67
Gambar 18 Plot scree analisis komponen utama. Gambar 18 merupakan plot scree akar ciri empat komponen utama dari
data Landsat-7 ETM+. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa plot scree mulai melandai setelah komponen utama ketiga. Namun nilai eigen 1 sampai pada
komponen utama kedua sehingga banyaknya komponen utama yang dipilih untuk analisis adalah sebanyak dua komponen, yaitu komponen utama pertama dan
komponen utama kedua. 2
3057 ,
1 1
5180 ,
2 PC
PC Y
+ =
5 4
3 2
510 ,
470 ,
497 ,
522 ,
1 x
x x
x PC
− −
− −
=
5 4
3 2
469 ,
548 ,
515 ,
462 ,
1 x
x x
x PC
+ +
− −
= Maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
{ }
{ }
5 4
3 2
5 4
3 2
469 ,
548 ,
515 ,
462 ,
3057 ,
1 510
, 470
, 497
, 522
, 5180
, 2
x x
x x
x x
x x
Y +
+ −
− +
− −
− −
=
4.13 Overlay Citra Klasifikasi dengan Indeks Vegetasi GNDVI
Overlay antara citra klasifikasi dengan transfprmasi indeks vegetasi green normalized difference vegetation index
GNDVI akan menghasilkan peta
68
mangrove dengan berbagai tingkat kerapatan, yaitu mangrove kerapatan jarang, mangrove kerapatan sedang dan mangrove kerapatan lebat. Tabel 25 ditampilkan
luasan mangrove serta perubahannya pada berbagai tiap tingkat kerapatan.
Tabel 25 Luasan kerapatan mangrove tahun 1991 dan tahun 2002
Kerapatan mangrove Th. 1991
ha Th. 2002
ha Perubahan
ha Maximum likelihood
Non mangrove 60.566,94
61.984,08 1.417,14
Mangrove jarang 1.343,52
1.437,75 94,23
Mangrove sedang 5.625,54
5.685,75 60,21
Mangrove lebat 7.741,62
6.170,04 -1.571,58
Neural network back propagation Non mangrove
57.494,16 58.942,62
1.448,46 Mangrove jarang
2.680,11 3.097,26
417,15 Mangrove sedang
6.699,60 6.384,96
-314,64 Mangrove lebat
8.403,75 6.852,78
-1.550,97
Tabel 25 menunjukkan bahwa ada perubahan penutupan lahan dari mangrove menjadi non mangrove seluas 1.417,14 ha hasil metode maximum
likelihood , atau 1.448,46 ha hasil metode neural network back propagation.
Dengan menggunakan metode neural network back propagation mangrove jarang di daerah penelitian bertambah seluas 417,15 ha, mangrove sedang berkurang
seluas 314,64 ha, sedangkan mangrove lebat berkurang dari 8.403,75 ha menjadi 6.852,78 ha. Jadi mangrove lebat dengan metode neural network back
propagation mengalami penurunan seluas 1.550,97 ha.
Hasil overlay antara citra klasifikasi maximum likelihood dengan indeks
vegetasi GNDVI ditampilkan pada Lampiran 12, sedangkan klasifikasi neural
network back propagation dengan indeks vegetasi GNDVI pada Lampiran 13.
Peta perubahan kerapatan mangrove antara tahun 1991 sampai tahun 2002 metode maximum likelihood
ditampilkan pada Lampiran 14, sedangkan peta perubahan
kerapatan mangrove antara tahun 1991 sampai tahun 2002 metode neural network back propagation
ditampilkan pada Lampiran 15.
69
4.14 Produktivitas Mangrove
Secara umum mangrove telah diketahui sebagai ekosistem produktif yang ekstrem, yang tidak hanya memiliki produktivitas primer yang tinggi, tapi juga
mengekspor bahan organik dan mensuport berbagai organisme akuatik Odum and Heald 1972 diacu dalam Woodroffe 1982. Produktivitas primer adalah
jumlah karbon unsur C yang dihasilkan oleh tumbuhan yang memiliki klorofil dalam satu kubik air per satuan waktu Levinton, 1982. Dalam hal ini,
produktivitas mangrove di Indonesia diperkirakan sekitar 40,40 sampai 45,50 kg Chahari Sukardjo and Yamada 1992.
Dalam rantai makanan alami, ekosistem mangrove merupakan produsen primer antara lain melalui serasah yang dihasilkan, yang merupakan komponen
net primary production Bunt et al. 1979. Serasah hutan mangrove setelah
melalui proses dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, akan menghasilkan detritus. Lewat proses dekomposisi, nutrien yang terkandung di dalam serasah
atau detritus akan lepas ke perairan dan dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam fotosíntesis untuk pertumbuhannya. Fitoplankton akan dimangsa oleh
zooplankton, dan fitoplankton serta zooplankton merupakan sumber makanan ikan dan larva ikan untuk. Detritus ini akan dimanfaatkan oleh berbagai ikan dan
krustasea ikan, udang, kepiting dan lain-lain sampai akhirnya dimangsa oleh manusia sebagai konsumer puncak. Wafar et al. 1997 menambahkan bahwa
serasah ini merupakan elemen penting dalam penghitungan energi dan fluxes nutrien di ekosistem mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian TNC dan P
4
L 2003, secara umum rata-rata hutan mangrove di pesisir Kabupaten Berau mampu memproduksi serasah sekitar
1,482 grm
2
hari, sehingga mampu memproduksi berat kering serasah sebesar 5,41 tonhatahun. Berdasarkan hasil analisis tersebut, jika mengacu pada luas
hutan mangrove daerah studi tahun 1991 dengan luas 17.783,46 ha, maka hutan mangrove daerah studi mampu memproduksi serasah sebesar 96.208,52 tontahun,
sedangkan tahun 2002 dengan luas 16.335 ha, maka hutan mangrove mampu memproduksi serasah sebesar 88.372,35 tontahun.
70
4.15 Hubungan Antara Kerapatan Mangrove dengan Perikanan Tangkap