Kultivasi Bt pada bioreaktor 3 L

pada fase ini. Kadar kalsium yang tinggi dalam media diperkirakan memacu pertumbuhan spora lebih awal. Fase ekponensial terjadi sampai jam ke-24 yang diikuti oleh fase stasioner hingga jam ke-36, selanjutnya sel mengalami fase kematian hingga jam ke-72. Peningkatan jumlah spora terus meningkat dan berkontribusi pada bobot biomassa kering, dimana hingga jam ke 72 bobot biomassa kering terus bertambah walaupun jumlah sel menurun Gambar 18. Gambar 18 Parameter kinetika kultivasi pada bioreaktor 3 L, pH a, gula sisa dan pertumbuhan sel b, pertumbuhan spora c. Simbol:  pH ▲ total gula sisa ■ biomassa kering  total sel  spora 2 4 6 8 10 12 14 p H 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Ju m la h k o lo n i c fu m L . x 1 8 B o b o t k e ri n g b io m a ss a g L S is a t o ta l g u la g L 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 Ju m la h s p o ra x 1 8 c fu m L Jam pengamtan ke- a b c Penambahan jumlah biomassa seiring pula dengan penurunan total gula sisa. Bakteri mengkonsumsi gula sebagai sumber energi metabolisme pertumbuhannya. Gula dikonversi menjadi biomassa dan produk. Pemanfaatan gula mengalami penurunan yang cukup besar pada awal kultivasi. Hal ini karena pemanfaatan gula-gula sederhana pada media. Pada jam ke-3 penurunan berjalan relatif konstan, ini dimungkinkan karena bakteri memerlukan waktu untuk mengurai pati menggunakan enzim amilase menjadi gula-gula sederhana seperti oligosakarida dan monosakarida. Ketersediaan enzim amilase yang semakin banyak menyebabkan penguraian pati menjadi semakin cepat. Pertumbuhan spora sudah mulai terlihat sejak jam ke-0 Gambar 18, pertumbuhan spora maksimum terjadi pada pada jam ke-36 sebesar 3,30 x 10 8 cfumL. Pola pertumbuhannya spora ini hampir sejalan dengan pertumbuhan sel, dimana jumlah sel juga maksimal pada jam ke-36 yaitu 11,4 x 10 8 cfumL. Dalam kasus ini sel hanya seperempat dari jumlah sel vegetatif yang membentuk spora, sisanya membelah diri membentuk sel baru, sehingga substrat lebih banyak dikonversi menjadi sel daripada menjadi spora. Selanjutnya terjadi penurunan jumlah sel tetapi metabolisme sel tidak terhenti, pada fase ini metabolit sekunder seperti delta endotoksin mulai banyak terbentuk. Pengujian daya toksisitas bioinsektisida yang dihasilkan ditunjukkan oleh Tabel 14. Data perhitungan probit count menunjukan bahwa nilai LC 50 bioinsektisida ini adalah 3,56 mgL atau setara dengan 2112 IUmg. Nilai ini menunjukan penurunan dari perolehan LC 50 pada skala erlenmeyer, tetapi bila dibandingkan dengan komposisi protein per nilai potensinya, galur Bt B2 memiliki nilai potensi 2000gr protein sedangkan Bactospeine hanya 1000gr protein. Nilai ini menunjukan nilai potensi toksisitas Bt B2 lebih dari bactospeine. Tabel 14 Uji daya toksisitas Bt B2 terhadap ulat kubis pada kultivasi 3 L Asal Bioinsektisida Mortalitas pada konsentrasi LC 50 mgL Potensi IUmg Kandungan protein 10 -1 10 -2 10 -3 10 -4 10 -5 10 -6 10 -7 bb Bt B2 75 70 60 4 3,56 2112 1,04 Bactospeine WP 100 100 100 100 90 40 40 0,47 16000 14,29 Air suling - Standar USDA. Larutan 1 gL Berdasarkan hasil perhitungan parameter kinetika fermentasi p ertumbuhan sel terhadap konsumsi gula Y NS sebesar 0,74 kolonig substrat dan pertumbuhan spora terhadap konsumsi gula Y PS 0,21 sporag substrat. Hasil tersebut menjelaskan bahwa gula lebih banyak dikonversi menjadi sel dibanding dengan menjadi spora. Nilai efisiensi pemanfaatan substrat ∆SSo sebesar 67,77 menunjukan banyaknya gula yang dimanfaatkan menjadi biomassa dan produk. Nilai ini masih relatif kecil diduga karena banyaknya serat pada limbah cair tahu yang tidak dapat diuraikan menjadi sumber karbon oleh Bt. Tabel 15 Kinetika fermentasi Bt pada bioreaktor 3 L Parameter Nilai Parameter ± sd N-max cfumL x 10 8 11,40 ± 0,05 P-max cfumL x 10 8 3,30 ± 0,05 µ N -max jam -1 0,57 ± 0,01 q P -max jam -1 0,17 ± 0,05 µ X -max jam -1 8,28 ± 0,07 Y NS kolonig substrat 0,74 ± 0,02 Y PS sporag substrat 0,21 ± 0,01 Y xS g biomassag substrat 0,50 ± 0,02 ∆SSo 67,77 ± 0,00 LC 50 mgL 3,56 Potensi daya toksisitas IUmg 2112 Laju spesifik pertumbuhan sel dan spora menunjukan jumlah total sel dan spora per satuan waktu kultivasi. Laju pertumbuhan sel maksimum terjadi pada jam ke-18 sebesar 0,57 jam -1 dan laju pertumbuhan spora maksimum pada jam ke- 12 sebersar 0,17 jam -1 . Data lengkap parameter kinetika kultivasi tersaji pada Tabel 15. Penentuan aktivitas bahan aktif bioinsektisida yang dihasilkan dari kultivasi dalam bioreaktor juga dilakukan pada C. binotalis instar dua. Berdasarkan hasil uji toksisitasnya, produk bioinsektisida hasil kultivasi dalam bioreaktor menunjukan penurunankenaikan sifat toksisitas.

4.6 Karakterisasi Bioinsektisida

4.6.1 Profile protein kristal

Analisis Sodium dodecyle sulphate polyacrylamide gel electrophoresis SDS-PAGE umumnya digunakan untuk membandingkan profile protein galur Bt dari galur yang berbeda maupun membandingkan profil galur dari pengaruh faktor media kultivasi yang berbeda. Prinsip analisis SDS-PAGE yaitu pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul dengan menggunakan perbedaan tegangan listrik. Sebelum protein dimasukkan pada gel, diberikan suatu reduktor, mercaptoethanol berfungsi membantu dalam denaturasi protein dengan mengurangi ikatan disulfida. Protein yang terdenaturasi sempurna akan mengikat SDS dalam jumlah yang setara dengan berat molekul protein tersebut Dunn 1989, dimana SDS memecah area hidrofobik dan menyelimuti protein dengan muatan negatif. Sampel ‐sampel protein yang diinjeksikan ke dalam sumur gel diberi warna dengan bromphenol biru yang dapat terionisasi. Fungsi pewarna adalah untuk membantu memonitor jalannya elektroforesis. Berat molekul protein dapat diketahui dengan membandingkan Rf protein dengan protein standar yang berat molekulnya telah diketahui Wilson dan Walker 2000. Hasil analisisa SDS-PAGE terhadap kristal protein dari kelima komposisi media dan bioreaktor tersaji pada Gambar 19 masing-masing profile protein kristal yang berasal dari komposisi media menunjukan adanya perbedaan baik bobot molekul protein maupun kekuatan intensitas pita. Hal ini mengindikasikan komposisi media akan berpengaruh pada perbedaan sintesa fraksi protein. Komposisi C 3 N menunjukan profil protein dengan fraksi yang lebih banyak dibanding keempat komposisi media lain. Seluruh komposisi media menghasilkan protein 140,12 kD dengan intensitas pita paling kuat ada pada komposisi C 3 N dan C 7 N. Menurut studi yang dilakukan Höfte and Whiteley 1989 B. thuringiensis dengan kristal protein bebentuk bipiramid dan kubus masing-masing dikode oleh gen cry 1 dan gen cry 2, gen ini merupakan tipe protein yang memiliki berat antara 130-150 kDa dan cry 2 tipe protein pada 60-70 kDa. Hasil studi yang berbeda diberikan oleh Cetinkaya 2002 dimana gen cry 1 and cry 2 yang dimiliki Bt memproduksi 75 kDa.