Secara umum pertumbuhan ketiga koloni B. thuringiensis dalam media NB maupun LCT dapat berkembang dengan baik. Berdasarkan hasil Total Plate
Count TPC, rata-rata jumlah sel hidup ketiga koloni B. thuringiensis dalam
media NB lebih banyak dibanding media LCT, hal ini karena NB merupakan media yang mengandung semua senyawa esensial untuk pertumbuhan mikroba.
NB dibuat dari ekstrak sapi yang mengandung basa organik dan pepton yaitu produk hidrolisis protein hewani atau nabati seperti otot, liver, darah, susu, casein,
gelatin dan kedelai Tabel 9, untuk pepton yang terbuat dari ikan mengandung protein yang cukup tinggi hingga 74,17 Saputra 2008. Selain itu terdapat pula
yeast extract yang kaya akan vitamin, mineral dan asam nukleat. Komponen yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan sel vegetatif Bt sangat mencukupi dalam NB. Tabel 9 Komposisi bahan penyusun nutrient broth
Hal sebaliknya terjadi dalam media LCT, dimana terdapat penurunan pertumbuhan jumlah sel hidup karena sangat berkaitan dengan ketersediaan
sumber karbon dan nitrogen di dalam media tersebut yang lebih terbatas dibanding NB. Sel dapat tumbuh dalam media LCT karena mengkonsumsi karbon
dan nitrogen yang berasal dari protein dan gula-gula sederhana yang terlarut. Selanjutnya, pengaruh galur B. thuringiensis terhadap jumlah sel hidup juga
memperlihatkan hasil yang bervariasi. Galur B2 dalam kedua media dapat tumbuh lebih baik dibanding dengan kedua galur yang lain, dimana jumlah total
koloni hidup sebesar 7,45 x 10
7
cfuml pada media NB dan 3,95 x 10
7
cfuml pada media LCT Gambar 11. Galur B3 menunjukan perbedaan jumlah sel hidup
yang sangat berbeda jauh dalam kedua media, masing-masing 5,65 x 10
7
cfuml pada media NB dan 1,33 x 10
7
cfuml pada media LCT. Ini dapat terjadi kemungkinan karena sifat adaptasi B3 yang kurang baik pada media yang
memiliki keterbatasan jumlah karbon dan nitrogen.
Komponen Komposisi gL
Meat extract 1,0
Pepton 5,0
Yeast extract 2,0
Natrium Klorida 5,0
HiMedia laboratories 2010
Gambar 11 Pengaruh jenis media terhadap jumlah sel hidup Berdasarkan analisis sidik ragam dan didukung oleh hasil uji lanjut
Lampiran 4 pada tingkat kepercayaan 95 menunjukan bahwa jenis koloni dan media memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah sel hidup.
Demikian pula interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kepercayaan 95.
4.3.2 Jumlah spora
Sel akan terus melakukan perbanyakan diri hingga salah satu atau lebih jenis nutrisi dalam media seperti gula, asam amino atau oksigen mengalami
pengurangan untuk pertumbuhan bakteri. Dalam kondisi seperti ini spora dan badan spora yang mengandung satu atau lebih protein kristal akan diproduksi
Bideshi et al. 2010. Pada kondisi kultivasi standar seperti kultivasi pada NB, pembentukan
badan spora akan sempurna dalam waktu 24 jam setelah inokulasi Rahayuningsih 2002. Pertumbuhan spora B. thuringiensis pada media NB dan LCT ditunjukan
oleh Gambar 12. Secara umum, seperti pertumbuhan sel hidup, pertumbuhan spora pada media NB lebih baik dari pada media LCT.
3,48 2,73
7,45
3,95 5,68
1,33 1
2 3
4 5
6 7
8
M 1 M 2
Ju m
la h
k o
lo n
i x
1
7
c fu
m L
Jenis media
B1 B2
B3 Ket :
M1 : Media NB B1 : Galur dari Balitvet yang koloni tak bertitik
M1 : Media LCT B2 : Galur dari Balitvet yang koloni bertitik
B3 : Galur dari ulat yang koloni tak bertitik
Gambar 12 Pengaruh jenis media dan jenis galur Bt terhadap jumlah spora
Pengaruh jenis galur terhadap jumlah spora juga dapat diamati dengan jelas. Seperti halnya pertumbuhan sel, galur B2 memberikan jumlah spora paling
besar baik dalam media NB maupun LCT, sedangkan pertumbuhan spora galur B1 dan B3 pada kedua media menunjukan kecenderungan yang berbeda. Kedua
galur pada medium LCT menunjukan pertumbuhan yang hampir sama dengan pada medium NB, galur B1 lebih banyak menghasilkan spora dibandingkan
dengan galur B3. Lebih lanjut berdasarkan analisis sidik ragam dan didukung oleh hasil uji
lanjut Lampiran 4 pada tingkat kepercayaan 95 menunjukan bahwa jenis koloni dan media memberikan pengaruh yang nyata terhadap spora, sedangkan
interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata.
4.3.3 Uji daya toksisitas bioinsektisida
Uji toksisitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan galur bakteri menginfeksi dan menimbulkan kematian pada serangga sasaran. Bioinsektisida
yang dihasilkan diuji daya toksisitasnya terhadap larva C. binotalis instar II-III. Pada fase ini larva bersifat lebih mudah diserang, dibandingkan dengan ulat
dewasa Sudarwohadi dan Setiawati 1991. Ketiga jenis galur Bt menunjukan daya toksisitas terhadap larva ulat kubis. Kematian ulat yang cukup banyak mulai
terlihat setelah tiga hari mengkonsumsi daun kubis. Ulat-ulat yang mati berwarna
7,50 4,00
9,50 7,50
5,25 4,50
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
M 1 M 2
Ju m
la h
s p
o ra
x 1
6
c fu
m L
Jenis media
B1 B2
B3 Ket :
M1 : Media NB B1 : Galur dari Balitvet yang koloni tak bertitik
M1 : Media LCT B2 : Galur dari Balitvet yang koloni bertitik
B3 : Galur dari ulat yang koloni tak bertitik
kecoklatan dan kering. Menurut Dulmage 1991 spora adalah faktor sekunder yang berperan dalam membunuh serangga sasaran. Aktivitas insektisida yang
utama berhubungan dengan delta endotoksin yang diproduksi oleh sel B. thuringiensis
selama masa sporulasinya, tetapi jumlah spora tidak selalu sebanding dengan jumlah delta endotoksin yang dihasilkan.
Perbandingan daya toksisitas bioinsektisida dari ketiga galur dalam dua media yang berbeda dengan berbagai tingkat pengenceran sampel diperlihatkan
pada Tabel 10. Perbedaan media kultivasi memberikan pengaruh terhadap daya toksisitas ketiga jenis galur bakteri. Produksi bioinsektisida pada media NB M1
menunjukan potensi daya toksisitas lebih besar dibanding dengan bioinsektisida yang dihasilkan ketiga bakteri dalam media LCT M2.
Dalam penelitian ini terlihat bahwa daya toksisitas bioinsektisida tidak selalu memiliki korelasi dengan spora yang dihasilkan. Galur bakteri B3 dalam
media NB memiliki jumlah spora yang lebih kecil dibanding galur B1, namun
berdasarkan uji toksisitas galur B3 memiliki potensi yang lebih besar dibanding galur B1, masing-masing 543 IUmg dan 214
IUmg Tabel 10.
Tabel 10 Pengaruh jenis galur bakteri dan jenis media terhadap daya toksisitas
Jenis Media M
Galur bakteri
B
Mortalitas pada konsentrasi LC 50
mgL Potensi
IUmg 10
-1
10
-2
10
-3
10
-4
10
-5
10
-6
10
-7
M1 B1
60 50
30 15
35,09 214
B2 100
80 55
25 1,62
4642 B3
70 60
40 15
13,85 543
M2 B1
60 40
25 118,30
64 B2
70 50
30 10
18,70 402
B3 60
50 40
10 41,25
182 Bactospeine WP
100 100
100 100
90 40
40 0,47
16000 Air suling
Standar USDA Larutan 1 gL
Pengamatan pengaruh galur bakteri terhadap daya toksisitasnya secara keseluruhan menunjukkan bahwa daya toksisitas galur B2 baik dalam media NB
maupun LCT menunjukan nilai LC
50
paling kecil atau potensi produk paling besar dibandingkan dengan galur bakteri B1 maupun B3. Hal ini diduga karena galur
B2 dapat memanfaatkan protein yang terkandung di dalam NB maupun LCT secara optimal untuk memproduksi delta endotoksin. Kemampuan toksisitas Bt
B2 dalam medium NB menjadi lebih besar, diduga karena komponen asam amino esensial NB lebih lengkap dibanding dalam media LCT. Dengan besarnya potensi
produk yang dihasilkan, maka galur bakteri B2 memiliki toksisitas dan efektivitas yang paling baik untuk digunakan pada tahapan penelitian berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini juga dapat dilihat bahwa pertumbuhan spora pada galur B2 memiliki korelasi dengan besarnya daya toksisitas yang dihasilkan.
4.4 Penentuan Rasio CN 4.4.1 Pengaruh rasio CN pada pH cairan kultivasi
Perubahan pH dalam kultur disebabkan oleh adanya perubahan dalam kesetimbangan ion hidrogen yang mungkin terjadi karena pengaruh pembentukan
produk, pengambilan nutrien, reaksi oksidasi reduksi serta perubahan dalam kapasitas buffer Rahayuningsih 2003. Nilai derajat keasaman dari suatu larutan
berpengaruh terhadap sifat kimia larutan antara lain pada aspek potensi reduksi oksidasi larutan, reaksi yang terjadi di luar sel, serta sifat ionik molekul polar
mungkin struktur dari molekul kompleks. Keempat aspek tersebut berpengaruh pada laju metabolisme substrat oleh sel mikroorganisme yang berakibat pada laju
pertumbuhan sel.
Gambar 13 Pengaruh rasio CN terhadap perubahan pH cairan kultivasi
6 6,5
7 7,5
8 8,5
9 9,5
6 12
18 24
30 36
42 48
54 60
66 72
p H
l a
ru ta
n k
u lt
iv a
si
Jam Pengamatan ke-
C3N C5N
C7N C9N
C11N Ket :
C3N = C N : 3 1 C7N = C N : 7 1
C9N = C N : 9 1
C5N = C N : 5 1 C11N = C N : 11 1
Pengaruh perbedaan rasio CN terhadap pH cairan kultivasi dapat dilihat pada Gambar 13. Secara keseluruhan pada kelima komposisi media pH larutan
mengalami kenaikan dari nilai pH awal yaitu antara 7,13 – 8,20. Rentang pH tersebut masih dalam rentang pH pertumbuhan yang optimum bagi B
thuringiensis yaitu 5,5 – 8,5 Benhard dan Utz 1993. Pada jam ke-3, yang
merupakan tahap pertama pertumbuhan, seluruh cairan kultivasi kelima komposisi media mengalami kenaikan pH yang berkisar antara 7,40 hingga 7,90.
kenaikan pH disebabkan oleh dilepaskannya amonia sebagai hasil metabolisme urea. Menurut Sneath 1986, Bacillus thuringiensis memang diketahui memiliki
enzim urease. Selain itu kenaikan pH terjadi karena dan adanya proses deaminasi substrat protein dalam medium Rahayuningsih 2003.
Penurunan pH kemudian terjadi pada jam ke-6 dimana mulai terjadi pembentukan asam organik karena pemanfaatan karbohidrat oleh B. thuringiensis
menghasilkan asam organik seperti asam piruvat dan asam asetat Norris 1971, selanjutnya pH naik kembali hingga jam ke-12. Peningkatan kembali nilai pH
selama fasa stasioner disebabkan oleh pemanfaatan kembali asam asetat yang terakumulasi dalam medium untuk memproduksi poli-l3-hidroksibutirat PHS
yang selanjutnya dapat digunakan sebagai energi selama proses sporulasi Tirado- Montiel et al. 2001.
Fluktuasi nilai pH cairan kultivasi kelima komposisi masih terjadi hingga jam ke 36 dengan nilai kisaran pH antara 7,80 dan 8,10.
Setelah
jam ke 36 pH media pengalami penurunan karena adanya akumulasi dari hasil katabolisme
glukosa. Berdasarkan analisis sidik ragam Lampiran 5 pada tingkat kepercayaan
95 menunjukan bahwa pengaruh rasio CN terhadap hasil pengukuran pH pada setiap jam pengamatan berbeda nyata, demikian pula interaksi antara keduanya
berpengaruh secara signifikan. Dengan demikian berdasarkan perubahan pH yang terjadi kelima komposisi rasio diatas masih dapat digunakan untuk pertumbuhan
Bt.
4.4.2 Pertumbuhan
Bacillus thuringiensis
Umumnya bakteri dapat memperbanyak diri dengan pembelahan biner, yaitu dari satu sel membelah menjadi dua sel baru. Pertumbuhan mikroba