Dinamika Struktur Tegakan Hutan Tidak Seumur

15 menggambarkan ST di Provinsi Kalimantan Tengah dengan terlebih dahulu mengelompokkan jenis pohon menjadi: kelompok jenis dipterokarpa, non-dipterokarpa, non-komersil dan semua jenis pada kondisi hutan primer dan beberapa tahun setelah penebangan 1, 2, 6, dan 8 tahun setelah penebangan. Hasilnya model tersebut dapat diterima oleh semua tegakan dengan R² berkisar antara 87-99. Wahjono dan Krisnawati 2002 juga menggunakan fungsi eksponensial negatif untuk menyusun model dinamika ST hutan alam rawa bekas tebangan di Provinsi Jambi. Berdasarkan sebaran nilai N o dan k yang diperoleh pada setiap unit contoh tegakan, secara hipotetis ST dapat dikelompokan menjadi 9 tipe ST dengan kriteria pengelompokan seperti yang disajikan pada Tabel 3 Suhendang 1994. Tabel 3 Kriteria pengelompokan tegakan berdasarkan nilai N o dan k Keterangan : k [1] = k minimum + a N o[1] = N o minimum + b k [2] = k minimum + 2a N o[2] = N o minimum + 2b a = k maksimum – k minimum 3 b = N o maksimum – N o minimum 3

2.7 Dinamika Struktur Tegakan Hutan Tidak Seumur

Pendugaan pertumbuhan hutan tidak seumur telah banyak dilakukan dengan berbagai skenario preskripsi pengelolaan hutan dalam upaya mencapai pengelolaan hutan yang lestari misalnya: Mendoza Setyarso 1986; Ingram Buongiorno 1996; Krisnawati 2001. Menurut Hao et al. 2005, hingga saat ini ada lima tipe model pertumbuhan tegakan tidak seumur, yaitu: 1 model tingkat tegakan stand-level models ; 2 sistem persamaan differensial; 3 rantai markov; 4 model matriks; 5 proyeksi tabel tegakan non linier. Model matriks telah banyak digunakan untuk mensimulasikan dinamika populasi satwa dan perkembangan tegakan hutan dinamika struktur tegakan. Dalam proses suksesi hutan, Shugart West 1980 menyatakan bahwa ada tiga kategori model simulasi hutan, yaitu: 1 model pohon tree models; 2 model celah gap models; 3 model hutan forest models. Alder 1995 dan Vanclay 1995 membedakan model dinamika struktur tegakan menjadi tiga macam berdasarkan kedetilan data yang diperlukan dan informasi yang 16 dapat diperoleh, yaitu: 1 model keseluruhan tegakan whole stand model; 2 model kelas ukuran size class model atau stand class model; 3 model pohon tunggal single tree model . Model keseluruhan tegakan menggunakan parameter tingkat tegakan seperti kerapatan jumlah pohon per ha, luas bidang dasar atau volume tegakan untuk menduga pertumbuhan tegakan. Model pohon tunggal menjadikan individu pohon sebagai unit dasar dalam pemodelan. Model kelas ukuran merupakan kompromi antara model keseluruhan tegakan dengan model pohon tunggal, yang umum digunakan dalam bentuk struktur tegakan sebaran jumlah pohon per kelas diameter. Menurut Buongiorno Michie 1980, pada awalnya model matriks dikembangkan oleh Lewis 1942 dan Leslie 1945, 1948 dalam mengkaji pengaruh struktur umur terhadap pertumbuhan populasi satwa. Tarumingkeng 1994 juga menggunakan matriks Leslie untuk pemodelan dinamika pertumbuhan populasi hewan. Usher 1966 memelopori penggunaan matriks Leslie untuk pemodelan pertumbuhan tegakan hutan tanaman campuran. Buongiorno Michie 1980 serta Michie Buongiorno 1984 mengembangkan pendekatan model matriks dengan membuat rekrutmen sebagai fungsi dari kondisi tegakan. Selanjutnya berbagai penelitian yang mengadopsi cara ini dikembangkan misalnya dengan penambahan pengelompokan jenis serta mencoba berbagai alternatif penebangan dan melihat pengaruhnya terhadap manfaat ekonomi dan ekologi diantaranya: Mendoza Setyarso 1986; Setyarso 1991; Lu Buongiorno 1993; Volin Bungiorno 1996; Ingram Bungiorno 1996; Krisnawati 2001; Hao et al. 2005. Kajian dinamika ST dilakukan melalui proyeksi ST menggunakan matriks transisi G, yaitu matriks segi G mxm yang unsur-unsurnya pada diagonal utama adalah proporsi banyaknya pohon yang pada periode tertentu tetap berada pada setiap kelas diameter, unsur-unsur matriks di bawah diagonal menyatakan tambah tumbuh upgrowth, sedangkan unsur matriks lainnya bernilai nol. Secara umum proyeksi ST dilakukan menggunakan Persamaan [2] Buongiorno Michie 1980; Vanclay 1994. Y t+θ = Gy t − h t + c [2] Keterangan: Y t+ θ = vektor ST dugaan pada waktu t+ θ ; G = matriks transisi; y t = ST awal initial condition; h t = jumlah pohon mati akibat penebangan; c = vektor rekrutmen. Apabila misalnya terdapat 5 lima KD, maka model matriks transisi selengkapnya dapat disajikan seperti pada persamaan [3]. 17 [3] Keterangan: y it+ θ = jumlah pohon pada KD ke-i pada saat t+ θ a i = proporsi pohon yang tetap berada pada KD ke-i ; a i = 1 − m i − b i m i = proporsi pohon yang mati mortalitas pada KD ke-i b i = proporsi pohon pada KD ke-i yang pindah ke KD berikutnya upgrowth y it = jumlah pohon pada KD ke-i saat t h it = jumlah pohon pada KD ke-i yang mati akibat penebangan saat t i = subscript yang menyatakan urutan KD dari yang terendah; i = 1, 2, 3, ..., n r = rekrutmen, yaitu jumlah pohon yang masuk ke dalam KD terkecil Apabila data rekrutmen tersedia maka r dalam Persamaan [3] diduga dengan menggunakan persamaan [4], sedangkan apabila data rekrutmen tidak tersedia maka y 1t+ θ dalam Persamaan [3] diduga dengan menggunakan persamaan [5] yang didalamnya juga telah mencakup persamaan [4]. Kedua persamaan, baik persamaan [4] maupun persamaan [5] merupakan fungsi dari jumlah pohon dan luas bidang dasar Buongiorno Michie 1980 serta Michie Buongiorno 1984. 1 2 1 1 , , n n i i t i i t i t I B y y θ β β β = = + = + + ∑ ∑ [4] 1 2 1 1, 1, 1 1 , , n n i i t t i i t i t y B y y a y θ β β β = = + = + + + ∑ ∑ [5] Keterangan: I t+ θ = rekrutmen r yang terjadi pada selang waktu t+ θ B i = rata-rata luas bidang dasar pohon pada tengah KD ke-i y i,t = jumlah pohon pada KD ke-i saat t y i,t+ θ = jumlah pohon pada KD ke-i saat t+ θ β , β 1 , β 2 , a 1 = konstantakoefisien regresi a 1 = proporsi jumlah pohon yang tetap pada KD pertama pada selang waktu t+ θ Untuk menduga proporsi tetap a dan tambah tumbuh b pada KD ke-2, ke-3 dan seterusnya, Michie Buongiorno 1984 menggunakan 4 pendekatan, yaitu: Metode I: Proporsi tetap a i dan proporsi tambah tumbuh b i ditentukan sebagai rata- rata hitung proporsi jumlah pohon yang tetap berada pada KD ke-i a i dan proporsi tambah tumbuh dari KD ke-i ke KD berikutnya yang berurutan b i . Metode II: Proporsi tetap a i dan proporsi tambah tumbuh b i disusun menggunakan persamaan regresi yang merupakan fungsi dari jumlah pohon pada KD tertentu dan 1 2 2 2 1 2 3 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 t t t t t t t t t t t t t t t h a y y h b a y b a x y h b a y y h b a y y h y y r θ θ θ θ θ + + + + + − ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ − ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ = − + ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ − ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ − ⎣ ⎦ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ Y t+θ y t − h t G c 18 KD sebelumnya Persamaan 6. Pendugaan parameter dilakukan untuk setiap persamaan masing-masing KD secara sendiri-sendiri, dengan metode ”ordinary least square ” OLS. 1 , , , i t i i t i i t y a y b y θ + − = + [6] Metode III: Seperti halnya Metode II, tetapi pendugaan parameter pada persamaan [6] untuk semua KD KD ke-2, ke-3 dan seterusnya dilakukan secara serentak menggunakan prosedur ”seemingly unrelated regression” SUR. Metode ini dilakukan untuk mengatasi kemungkinan adanya korelasi antara sisaan dalam sebuah persamaan dengan sisaan dalam persamaan lain yang berurutan, sehingga semua penduga parameter dalam semua persamaan diduga secara simultan dalam sekali operasi. Metode IV: Metode ini dikembangkan untuk mengatasi tidak saling bebasnya antar parameter dalam sebuah persamaan bahkan terhadap parameter persamaan lain dalam persamaan simultan dari model pertumbuhan hutan. Pendugaan parameter dilakukan secara rekursif, artinya sebuah penduga parameter yang dihasilkan dari persamaan terakhir persamaan [7] akan digunakan pada saat menduga parameter dalam persamaan sebelumnya persamaan [8], demikian seterusnya hingga persamaan pertama [persamaan [9]. , , 1 , 1 n t n n t n n t y m y b y θ + − − − = [7] 1, 1 1, 1 2 , 1 n t n n n t n n t y b m y b y θ − + − − − − − − − = [8] 1, 2 1 1, 1 2 1 1 1 n n t t i i i i i y b m y B y y θ β β β + = = − − − = + + ∑ ∑ [9]

2.8 Penelitian Dinamika Struktur Tegakan Hutan Tidak Seumur di Indonesia