buruk meskipun kekuatan hubungannya berbeda pada tiap trimester. Pada trimester 1 dan 3 tingkat kebersihan mulut dan status ginggiva ibu hamil
memiliki hubungan yang kuat, sedangkan pada trimester 2 tingkat kebersihan mulut dan status ginggiva ibu hamil memiliki hubungan yang sedang.
Pada permukaan gigi yang kebersihan mulutnya sedang dan buruk, terdapat banyak debris dan kalkulus yang menumpuk pada area tersebut. Hal ini
memungkinkan materi dalam debris menjadi makanan bagi bakteri plak sehinga dapat tumbuh dan berkembang. Bakteri plak memang menggunakan nutrient
yang dapat berdifusi ke dalam akumulasi plak, seperti larutan gula, sukrosa, fruktosa, maltose, glukosa dan laktosa.
B. Analisa Bivariat
1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Kesehatan Gigi Dan Mulut
Kehamilan merupakan keadaan fisioligi yang diikuti dengan perubahan hormonal, di mana tidak hanya dapat mempengaruhi kesehatan umum tetapi
juga kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu, sebagaimana kesehatan umum ibu hamil sangat penting untuk diperhatikan selama masa kehamilan, maka
sebaiknya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil juga diperhatikan Hajikazemi, 2008 ; Hasibuan, 2014
Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut selama masa kehamilan sangat penting untuk kepentingan kesehatan ibu hamil dan juga untuk kesehatan janin.
Hal ini disebabkan karena ibu hamil dengan kondisi rongga mulut yang buruk lebih berpotensi resiko terjadinya bayi premature Pirie, 2007 ; Sil, 2008
Pada umumnya, kehamilan berhubungan dengan keadaan rongga mulut, sebab apabila kebersihan rongga mulut tidak diperhatikan pada masa kehamilan
maka akan terjadi kelainan-kelainan rongga mulut akibat terjadinya ketidakseimbangan hormon wanita dan adanya faktor-faktor iritasi lokal dalam
rongga mulut. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil tegantung pada pengetahuan dan sikap ibu hamil mengenai kesehata gigi dan mulut selama
masa kehamilan, sebab tingkat pengetahuan dan sikap merupakan faktor predisposisi dalam sebuah perilaku Green, 1980 Notoatmodjo, 2011
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap kesehatan gigi dan mulut, hal ini terlihat
hasil perhitungan statistic chi square p-value = 1.000. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori dari Sarwono 1993 yang mengatakan bahwa pengetahuan
yang positif tidak selamanya akan diikuti dengan praktek yang sesuai pula. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gan Xia Shin bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Diana, 2009 bahwa
hanya sedikit 38 ibu hamil yang mengetahui hubungan antara kehamilan dengan kesehatan gigi dan mulut. Selebihnya 43 ibu hamil menjawab tidak
ada hubungan antara kehamilan dengan kesehatan gigi dan mulut Diana,2009; Muhsinah, 2014
Rogers 1974, dalam Effendy 2009 menyimpulkan dari penelitian selanjutnya bahwasanya perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di
atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan bertahan lama long lasting. Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka tidak akan
berlangsung lama. Jadi pengetahuan hanya merupakan dasar atau domain terendah untuk membentuk suatu perilaku yang berkaitan dengan upaya
pemeliharaan kesehatan. Tetapi teori ini tidak sejalan dengan penelitian Muhsinah, 2014 bahwa
pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut di Poli
Kandungan RSUD Banjarbaru. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Notoatmodjo, 2007 yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seseorang. Penelitian Hajikazemi 2008, juga menunjukkan adanya kolerasi antara pengetahuan dengan perilaku
kesehatan gigi dan mulut. Pengetahuan menurut Notoatmodjo 2011 memiliki enam tingkat
pengetahuan, dalam penelitian ini responden dapat dikatakan baru sampai pada
tingkat memahami comprehention belum sampai tingkat Evaluasi evaluation dan seterusnya. Sehingga responden baru sekedar tahu dan paham mengenai
kesehatan gigi dan mulut selama kehamilan. Seperti ciri-ciri gigi sehat, perawatan kesehatan dan cara menjaga kesehatan gigi dna mulut selama
kehamilan namun mereka belum dapat mengaplikasikannya yaitu dengan cara memeriksakan kesehatan gigi dan mulut sebelum kehamilan atau bahkan saat
kehamilan. Hasil dari penelitian ini tidak adanya hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan terhadap kesehatan gigi dan mulut selama kehamilan karena banyak yang keliru memilih cara pengobatan yang tepat, disebabkan
mereka tidak tahu tentang penyebab penyakit dan upaya pencegahannya. Pengetahuan yang rendah terhadap kesehatan gigi dan mulut dapat menjadi
faktor predisposisi timbulnya penyakit gigi dan mulut. Pada kenyataannya, informasi yang diterima subjek dapat langsung menimbulkan tindakan terhadap
rangsangan itu. Artinya ibu hamil tidak harus mengetahui makna dari rangsangan itu berlebih dahulu untuk melakukan suatu tindakan. Perilaku
kesehatan gigi dan mulut ibu hamil merupakan respon terhadap stimulus yang berhubungan dengan konsep sehat, sakit dan penyakit Notoatmodjo, 2010 ;
Hasibuan, 2004. Pada penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Hartati 2011 bahwa
adanya hubungan antara usia kehamilan dengan terjadinya gingivitis atau radang
gusi selama kehamilan nilai p 0,00 a 0,05. Menurut Hamilton 1995 selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologis pada tubuh, perubahan
ini meliputi peningkatan jumlah hormon estrogen dan progesterone dalam darah. Hasibuan 2007 menyatakan bahwa kenaikan jumlah hormon estrogen dan
progesterone pada masa kehamilan mempengaruhi rongga mulut yang secara misroskopis terlihat adanya peningkatan proliferasi kapiler, dilatasi pembuluh
darah, kenaikan permiebilitas vaskuler, edema, infiltrasi leukosit, degenerasi jaringan ikat sekitar serta poliferasi dan degenerasi sel-sel epitelitum. Noerdin
2001, pembengkakan yang terjadi pada gusi mencapai puncaknya pada bulan ke-7 dan ke-8. Meskipun setelah kelahiran akan hilang dengan sendirinya tetapi
tetap akan merupakan sumber peradangan bila kesehatan gigi dan mulut tidak dipelihara.
Menurut peneliti banyak faktor selain tingkat pengetahuan, seperti plak, menurut penelitian Hartati, 2011 plak adalah faktor yang paling dominan
berhubungan denga kejadian gingivitis radang gigi selama kehamilan di Wilayah kerja Puskesmas Talang Tegal yaitu p=0,00, wald = 14,20, dan OR =
24,24. Karena kaumulasi plak yang berlebihan pada gigi ibu hamil dapat m,enyebabkan kerusakan gigi yang mempunyai akibat pada kehamilannya yaitu
resiko 8,75 kali terjadinya kelahiran bayi dengan berat badan lahi rendah. Perubahan kondisi tubuh saat kehamilan yang menyebabkan mual muntah
sehingga ibu hamil malah menggosok gigi dapat memperbanyak plak pada
giginya. Hal ini dapat memperburuk kondisi rongga mulut ibu hamil yang disebebakn oleh bakteri karie dan sisia makanan yang susah dibersihkan
Setiono, 2004. Selain itu pelepasan ion kalcium, menurut penelitian Eka Diah, 2014 menjelaskan bahwa sebagian besar responden mempunyai
kesehatan gigi kurang sejumlah 15 orang 60 responden. Hal ini disebabkan oleh terjadi pelepasan ion calcium dan phosphate dari enamel prisma. Pada
keadaan ini permukaan gigi masih terlihat utuh. Hal ini sering ditemukan pada area yang mudah tertimbun plak seperti area pit dan fissure serta dibawah kotak
point diantara gigi geligi. Oleh sebab itu diharapkan petugas kesehatan di Puskesams atau posyandu dapat memberikan informasi dan konseling dalam
mengkonsumsi kalsium pada ibu hamil selama masa kehamilan terutama yangmemiliki pengetahuan kurang dalam mengkonsumsi kalsium.
C. Keterbatasan Penelitian