Latar Belakang Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi Dan Metode Klasifikasi Mangrove Dari Data Satelit Landsat 5 TM Dan Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luas mangrove di Indonesia adalah sekitar 4,25 juta hektar, yang merepresentasikan 25 dari mangrove dunia. Indonesia merupakan pusat dari sebagian biogeografi genus mangrove Quarto 2006. Nontji 1987 menambahkan bahwa ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keragaman hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies yang terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasitik. Mangrove memiliki nilai ekologi yang sangat penting, diantaranya sebagai pelindung pantai dari gelombang dan badai, di daerah pesisir berperan sebagai filter dari polutan. Khususnya di bidang perikanan ekosistem mangrove merupakan tempat bertelur, sebagai suplayer dalam siklus rantai makanan dan sebagai tempat berlindung sebagian besar juvenil ikan Dankwa and Gordon 2006; Mumby 2005; Sheridan and Hays 2003. Pentingnya keberadaan mangrove di daerah pesisir sudah diyakini secara luas di Indonesia, namun manajemen pemanfaatan mangrove tersebut saat ini belum didasarkan pada data yang komprehensif dari sumberdaya mangrove tersebut, sehingga banyak mangrove yang terdegradasi bahkan hilang sama sekali. Kurangnya data serta belum banyaknya penelitian mangrove dikarenakan selama ini kondisi lapangan menjadi hambatan yang besar bagi pelaksanaan survei dan penelitian, padahal data tersebut sangat penting, baik dalam rangka pengelolaan wilayah ekosistem mangrove itu sendiri maupun dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. Saat ini penginderaan jauh merupakan teknologi yang sudah tidak asing lagi dalam memetakan maupun memantau mangrove. Beberapa penelitian yang telah dilakukan diantaranya: Cornejo et al. 2005 melakukan pemantauan mangrove di lagun Navachiste-San Ignacio-Macapule, Sinaloa, Mexico; Vaiphasa 2006 memetakan mangrove di Sawi Bay, Chumporn, Thailand; Upanoi dan Tripathi 2003 melakukan pemantauan mangrove di Krabi, Thailand; Liu et al. 2002 melakukan pemantauan mangrove di Hainan, China; Hartono 1994 2 melakukan inventarisasi mangrove di Cimanuk, Jawa Barat; Zuhair 1998 melakukan pemantauan mangrove di Kalimantan Timur; Widyastuti 2000 memetakan mangrove di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah; Harsanugraha et al. 2000 menganalisis potensi mangrove di Pulau Bali. Sistem penginderaan jauh dapat melakukan inventarisasi dan monitoring mangrove dengan cakupan areal yang luas, repetitif, sinoptik, dengan biaya operasionalnya relatif murah dan cepat, serta resiko yang kecil. Namun demikian, data yang dihasilkan sensor satelit yang ada saat ini umumnya mempunyai tingkat akurasi yang masih rendah dalam mengamati ekosistem mangrove tersebut. Sehingga dalam rangka meningkatkan akurasi sampai saat ini masih terus dilakukan penelitian mengenai metode pemrosesan citra satelit dalam melakukan inventarisasi sumberdaya alam. Beberapa contoh penelitian diantaranya: Han et al. 2002 mengkaji tentang koreksi pixel yang tidak normal pada citra hyperion; Bruzzone et al. 1999 yang mengkaji tentang pendekatan neural-statistical untuk data multitemporal dan multisensor pada klasifikasi citra.

1.2 Perumusan dan Pendekatan Masalah