Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove Karakteristik Fisika Kimia Perairan

4 HASIL DAN PEMBA HASAN

4.1 Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove

Berdasarkan survei TNC the nature concervancy dan P 4 L pusat pembelajaran dan pengembangan pesisir dan laut hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Berau menyebar mulai dari bagian utara Tanjung Batu sampai bagian selatan Biduk-biduk. Wilayah pesisir bagian utara di Kecamatan Kepulauan Derawan mempunyai luas hutan mangrove sebesar 36.232 ha yang terdiri dari 16.299 ha hutan nipah, 13.215 ha hutan bakau, dan hutan nibung sebesar 509 ha. Sedangkan pada Kecamatan Gunung Tabur, yakni di sepanjang sungai Berau terdiri dari 644 ha hutan nipah, dan sekitar 459 ha daerahnya ditumbuhi hutan nipah campur kelapa. Hal ini menunjukkan bahwa pada wilayah pesisir bagian utara Kabupaten Berau didominasi oleh hutan nipah khususnya di sepanjang sungai berau, sedangkan hutan mangrove menyebar di sepanjang pesisir pantai. Kondisi hutan mangrove kawasan pesisir bagian tengah didominasi oleh hutan bakau seluas 10.626 ha, 6.580 ha hutan nipah, dan 1.490 ha hutan nibung yang terdapat di Kecamatan Sambaliung. Di kecamatan Segah terdapat 89 ha hutan bakau, sedangkan hutan nipah dan hutan nibung jumlahnya sedikit. Kawasan pesisir bagian selatan didominasi oleh hutan bakau seperti di Kecamatan Talisayang sekitar 16.072 ha, dan di Kecamatan Biduk-biduk sekitar 9.277 ha. Potensi hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Berau dibagi atas 3 wilayah, yaitu : 1 wilayah pesisir bagian utara meliputi Kecamatan Kepulauan Derawan; 2 wilayah pesisir bagian tengah meliputi Kecamatan Sambaliung; dan 3 wilayah pesisir bagian selatan meliputi Kacamatan Talisayang dan Kecamatan Biduk-biduk.

4.2 Karakteristik Fisika Kimia Perairan

Parameter fisik yang diukur meliputi suhu perairan, salinitas, kecerahan, kedalaman, sedangkan parameter kimia yang diukur adalah pH perairan. Hasil pengukuran data lapang ditampilkan pada Lampiran 1. 40 Berdasarkan Lampiran 1 dapat dilihat bahwa nilai suhu, salinitas dan pH perairan memiliki nilai yang hampir seragam untuk setiap stasiun. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa suhu air di daerah survey berkisar antara 29,0 – 30,5 o C. Kisaran suhu tersebut masih dalam kondisi yang baik untuk kehidupan mangrove, dimana hutan mangrove umumnya hidup di daerah tropik-sub tropik dengan rata-rata temperatur diatas 25 o C. Hasil analisa dan pengamatan di lapangan menunjukkan salinitas air di daerah survey berkisar antara 24 – 26 o oo . Variasi ini ditentukan oleh proporsi percampuran air laut dan air tawar, besar kecilnya air tawar dan sungai yang masuk ke laut sangat menentukan salinitas di muara sungai atau estuaria. Kisaran salinitas 24 – 26 o oo tersebut masih dalam kondisi yang baik untuk kehidupan mangrove. Berdasarkan hasil pengukuran pH di lapangan menunjukkan bahwa daerah survey memiliki pH berkisar antara 5 – 6. Nilai pH tersebut masih sesuai dengan pH untuk pertumbuhan mangrove, dimana ekosistem mangrove akan tumbuh baik pada pH dengan kisaran nilai 5,0 – 9,0. Kecerahan perairan di lokasi studi sangat rendah, yaitu berkisar antara 20 – 65 cm, dengan kedalaman berkisar antara 0,37 – 2,2 m, hal ini karena endapan yang berlumpur, sehingga merupakan media yang sangat baik untuk perkembangan mangrove. Pasang surut merupakan salah satu factor yang berperan besar dalam keberadaan mangrove. Berdasarkan wawancara dengan penduduk setempat diketahui bahwa pasang surut di lokasi studi tinggi kira-kira sekitar 2 meter, hal inilah yang menyebabkan lokasi studi merupakan jalur mangrove yang lebih lebar.

4.3 Koreksi Geometrik dan Radiometrik