Komponen Dinamika Struktur Tegakan DST

38

4.3 Komponen Dinamika Struktur Tegakan DST

Untuk menduga besarnya rekrutmen digunakan Persamaan [4] dan [5] yang dikembangkan oleh Buongiorno dan Michie 1980 serta Michie dan Buongiorno 1984 dengan menggunakan peubah tegakan sebagai peubah penduga, yaitu jumlah pohon total dan jumlah luas bidang dasar total. Penduga parameter regresi linier berganda pada Persamaan [4] P4LR ditentukan dengan metode sesuai dengan pemenuhan asumsi yang mendasari regresi linier berganda, sedangkan pada Persamaan [4] P5LR selain dengan metode seperti pada P4LR, juga dengan metode “seemingly unrelated regression ”, yaitu secara serentak bersama-sama a i dan b i P5SUR. Tabel 7 Dugaan parameter persamaan regresi penduga rekrutmen Koefisien regresi Metode Kelompok jenis β β 1 β 2 a 1 F hitung Sig . R² D 13,73 2,89 -1,27 0,53 0,08 0,03 --- 3,34 0,04 0,074 P4LR ND -3,26 4,55 1,02 0,61 0,06 0,02 --- 22,5 0,00 0,422 D 6,67 2,57 0,64 0,41 -0,004 0,08 0,72 0,20 93,48 0,00 0,825 P5LR ND -3,99 1,83 -0,61 0,60 0,20 0,08 0,73 0,08 1552,19 0,00 0,988 D 8,07 2,38 -0,12 0,57 0,076 0,08 0,64 0,18 --- 0,00 0,739 P5SUR ND -3,19 3,54 -2,00 0,73 0,37 0,10 0,57 0,14 --- 0,00 0,912 Keterangan : D = dipterocarpaceae; ND = nondipterocarpaceae P4LR = Persamaan [4] dengan linear regression biasa P5LR = Persamaan [5] dengan linear regression biasa P5SUR = Persamaan [5] dengan SUR berpengaruh nyata α = 0,05 berpengaruh sangat nyata α = 0,01 Sig . = p-value H diterima bila Sig. ≥ α Dari hasil penduga rekrutmen dengan metode P4LR pada KJD diketahui bahwa rekrutmen berkurang 1,27 pohon ha -1 per 3 tahun untuk setiap peningkatan 1 m² ha -1 luas bidang dasar, namun bertambah sebesar 0,08 pohon ha -1 per 3 tahun untuk setiap peningkatan 1 pohon ha -1 Tabel 7. Kecenderungan hubungan seperti itu sesuai dengan Michie Buongiorno 1984 yang menyatakan bahwa rekrutmen berbanding terbalik dengan luas bidang dasar tetapi berbanding lurus dengan jumlah pohon. Kesesuaian ini juga terjadi pada penduga rekrutmen dengan metode P5LR pada KJN dan P5SUR baik pada KJN maupun KJD. Namun, pola hubungan seperti itu tidak terjadi pada penduga rekrutmen dengan metode P4LR pada KJN dan metode P5LR pada KJD. Ketidakkonsistenan tersebut mungkin karena data yang ada atau model regresi yang digunakan belum cukup bisa menjelaskan fenomena rekrutmen yang sebenarnya terjadi di alam. Hal tersebut ditunjukan oleh relatif besarnya nilai galat baku pada beberapa dugaan parameter persamaan regresinya Tabel 7, sehingga beberapa nilai koefisien tersebut tidak nyata pada tingkat keyakinan 95. Selain karena keterbatasan model, 39 ketidakkonsistenan tanda pada koefisien regresi dan adanya hubungan yang tidak nyata tersebut mungkin juga terjadi karena rekrutmen dalam tegakan merupakan suatu proses yang acak Buongiorno et al. 1995. Ketidakkonsistenan seperti ini juga terjadi pada persamaan rekrutmen dengan Metode II dan Metode III hasil penelitian Michie Buongiorno 1984 pada hutan campuran di Wisconsin dan Michigan. Persamaan rekrutmen juga tidak bisa diperoleh oleh Mendoza Setyarso 1986 pada hutan alam produksi di Kalimantan Selatan karena tidak ada hubungan yang nyata antar peubah penyusun modelnya. Penduga nilai proporsi pohon tetap a i dan proporsi pohon tambah tumbuh b i pada masing-masing kelas diameter KD untuk setiap kelompok jenis KJ, ditentukan dengan menggunakan 4 empat metode, seperti yang telah diuraikan dalam Bab Metode Penelitian. Persamaan penduga nilai proporsi pohon tetap a i dan proporsi pohon tambah tumbuh b i dengan menggunakan Metode I Met-1, disajikan pada Tabel 9; sedangkan nilai proporsi pohon tetap a i dan proporsi pohon tambah tumbuh b i dengan Metode II, III dan IV Met-2, Met-3 dan Met-4, diringkas dalam Tabel 9. Dari Tabel 8a diketahui bahwa persamaan penduga proporsi tambah tumbuh pada KJD menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata p-value 0,05 untuk KD15 kelas diameter 15,0-19,9, KD40, dan KD50 dengan koefisien determinasi R² berkisar 8,9-15,9, sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata p-value 0,05. Persamaan penduga proporsi tetap pada KJD juga menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata untuk KD15, KD40, dan KD50 dengan R² berkisar 9,9-15,6 Tabel 8b, untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata. Persamaan penduga proporsi tambah tumbuh pada KJN menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata pada KD15, KD20, KD25, KD30, dan KD35 dengan R² berkisar 7,7-14,9 Tabel 8c, sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata. Persamaan penduga proporsi tetap pada KJN menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata untuk KD20, KD25, KD30, dan KD35 dengan R² berkisar 8,1- 19,9 Tabel 8d, sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata. Keseluruhan persamaan penduga proporsi tambah tumbuh dan tetap baik pada KJD maupun KJN memiliki R² kurang dari 50, dengan kisaran 1,6-15,9 tambah tumbuh KJD; 0,2-15,6 tetap KJD; 2,8-14,9 tambah tumbuh KJN; dan 0,2-19,9 tetap KJN. Bervariasi atau lebarnya rentang nilai R² tersebut menunjukkan bahwa peranan peubah bebas dalam menerangkan komponen DST mungkin bersifat spesifik untuk setiap KD pada masing-masing KJ. Bahkan pada KD-KD tertentu peubah-peubah 40 bebas yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan contoh yang ada, belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap proporsi tambah tumbuh ataupun proporsi tetap baik pada KJD maupun KJN. Hasil penelitian Krisnawati 2001 pada hutan alam bekas tebangan tanah kering di Kalimantan Tengah, menunjukan bahwa persamaan penduga tambah tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 20,1-37,6 dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari kerapatan pohon, luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 11,8-29,3. Hasil kajian Labetubun et al. 2004 di Maluku Utara menunjukan bahwa persamaan penduga tambah tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 10,7-14,6 dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari diameter pohon menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 12,4-29,6. Lin et al. 1996, dalam penelitiannya pada hutan “northern hardwood“ di Wisconsin USA, mendapatkan bahwa persamaan penduga tambah tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar, diameter dan diameter kuadrat menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 9-12 dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari diameter dan diameter kuadrat menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 3-9. Suhendang 1998 menyatakan bahwa untuk data yang berasal dari alam, nilai R² yang rendah dapat dipengaruhi oleh karena tidak terkendalinya pengaruh berbagai faktor lingkungan, baik yang bersifat hayati maupun non hayati dan interaksi di antara faktor-faktor tersebut. Secara umum, dari keseluruhan persamaan pada setiap KD dengan menggunakan Metode I ini, tanda pada nilai koefisien regresi untuk setiap peubah bebas memperlihatkan adanya ketidakkonsistenan arah hubungan sehingga tanda dari nilai koefisien tersebut tidak dapat ditafsirkan untuk menggambarkan arah hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya. Ketidakkonsistenan arah hubungan tersebut, seperti halnya rentang nilai koefisien determinasi yang lebar, semakin menunjukkan bahwa peranan peubah bebas dalam menerangkan komponen DST kemungkinan bersifat spesifik untuk setiap KD pada masing-masing KJ. 41 Tabel 8 Koefisien regresi penduga proporsi tambah tumbuh dan tetap dengan Metode I a Proporsi tambah tumbuh pada KJD KD cm b0 b1 b2 b3 b4 b5 F hit. Sig. R² adj. s 15,0–19,9 0,290 0,021 -0,211 0,004 0,015 -0,019 5,22 0,000 0,16 0,18 20,0–24,9 0,367 -0,063 0,297 -0,012 0,008 0,017 2,38 0,077 0,08 0,24 25,0–29,9 0,365 0,011 -0,098 -0,018 0,008 0,0003 0,88 0,498 0,03 0,26 30,0–34,9 0,490 0,037 0,149 -0,111 0,003 -0,004 0,56 0,730 0,02 0,30 35,0–39,9 0,371 0,007 0,397 -0,055 0,009 -0,005 0,65 0,659 0,02 0,35 40,0–44,9 0,413 -0,033 -0,102 -0,026 0,007 0,054 2,55 0,031 0,09 0,31 45,0–49,9 0,441 -0,026 1,376 -0,069 0,005 0,014 0,39 0,857 0,02 0,34 50,0–54,9 0,429 -0,079 -0,118 -0,002 0,019 0,047 3,03 0,013 0,11 0,37 55,0–59,9 0,212 -0,045 -2,266 0,126 0,007 0,056 0,84 0,525 0,04 0,39 b Proporsi tetap pada KJD KD cm b0 b1 b2 b3 b4 b5 F hit. Sig. R² adj. s 15,0–19,9 0,558 0,025 0,037 0,002 -0,012 0,025 3,03 0,013 0,10 0,20 20,0–24,9 0,616 0,061 -0,353 0,008 -0,005 -0,024 2,06 0,073 0,07 0,25 25,0–29,9 0,546 -0,008 0,280 -0,010 -0,002 -0,005 0,26 0,935 0,01 0,26 30,0–34,9 0,447 -0,013 -0,236 0,078 -0,001 0,006 0,58 0,719 0,02 0,31 35,0–39,9 0,490 0,011 0,074 0,027 -0,006 0,007 0,16 0,976 0,01 0,35 40,0–44,9 0,558 0,021 0,100 0,038 -0,005 -0,061 2,98 0,014 0,10 0,30 45,0–49,9 0,507 -0,018 0,113 0,095 -0,006 -0,018 0,50 0,778 0,02 0,34 50,0–54,9 0,437 0,058 0,984 0,051 -0,020 -0,058 4,29 0,001 0,15 0,39 55,0–59,9 0,644 0,017 -0,284 -0,043 0,001 -0,031 0,48 0,788 0,02 0,40 60 up 0,882 0,040 0,433 -0,077 -0,001 0,006 0,05 0,998 0,00 0,16 c Proporsi tambah tumbuh pada KJN KD cm b0 b1 b2 b3 b4 b5 F hit. Sig. R² adj. s 15,0–19,9 0,304 -0,014 -0,062 -0,012 0,012 -0,007 2,39 0,041 0,08 0,12 20,0–24,9 0,312 -0,021 0,038 -0,030 0,011 -0,009 4,10 0,002 0,13 0,13 25,0–29,9 0,249 -0,006 0,311 -0,029 0,007 -0,017 2,70 0,023 0,09 0,15 30,0–34,9 0,364 0,024 -0,869 -0,022 0,010 -0,013 3,12 0,011 0,10 0,18 35,0–39,9 0,369 -0,040 -0,196 0,018 0,012 -0,025 4,35 0,001 0,13 0,20 40,0–44,9 0,362 -0,011 0,021 -0,022 0,002 -0,009 0,78 0,569 0,03 0,22 45,0–49,9 0,390 -0,051 -0,135 0,013 0,010 -0,016 0,94 0,455 0,04 0,27 50,0–54,9 0,292 -0,062 0,374 0,065 0,012 -0,018 2,11 0,068 0,08 0,25 55,0–59,9 0,316 0,004 1,605 -0,090 0,010 -0,008 1,20 0,315 0,05 0,32 d Proporsi tetap pada KJN KD cm b0 b1 b2 b3 b4 b5 F hit. Sig. R² adj. s 15,0–19,9 0,706 -0,051 0,154 0,067 -0,009 -0,010 2,25 0,053 0,07 0,15 20,0–24,9 0,526 0,026 -0,114 0,055 -0,009 0,028 4,31 0,001 0,14 0,14 25,0–29,9 0,684 -0,028 -0,174 0,071 -0,006 0,015 3,27 0,008 0,10 0,14 30,0–34,9 0,522 -0,028 0,868 0,059 -0,011 -0,011 2,85 0,018 0,10 0,20 35,0–39,9 0,630 0,020 -0,217 0,039 -0,013 0,005 2,53 0,032 0,08 0,21 40,0–44,9 0,592 0,043 -0,438 0,0001 -0,006 0,003 0,72 0,613 0,03 0,23 45,0–49,9 0,580 0,051 -0,741 0,012 -0,007 -0,0003 1,20 0,313 0,04 0,26 50,0–54,9 0,647 0,047 -1,060 -0,017 -0,011 0,009 1,07 0,380 0,04 0,28 55,0–59,9 0,673 -0,056 -0,169 0,111 -0,006 -0,007 0,06 0,998 0,00 0,36 60 up 0,853 0,017 0,466 -0,047 0,004 0,002 0,51 0,766 0,02 0,15 Keterangan : b0 = koefisien elevasi intersep b1 = koefisien regresi pengaruh X1 jumlah pohon berdiameter 15 cm up ha -1 b2 = koefisien regresi pengaruh X2 jumlah pohon ha -1 pada KD ke-i b3 = koefisien regresi pengaruh X3 jumlah luas bidang dasar lbds pohon berdiameter 15 cm up ha -1 b4 = koefisien regresi pengaruh X4 [waktu tahun setelah penebangan] b5 = koefisien regresi pengaruh X5 [ketinggian dari permukaan laut m] Sig . = p-value H diterima bila Sig. α ; s = galat baku standard error 42 Tabel 9 Nilai dugaan proporsi tambah tumbuh b i dan tetap a i dengan tiga metode Dipt Non Dipt Koefisien Met-2 Met-3 Met-4 Koefisien Met-2 Met-3 Met-4 a 1 0.72 0.64 0.69 a 1 0.73 0.57 0.71 0.20 0.18 0.03 0.08 0.14 0.02 b 2 0.22 0.18 0.24 b 2 0.10 0.10 0.22 0.06 0.05 0.03 0.05 0.04 0.02 a 2 0.74 0.79 0.60 a 2 0.97 0.95 0.67 0.06 0.05 0.04 0.09 0.06 0.02 b 3 0.05 0.07 0.30 b 3 0.22 0.31 0.22 0.03t 0.03 0.04 0.04 0.04 0.03 a 3 0.85 0.82 0.54 a 3 0.70 0.66 0.64 0.06 0.05 0.04 0.08 0.08 0.02 b 4 0.22 0.17 0.34 b 4 0.38 0.38 0.23 0.06 0.04 0.04 0.05 0.04 0.02 a 4 0.61 0.67 0.52 a 4 0.74 0.71 0.64 0.09 0.06 0.05 0.07 0.05 0.03 b 5 0.61 0.55 0.37 b 5 0.14 0.14 0.25 0.08 0.06 0.05 0.05 0.04 0.03 a 5 0.51 0.67 0.64 a 5 0.89 0.88 0.70 0.07 0.06 0.06 0.08 0.05 0.04 b 6 0.38 0.26 0.31 b 6 0.43 0.32 0.22 0.07 0.05 0.06 0.07 0.06 0.03 a 6 0.65 0.72 0.61 a 6 0.54 0.78 0.72 0.08 0.05 0.05 0.09 0.06 0.04 b 7 0.30 0.30 0.34 b 7 0.23 0.31 0.23 0.06 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 a 7 0.56 0.61 0.63 a 7 0.53 0.48 0.75 0.10 0.09 0.06 0.08 0.06 0.04 b 8 0.36 0.29 0.31 b 8 0.31 0.47 0.19 0.10 0.06 0.06 0.09 0.06 0.05 a 8 0.47 0.48 0.63 a 8 0.63 0.59 0.71 0.08 0.07 0.07 0.09 0.07 0.05 b 9 0.34 0.48 0.30 b 9 0.14 0.13 0.22 0.09 0.07 0.07 0.08 0.05 0.04 a 9 0.54 0.62 0.63 a 9 0.68 0.58 0.72 0.10 0.11 0.07 0.09 0.06 0.06 b 10 0.45 0.46 0.31 b 10 0.37 0.33 0.19 0.13 0.11 0.07 0.08 0.07 0.06 a 10 1.04 1.03 0.93 a 10 1.06 1.06 0.91 0.04 0.04 0.03 0.05 0.03 0.03 Keterangan : angka dalam kurung adalah nilai galat baku : berpengaruh nyata α = 5; : berpengaruh sangat nyata α = 1 Berdasarkan nilai-nilai a i dan b i pada Tabel 9, dapat dihitung nilai mortalitas untuk masing-masing KD pada setiap metode, yaitu dengan formulasi : m i = 1 − a i − b i . Hasil perhitungan menunjukan bahwa mortalitas bernilai negatif terjadi pada beberapa KD yang dihasilkan Metode II dan III, baik pada KJD maupun KJN Tabel 10. Mortalitas negatif terjadi karena jumlah proporsi tetap dan tambah tumbuh pada KD yang sama lebih dari satu. Dari simulasi proyeksi ST juga diketahui bahwa proporsi tambah tumbuh dan tetap pada beberapa KD dengan Metode I juga menghasilkan nilai yang negatif. Mortalitas bernilai negatif juga diperoleh dalam hasil penelitian Michie 43 Buongiorno 1984 menggunakan Metode II dan III. Proporsi tambah tumbuh, tetap dan mortalitas bernilai negatif adalah hal yang tidak dapat diterima, karena tidak logis. Hal yang juga tidak logis dari hasil penelitian ini adalah diperolehnya proporsi tetap yang nilainya lebih dari satu pada KD terbesar pada Metode II maupun Metode III. Tabel 10 Mortalitas berdasarkan matriks transisi dengan tiga metode Mortalitas KJD Mortalitas KJN Kelas Diameter Metode2 Metode 3 Metode 4 Metode2 Metode 3 Metode 4 15-19,99 0.039 0.053 0.069 0.122 0.012 0.070 20-24,99 0.214 0.139 0.103 -0.186