15
L 1
L Red
NIR Red
NIR SAVI
+ +
+ −
= Soil adjusted vegetation index Huete 1988
d NIR
DVI Re
4 .
2 −
= Difference vegetation index
Richardson and Wiegand 1977
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎣ ⎡
+ +
− =
0.5 Red
NIR Red
NIR 100
TVI Transformed vegetation index Richardson and
Wiegand 1977
2.2.2 Klasifikasi citra image classification
Klasifikasi pada data penginderaan jauh dilakukan untuk mengelompokkan atau mengkelaskan ke dalam kelompok yang memiliki
karakteristik yang homogen. Klasifikasi ini didasarkan pada spektral, tekstur, dll. Konsep Klasifikasi pada data remote sensing diilustrasikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Konsep klasifikasi pada data remote sensing Gabriel 2005.
Klasifikasi berangkat dari asumsi bahwa variasi pola peubah ganda multivariate dari digital number pada suatu areal mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan kondisi penutupan tanahnya. Diasumsikan juga bahwa penutupan lahan yang sama akan mempunyai sifat-sifat reflektansi nilai
digital number yang sama pula. Karakteristik statistika dari sekumpulan pixel pada
16
suatu citra akan mampu membedakan antara penutupan lahan yang satu dengan yang lainnya.
Flowchart proses klasifikasi ditampilkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Flow chart proses klasifikasi Schowengerdt 1997. Gambar 6 mengilustrasikan pada tahap awal
preprocessing koreksi raw data terhadap gangguan atmosfer dan kesalahan sensor dilakukan pada masing-
masing data multispektral, sebelum proses feature extraction. Feature extraction
merupakan analisis pola spektral untuk memperoleh obyek-obyek yang terdapat pada citra yang digunakan sebagai dasar penajaman dan klasifikasi citra. Pada
a b
c
a b
c training
atmosphere
sensor Scene
Multispectral image
Feature extraction
Labeling
Ectract training pixels
Determine discriminant
functions
Classifier
Feature K-D feature
Thematic Map
17
saat training, sampel kelas diambil dan dilakukan pendefinisian, langkah selanjutnya adalah
determine discriminant functions untuk memilih metode klasifikasi yang digunakan, sehingga akan kita peroleh
thematic map yang telah terklasifikasi.
1 Maximum likelihood
Metode klasifikasi maximum likelihood adalah metode yang paling
populer dalam klasifikasi data remote sensing. Pengkelas kemiripan maksimum maximum likelihood mengevaluasi secara kuantitatif varian maupun korelasi
pola tanggapan spektral kategori ketika mengklasifikasi pixel yang tidak dikenal.
Untuk melakukan hal ini, dibuat suatu asumsi bahwa agihan mega titiknya yang membentuk data latihan kategori bersifat normal agihan normal. Asumsi
normalitasnya wajar bagi agihan spektral yang lazim. Dengan asumsi ini, agihan suatu pola tanggapan kategori dapat diuraikan secara lengkap dengan vektor
rerata dan kovarian matrik yang memberikan varian dan koreksi. Dengan diketahuinya parameter ini, kita dapat menghitung probabilitas statistik suatu nilai
pixel tertentu sebagai suatu warga kelas kategori tutupan lahan tertentu. Konsep klasifikasi
maximum likelihood ditampilkan pada Gambar 7. Likelihood Lk didefinisikan sebagai kemungkinan sebuah pixel masuk
kelas k.
Lk = PkX = PkPXk PiPXi
dimana: Pk : prior probability pada kelas k
PXk : probability density function nilai x dari kelas k
Dalam kasus data terdistribusi normal, metode maximum likelihood dapat
dirumuskan sebagai berikut:
⎭ ⎬
⎫ ⎩
⎨ ⎧
− −
− =
∑ ∑
−1 2
1 2
2 1
exp 2
1
k t
k k
k n
k
X X
X L
μ μ
π dimana:
18
n : jumlah kanal
X : nilai
pixel pada sejumlah kanal LkX : kemungkinan X masuk ke kelas k
k
: mean vector pada kelas k k
: variance-covariance matrix pada kelas k | k|
: determinan pada k t
: transpose matrix
Gambar 7 Konsep klasifikasi maximum likelihood Gabriel 2005.
2 Neural networks
Algoritma neural network adalah pendekatan non parametrik yang populer untuk klasifikasi saat ini. Dalam pengertiannya, neural network mirip dengan
algoritma clustering. Neural network pada intinya adalah sistem pembelajaran yang didasarkan pada interconnected network pada elemen pemrosesan
sederhana. Pada umumnya ada tiga fase dalam klasifikasi neural network. Pertama adalah melakukan training sebagai input data, kedua adalah fase validasi
yang menentukan keberhasilan dari fase training dan akurasi network ketika diaplikasikan pada data, langkah terakhir adalah fase klasifikasi yang
menghasilkan peta Gahegan et al. 1999. Dasar network ditampilkan pada Gambar 8. Network ini mempunyai tiga
layer, input layer, layer yang tengah hidden layer and output layer berisi elemen
19
pemrosesan pada tiap node Schowengerdt 1997 ; Patterson 1996; Kusumadewi 2003; Kusumadewi 2004.
Tiap pemrosesan node, kita mempunyai transformasi Gambar 9. Di tiap node pada hidden layer, j, mengikuti operasi yang dibentuk dari input patern, pi,
menghasilkan output, h
j
,
∑
=
i i
ji j
p w
S Hidden layer:
j j
S f
h =
Langsung pada tiap node pada output layer, k, dimana output, ok, dihitung,
∑
=
j j
kj k
h w
S Output layer:
k k
S f
o =
Gambar 8 Struktur tradisional pada tiga layer neural network
Schowengerdt 1997.
• 1 • 1
•
Activation function
Node output
S
Σ
fS
Node inputs
Hidden layer Nodes j
Output pattern o
k
Inputs pattern p
i
weights w
kj
•
S
•
S
•
S
•
S
•
S
• S •
S
• • S
• S •
S
•
S
•
S
•
S
weights w
ji
Input Nodes i
Output Nodes k
20
Gambar 9 Komponen-komponen elemen pemrosesan Schowengerdt 1997.
Pada penelitian ini dimplementasikan neural network tiga layer, yaitu
input layer, hidden layer dan output layer, sehingga sering disebut sebagai neural network multi-layer perceptron MLP. Neural network MLP umumnya
ditraining dengan back propagation untuk klasifikasi citra pada penginderaan
jauh Kanellopoulos and Wilkinson 1997. Back propagation adalah algoritma
yang meminimalkan error pada output dan pendekatan ini telah berhasil untuk taining networks Schowengerdt 1997.
Beberapa hasil kajian menggunakan neural network diantaranya:
Carpenter et al. 1997 telah melakukan klasifikasi vegetasi menggunakan
adaptive resonante theory ART neural network. Schiffmann et al. 1994 telah mengadakan penelitian tentang optimasi algoritma
back propagation dalam training
multilayer percepteron. Muchoney dan Williamson 2001 mendapatkan hasil bahwa ART
neural network bisa memberikan hasil klasifikasi yang sangat baik pada vegetasi maupun penutupan lahan lainnya.
2.3 Analisis Komponen Utama