Kandungan Vitamin Genjer L. flava

genjer. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya kadar lemak secara nominal pada pengujian sebenarnya tidak berpengaruh secara statistik. Kadar abu pada genjer segar basis kering yaitu sebesar 14,80, menurun setelah mengalami proses pengukusan menjadi 13,31 pada kukus 3 menit dan 8,02 pada kukus 5 menit. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan Lampiran 13e menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengukusan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu genjer. Hal ini sejalan dengan penelitian Rusydi 2010 yang menyatakan bahwa presentase air yang hilang pada proses pengukusan genjer sedikit, sehingga kehilangan mineral yang larut dalam air juga sangat sedikit. Kadar serat kasar genjer segar basis kering menurun dari 21,55 menjadi 17,84 pada kukus 3 menit dan menjadi 17,53 pada kukus 5 menit. Hasil uji lanjut duncan Lampiran 13g menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengukusan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar serat kasar genjer. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya Muchtadi 2001. Sebagian besar serat pada tumbuhan berupa selulosa dan terhidrolisis menjadi senyawa- senyawa yang lebih sederhana seperti selodekstrin yang terdiri dari satuan glukosa atau lebih sedikit, kemudian selobiosa dan akhirnya glukosa Robinson 1995. Kadar abu tidak larut asam genjer segar basis kering sebesar 1,64, mengalami penurunan menjadi 1,33 pada kukus 3 menit dan 1,14 pada kukus 5 menit. Hasil uji lanjut duncan Lampiran 13f menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu tidak larut asam genjer. Menurut Basmal et al. 2003, kadar abu tak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan. Abu tak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam tanaman genjer.

4.3 Kandungan Vitamin Genjer L. flava

Kandungan vitamin C genjer segar lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan vitamin C genjer setelah proses pengukusan. Kandungan vitamin C genjer segar dalam berat kering adalah sebesar 46,63 mg100 g. Hal ini berbeda dengan yang dikemukakan oleh Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan 1992 yang diacu dalam Astawan dan Kasih 2008, kandungan vitamin C genjer segar Limnocharis flava adalah sebesar 54 mg100 g. Perbedaan tersebut diduga karena perbedaan lokasi tumbuh dan keadaan alam dari tempat hidup genjer. Kandungan vitamin C pada genjer segar ini tergolong sedang. Menurut Somsub et al. 2007 kandungan vitamin C dalam sampel sayur dibagi dalam tiga tingkatan yaitu kategori tinggi 71,8 mg100 g, sedang 9,6-71,6 mg100 g, dan rendah kurang dari 9,6 mg100 g. Hasil kandungan vitamin C genjer segar dan genjer kukus menunjukkan penurunan, nilai vitamin C pada genjer segar sebesar 46,63 mg100 g menurun setelah pengukusan 3 menit menjadi 43,81 mg100 g dan pada pengukusan 5 menit semakin menurun menjadi 37,34 mg100 g. Pada pengukusan 3 menit, kadar vitamin C menurun sebesar 6,05 dan pada pengukusan 5 menit menurun sebesar 20,06. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan menyebabkan kandungan vitamin C semakin menurun. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan Lampiran 15c menyatakan bahwa perlakuan kukus 3 menit tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan vitamin C genjer segar, namum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar vitamin C pada pengukusan 5 menit. Menurut Somsub et al.2007 kandungan vitamin C secara signifikan menurun pada tiga metode pemasakan perebusan, pengukusan, dan penumisan, mulai dari 14,4 hingga 94,6. Perebusan menghilangkan vitamin C sebesar 23,9 hingga 94, karena ketidakstabilan terhadap suhu tinggi dan mudah larut dalam air yang menyebabkan vitamin C larut dalam air rebusan yang umumnya dibuang setelah memasak. Sedangkan proses pengukusan menggunakan uap panas dari air, sehingga penurunan kadar vitamin C yang terjadi relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan proses perebusan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Oboh 2005 bahwa pengolahan berbagai makanan dengan metode konvensional membawa kerugian terhadap kandungan vitamin C pada sayuran berdaun. Penurunan kandungan vitamin C dapat dikaitkan dengan fakta bahwa vitamin C larut dalam air dan pada saat yang sama tidak tahan terhadap panas. Kandungan beta karoten genjer segar dan setelah pengukusan mengalami penurunan. Nilai beta karoten genjer segar dalam berat kering sebesar 69,62 mg100 g, berubah setelah pengukusan 3 menit menjadi 44,87 mg100 g, dan pada pengukusan 5 menit menjadi 18,44 mg100 g. Menurut Subekti 1998 pengukusan menurunkan kandungan beta karoten secara nyata padasawi hijau 59, bunga kol 14, dan bayam 17. Sebagimana menurut Apriyantono 2002 bahwa pada zat gizi lainnya, nilai beta karoten akan menurun akibat adanya proses pemanasan. Proses pengukusan pada penelitian ini menyebabkan kehilangan kadar beta karoten sebesar 33,55 pada pengukusan 3 menit dan pada pengukusan 5 menit sebesar 73,51. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan Lampiran 15d menyatakan bahwa perbedaan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar beta karoten genjer. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan menyebabkan kadar beta karoten semakin menurun. Menurut Olemo et al. 2011 kehilangan beta karoten dengan presentase rendah 10 diamati pada Solanum incanum dapat dikaitkan dengan metode pengolahan yang berbeda. Beta karoten adalah zat gizi mikro aktif sebagai komponen dari karotenoid yang dikenal sebagai pro vitamin A Almatsier 2004. Walaupun genjer mengandung pro vitamin A tetapi hasil analisis vitamin A pada genjer segar terdeteksi dalam jumlah kecil dibawah limit deteksi alat 0,005 ppm.

4.4 Kandungan Mineral Genjer Limnocharis flava