 50 ml n-heksan hingga tanda tera. Labu ukur kemudian dikocok kuat selama beberapa detik untuk memisahkan lapisan. Lapisan atas ekstrak heksana dipipet keluar dan lapisan berair kembali diekstraksi dua kali dengan 50 ml n-heksan. Lapisan atas ini dikumpulkan dan dicuci dengan air suling sampai bebas alkali. Fenolftalein 1 digunakan untuk memeriksa apakah masih ada alkali atau tidak. Kehadiran alkali memberikan indikator warna merah muda. Ekstrak kemudian disaring dengan Na 2 SO 4 untuk menghilangkan semua sisa air. Residu heksana dihapus dengan menggunakan rotary evaporator pada tekanan rendah 45 °C. Ekstrak yang dihasilkan diencerkan sampai 10 ml dengan n-heksana. Semua sampel dilakukan di tiga ulangan. Ekstrak yang berisi beta karoten dapat dianalisis menggunakan HPLC. Sistem yang dianjurkan adalah sebagai berikut: Fase gerak : Acetonitrile:methanol:ethyl acetate 88:10:2 Kolom : reverse phase C18 Kecepatan aliran : 1.0 mlmin Detektor : UV visible 250 nm Rekorder : 1 cmmenit

3.3.8 Analisis mineral APHA 2005

Analisis mineral dan logam berat dilakukan untuk mengetahui profil atau komposisi mineral makro, mineral mikro dan logam berat yang terdapat pada genjer. a. Pengujian mineral Fe, Zn, Ca, K, Mg, Cu, dan Na Sampel yang akan diuji kadar mineralnya dilakukan pengabuan basah terlebih dahulu. Proses pengabuan basah dilakukan dengan sampel ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. Ke dalam labu ditambahkan 5 ml HNO 3 dan dibiarkan selama 1 jam. Labu ditempatkan di atas hotplate selama ± 4 jam dan biarkan selama semalam dalam keadaan sampel tertutup, kemudian tambahkan 0,4 ml H 2 SO 4 pekat, dipanaskan di atas hotplate sampai larutan berkurang lebih pekat. Ditambahkan 2-3 tetes campuran HClO 4 dan HNO 3 2:1, sampel tetap berada di atas hotplate karena pemanasan terus berjalan hingga terjadi perubahan warna. Setelah ada perubahan warna, pemanasan tetap dilanjutkan 10-15 menit. Sampel dipindahkan, didinginkan dan ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan menjadi 100 ml dalam labu takar. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam AAS merk Shimadzu tipe AA 680 flame emission. Kemudian diukur absorbansinya atau tinggi puncak dari standar blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan spektrofotometer. Merk lampu katoda yang digunakan dalam analisis mineral adalah Hammamatsu, dengan panjang gelombang untuk mineral natrium adalah 589,0 nm; kalsium dengan panjang gelombang 422,7 nm; kalium dengan 766,5 nm; magnesium dengan 285,2 nm; besi dengan 248,3 nm; seng dengan 213,9 nm; tembaga dengan 324,7 nm; dan selenium dengan panjang gelombang 196,0 nm. Pembakaran sampel dilakukan dengan campuran udara dan asetilen. b. Pengujian fosfor Sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Sampel dicampurkan dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam sampel akan bereaksi dengan pereksi-pereksi tersebut dan membentuk kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna biru dan intensitas warnanya diukur dengan panjang gelombang 660 nm. Sebanyak 20 g ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat untuk pembuatan pereaksi molibdat. Kemudian timbang 1 gram ammonium vanadat untuk dilarutkan dalam 300 ml akuades dan didinginkan, secara perlahan-lahan ditambah 140 ml asam nitrat pekat, setelah tercampur ditambahkan pereaksi larutan vanadat molibdat dan diencerkan sampai volume 1 liter dengan akuades.

3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh waktu pengukusan adalah metode rancangan acak lengkap RAL dengan satu faktor dan 3 taraf, yaitu genjer segar, kukus 3 menit, dan kukus 5 menit. Data dianalisis dengan ANOVA Analysis Of Variant menggunakan uji F. Penelitian ini dilakukan dengan 2 kali ulangan. Model rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut: y ijk = µ + A i + B j + AB ij + έ ijk Keterangan: y ij = hasil pengamatan faktor A taraf ke-I I = 1, 2,3 dan faktor B taraf ke-j j 1, 2, 3 pada ulangan ke-k k = 1, 2 µ = rataan umum A i = pengaruh faktor kondisi sampel faktor A taraf ke-i B j = pengaruh faktor waktu pengukusan faktor B taraf ke-j AB ij = pengaruh interaksi kondisi sampel taraf ke-i dan waktu pengukusan taraf ke-j έ ijk = sisaan akibat kondisi sampel taraf ke-I dan waktu pengukusan taraf ke-j pada ulangan ke-k Hipotesa terhadap karakteristik genjer dengan waktu pengukusan yang berbeda adalah sebagai berikut: H = Perbedaan waktu pengukusan tidak memberikan pengaruh terhadap karakteristik kimia, vitamin, dan mineral genjer H 1 = Perbedaan waktu pengukusan memberikan pengaruh terhadap karakteristik kimia, vitamin, dan mineral genjer Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap karakteristik kimia dan mineral genjer maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dengan rumus sebagai berikut: Duncan = q p,db s Keterangan : q = Nilai tabel q p = banyaknya perlakuan KTS = Kuadrat tengah sisa db s = Derajat bebas sisa r = Banyaknya ulangan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik dan Morfologi Genjer L. flava