40
Berdasarkan Lampiran 1 dapat dilihat bahwa nilai suhu, salinitas dan pH perairan memiliki nilai yang hampir seragam untuk setiap stasiun.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa suhu air di daerah survey berkisar antara 29,0 – 30,5
o
C. Kisaran suhu tersebut masih dalam kondisi yang baik untuk kehidupan mangrove, dimana hutan mangrove umumnya hidup
di daerah tropik-sub tropik dengan rata-rata temperatur diatas 25
o
C. Hasil analisa dan pengamatan di lapangan menunjukkan salinitas air di
daerah survey berkisar antara 24 – 26
o oo
. Variasi ini ditentukan oleh proporsi percampuran air laut dan air tawar, besar kecilnya air tawar dan sungai yang
masuk ke laut sangat menentukan salinitas di muara sungai atau estuaria. Kisaran salinitas 24 – 26
o oo
tersebut masih dalam kondisi yang baik untuk kehidupan mangrove.
Berdasarkan hasil pengukuran pH di lapangan menunjukkan bahwa daerah survey memiliki pH berkisar antara 5 – 6. Nilai pH tersebut masih sesuai dengan
pH untuk pertumbuhan mangrove, dimana ekosistem mangrove akan tumbuh baik pada pH dengan kisaran nilai 5,0 – 9,0.
Kecerahan perairan di lokasi studi sangat rendah, yaitu berkisar antara 20 – 65 cm, dengan kedalaman berkisar antara 0,37 – 2,2 m, hal ini karena endapan
yang berlumpur, sehingga merupakan media yang sangat baik untuk perkembangan mangrove.
Pasang surut merupakan salah satu factor yang berperan besar dalam keberadaan mangrove. Berdasarkan wawancara dengan penduduk setempat
diketahui bahwa pasang surut di lokasi studi tinggi kira-kira sekitar 2 meter, hal inilah yang menyebabkan lokasi studi merupakan jalur mangrove yang lebih
lebar.
4.3 Koreksi Geometrik dan Radiometrik
Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan 18 titik GCP ground control point
, dan didapatkan nilai RMSE root mean square error sebesar 0,32. Teknik yang digunakan adalah nearest neighbor karena teknik ini hanya
mengambil kembali nilai yang terdekat yang telah tergeser ke posisi baru sehingga tidak akan mengubah nilai-nilai pixel yang ada.
41
Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kualitas visual dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai pixel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan
atau pancaran spektral objek yang sebenarnya, metode koreksi radiometrik yang digunakan adalah histogram adjustment. Berikut pada Tabel 6 ditampilkan nilai-
nilai minimum dan maksimum tiap kanal dari histogram citra sebelum dan setelah
terkoreksi radiometrik, sedangkan histogramnya ditampilkan pada Lampiran 2.
Tabel 6 Nilai minimum dan maksimum digital number sebelum dan setelah terkoreksi radiometrik
No Kanal 16 Juni 1991
15 Mei 2000 27 Feb 2001
21 Mei 2002 Min Max Min Max Min Max Min Max
Sebelum koreksi radiometrik 1 Kanal
1 98 255
56 255
149 255
132 255
2 Kanal 2 13
255 32
255 89
255 81
255 3 Kanal
3 1 255
21 255
57 255
52 255
4 Kanal 4 0
255 9
255 11
255 11
255 5 Kanal
5 0 255
7 255
9 255
9 255
6 Kanal 7 0
255 4
255 1
255 1
235 Setelah koreksi radiometrik
1 Kanal 1 0
157 199
106 123
2 Kanal 2 0
242 223
166 174
3 Kanal 3 0
254 234
198 203
4 Kanal 4 0
255 246
244 244
5 Kanal 5 0
255 248
246 246
6 Kanal 7 0
255 251
254 254
Asumsi pada metode penyesuaian histogram bahwa nilai minimum pada suatu liputan adalah nol, jika tidak dimulai dari nol maka penambahan tersebut
disebut sebagai offset-nya. Berdasarkan asumsi tersebut, maka nilai minimum pada data sebelum terkoreksi dianggap sebagai pengurang, sehingga akan kita
dapatkan rentang nilai minimum dan maksimum setelah citra mengalami koreksi radiometrik dengan metode penyesuaian histogram seperti tertera pada Tabel 6.
Metode penyesuaian histogram ini tidak mengubah pola dari grafik sebaran nilai pixel
tapi hanya menggeser nilai minimum ke titik nol dan nilai maksimum bergeser sesuai nilai offset-nya.
4.4 Ekstraksi Informasi Nilai Digital dan Radians Data Landsat-7 ETM+